Serangan Udara Israel Tewaskan 7 Anak dalam Satu Keluarga di Gaza
Tanggal: 22 Des 2024 23:16 wib.
Serangan udara yang dilakukan oleh Israel menewaskan 12 anggota keluarga, termasuk tujuh anak, di bagian utara Jalur Gaza. Laporan dari badan penyelamat Pertahanan Sipil Palestina menyatakan bahwa dalam video yang diunggah pada saluran Telegramnya, staf mereka sedang menyelamatkan korban dari reruntuhan rumah keluarga Khallah di Jabalia.
Juru bicara Pertahanan Sipil, Mahmoud Basal, menyatakan bahwa semua korban berasal dari keluarga yang sama, termasuk tujuh anak dengan usia tertua adalah enam tahun. Lebih lanjut, Basal menambahkan bahwa serangan udara tersebut juga melukai 15 orang lainnya.
Tentara Israel mengklaim bahwa mereka menyerang "beberapa teroris yang beroperasi di sebuah bangunan militer milik organisasi teroris Hamas dan menimbulkan ancaman bagi pasukan IDF yang beroperasi di daerah tersebut." Mereka juga menambahkan bahwa jumlah korban yang dilaporkan tidak sesuai dengan informasi yang mereka miliki.
Paus Fransiskus mengutuk pemboman anak-anak di Gaza sebagai "kekejaman" dan menyatakan bahwa itu bukanlah perang. Dia mengekspresikan kekesalannya atas kejadian tersebut dan menekankan bahwa hal itu sangat menyentuh hatinya.
Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza pada hari Jumat, lebih dari 14 bulan setelah serangan sebelumnya di Gaza. Rudal pesawat tak berawak yang menghantam sebuah bangunan tempat tinggal di jalan pasar kamp pengungsi Nuseirat menewaskan setidaknya delapan orang, menurut Rumah Sakit Martir Al-Aqsa. Di tempat lain, empat orang tewas dalam serangan udara di Beit Hanoon, termasuk dua gadis dan orang tua mereka.
Terlepas dari serangan udara, Gaza juga menghadapi kondisi buruk lainnya, termasuk hujan musim dingin yang lebat, kelaparan, dan permusuhan yang terus berlangsung yang membahayakan nyawa. Pejabat Senior Darurat UNRWA, Louise Wateridge, menyebutkan bahwa Gaza telah menjadi "kuburan" bagi lebih dari dua juta penduduknya. Kondisi di Gaza semakin memburuk karena mayoritas orang tinggal di bangunan yang rusak atau hancur, serta kekurangan tempat untuk berlindung.
UNRWA memberikan bantuan kepada hampir enam juta pengungsi Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, Yordania, Lebanon, dan Suriah. Namun, pada bulan Oktober, politisi Israel meloloskan undang-undang yang melarang UNRWA beroperasi di Israel dan Yerusalem Timur yang diduduki serta meningkatkan prospek tindakan serupa terhadap badan-badan bantuan lainnya.
Dalam respons terhadap larangan Israel, Swedia mengumumkan rencana untuk menghentikan pendanaan UNRWA tapi berjanji untuk meningkatkan bantuannya ke Gaza melalui kelompok lain. Keputusan tersebut dikecam oleh Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, yang menyebutnya sebagai kekecewaan bagi para pengungsi Palestina.
Majelis Umum PBB juga mengambil langkah dengan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memberikan pendapat penasehat mengenai tanggung jawab Israel dalam mengizinkan pekerjaan bantuan PBB dan organisasi internasional di wilayah Palestina. Langkah-langkah sementara ini merupakan bagian dari kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
Serangan udara Israel telah menyebabkan korban yang tak terhitung jumlahnya di Jalur Gaza. Masyarakat internasional diharapkan untuk meningkatkan upaya perdamaian dan membantu menyelamatkan nyawa para korban yang terdampak konflik di daerah tersebut. Penyelesaian secara diplomatis perlu didorong agar kedamaian dan keadilan dapat terwujud di wilayah tersebut.
Semoga peristiwa tragis ini dapat menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menjaga kehidupan manusia dan menghindari konflik bersenjata yang merenggut nyawa yang tak berdosa. Dukungan dan bantuan dari berbagai negara dan badan internasional diharapkan dapat membantu Gaza bangkit kembali dan mencapai perdamaian yang berkelanjutan