Serba-serbi Lima WNI Dipecat dari Perkebunan Inggris
Tanggal: 24 Jul 2024 13:23 wib.
Kelima orang Warga Negara Indonesia (WNI) dipecat dari perkebunan Haygrove di Hereford, yang merupakan pemasok buah ke supermarket besar Inggris. Mereka dipecat karena dianggap kurang cekatan dalam memetik buah sesuai standar perkebunan.
Ternyata, kelima WNI ini baru beberapa minggu tiba di Inggris dan telah membayar puluhan juta agar bisa bekerja di negara tersebut. Mereka melakukan pembayaran kepada sebuah organisasi di Indonesia yang menjanjikan percepatan proses pemberangkatan ke Inggris.
Akibatnya, para WNI tersebut kini terlilit utang. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang menolak untuk pulang dan kabur ke London, kemudian berhasil memperoleh pekerjaan baru berkat bantuan aktivis kesejahteraan migran.
Berdasarkan liputan dari The Guardian, pengawas eksploitasi tenaga kerja di Inggris menemukan bukti pembayaran biaya kepada pihak ketiga di luar uang sebesar £1.000 (sekitar Rp 20 juta) yang ditransfer untuk penerbangan dan visa kepada perekrut berlisensi. Salah satu pekerja bahkan menjual tanah keluarganya serta sepeda motor miliknya dan orang tuanya, untuk menutupi biaya lebih dari Rp 40 juta guna datang ke Inggris pada Mei 2024.
Perkebunan Haygrove di Hereford, sebagai pemasok buah ke supermarket besar Inggris, memberikan surat peringatan kepada lima WNI sebelum melakukan pemecatan. Kelima pria tersebut baru tiba di Inggris pada pertengahan Mei dan diberhentikan dari Haygrove pada 24 Juni, dengan penghasilan antara £2.555 dan £3.874 (setara Rp 54-81 juta).
Para pekerja mengungkapkan bahwa target di perkebunan termasuk memetik 20 kg ceri dalam satu jam. Mereka juga mengaku kesulitan akibat semakin sedikitnya buah yang tersedia. Seorang pekerja bahkan meminjam uang dari bank, teman, dan keluarga, dan masih memiliki utang lebih dari Rp 23 juta.
Dari 5 WNI yang diminta untuk pulang, 2 di antaranya diduga kabur ke London. Mereka menolak naik ke penerbangan pulang yang sudah dipesan. Saat ini, mereka berhasil mendapatkan pekerjaan baru di tempat penampungan berkat bantuan aktivis kesejahteraan migran.
"Skandal ini menunjukkan bahwa beban risiko terkait skema pekerja musiman di Inggris tidak dibebankan pada supermarket, peternakan, operator skema, atau pelaku rantai pasokan lainnya, tapi oleh pekerja dari luar negerinya sendiri," ujar Andy Hall, seorang spesialis hak-hak buruh migran yang membantu para pekerja.
Dari laporan tersebut, dapat disimpulkan bahwa para pekerja migran Indonesia di Inggris sering kali menghadapi tekanan ekonomi dan kondisi kerja yang sulit. Pemerintah Indonesia perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk melindungi hak-hak pekerja migran dan mencegah terjadinya eksploitasi kerja seperti kasus di perkebunan Haygrove tersebut. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai perekrut tenaga kerja juga perlu mematuhi standar internasional untuk jaminan hak-hak pekerja migran.