Serangan Israel Menggunakan Bom AS yang Menewaskan Nasrallah
Tanggal: 30 Sep 2024 14:33 wib.
Sebuah laporan dari Washington Post memuat bagaimana pemimpin Hizbullah, Hasan Nasrallah, tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Israel. Laporan tersebut menyebutkan bahwa bom buatan AS seberat 900 kg digunakan dalam serangan tersebut.
Menurut Washington Post, serangan itu dilakukan di pinggiran selatan Beirut dan berhasil membunuh Hasan Nasrallah serta menghancurkan bangunan tempat tinggalnya. Bom yang digunakan dalam serangan tersebut diyakini adalah BLUI 109 dan menggunakan perangkat pemandu JDAM. BLUI 109 sendiri merupakan bom berat penghancur bunker, sedangkan JDAM adalah sistem pemandu yang dipasang pada amunisi untuk membantu menyerang target tertentu.
Menurut Project on Defense Alternatives (PDA), bom seberat 2.000 pon ini memiliki radius penghancuran mencapai 35 meter (115 kaki). Analisis dari media tersebut juga mengutip pendapat dari direktur Armament Research Services, NR Jenzen-Jones, yang menyatakan bahwa melalui video serangan, terlihat banyak bom besar dijatuhkan dari udara dan dimaksudkan untuk menembus ruang yang sangat terlindungi.
Terkait dengan serangan ini, pejabat AS menyatakan bahwa mereka tidak menerima pemberitahuan sebelumnya tentang serangan Israel di Lebanon. Namun, Presiden AS Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris menyambut baik pembunuhan Hasan Nasrallah dan menyebutnya sebagai “tindakan keadilan.”
Pemerintahan AS, meskipun telah menghadapi kritik yang semakin meningkat dari para pembela hak asasi manusia atas persenjataan tanpa syaratnya terhadap Israel, telah menyetujui pelepasan bom seberat 500 pon yang merupakan bagian dari pengiriman yang sama ke Israel. Ini membuat AS menghentikan satu pengiriman bom 2.000 pon lain ke Israel awal tahun ini karena kekhawatiran tentang penggunaannya di daerah padat penduduk di Gaza.
Kementerian Pertahanan Israel juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengamankan paket bantuan militer AS senilai US$8,7 miliar, persis beberapa hari setelah melancarkan serangan besar-besaran yang menewaskan ratusan orang di Lebanon selatan dan Beirut serta menyebabkan ratusan ribu warga sipil mengungsi.
Pada Kamis lalu, Pentagon mengumumkan peningkatan kesiapan pasukan tambahan AS untuk dikerahkan ke Timur Tengah, mengikuti permintaan dari Presiden Biden. Mereka menyatakan bahwa Amerika Serikat mempertahankan kemampuan untuk mengerahkan pasukan dalam waktu singkat dan terus mempertahankan sejumlah besar kemampuan di kawasan tersebut.
Serangan ini menimbulkan keprihatinan besar terkait dampaknya terhadap keamanan dan kemanusiaan di wilayah tersebut. Dengan adanya penggunaan bom berat dan perangkat pemandu yang canggih, terutama dalam daerah padat penduduk, risiko kerugian warga sipil dan infrastruktur perlu diperhitungkan dengan seksama. Selain itu, kebijakan persenjataan yang tidak mendukung perdamaian di kawasan tersebut juga memperparah ketegangan dan konflik yang sedang berlangsung.
Peningkatan kehadiran militer dan persenjataan di Timur Tengah juga dapat memicu ketegangan diplomatik antara negara-negara di kawasan tersebut, seiring dengan reaksi dan perlawanan dari kelompok-kelompok bersenjata yang bisa memperpanjang konflik yang sudah terlalu lama berlangsung. Dalam situasi yang semakin rumit dan tidak menentu seperti ini, penting bagi komunitas internasional untuk bekerja sama dalam menyelesaikan konflik tersebut melalui dialog dan diplomasi, serta memastikan perlindungan terhadap warga sipil dan kepatuhan terhadap hukum internasional.