Seorang Pengunjung Suria Kemah Berkata Tentang Standar Ganda
Tanggal: 6 Apr 2024 00:00 wib.
Zoya Miari, seorang pengungsi Palestina Ukraine berusia 24 tahun, memberitahu TRT World bahwa dia secara pribadi telah mengalami adanya dua standar Barat sejak awal perang Israel atas Gaza.
Ayah Miari, seorang Palestina, bertemu dengan ibunya ketika sedang belajar kedokteran di Ukraina. Keluarga itu tinggal di sebuah perkemahan pengungsi Palestina di Lebanon hingga tahun 2021 ketika mereka pindah ke Ukraina, sebuah negara tempat mereka harus melarikan diri setelah invasi Rusia.
Keluarga tersebut, yang telah menjadi pengungsi dua kali, kini tinggal di Swiss dan berharap bahwa suatu hari "Palestina dan Ukraina akan bebas" sehingga mereka bisa kembali pulang. Menurut Zoya, dia merasa bahwa separuh jiwanya dianggap sebagai tak berharga sementara setengah lainnya dianggap manusiawi sepenuhnya.
Hal ini menunjukkan pengalaman pribadinya yang mencerminkan adanya standar ganda dalam pandangan Barat terhadap pengungsi. Tradisi literasi Barat sering kali mengakui keberadaan individu sebagai subjek yang berdaulat dan bebas, sementara kaum pengungsi terkadang dilihat dari sudut pandang yang lebih dehumanisasi.
Saat membandingkan perlakuan terhadap pengungsi Palestina dengan Ukraina, Miari merasa bahwa ada perbedaan perlakuan yang sangat mencolok. Pengungsi Palestina cenderung disamakan dengan teroris atau ekstremis, sementara pengungsi Ukraina lebih sering kali diperlakukan dengan lebih manusiawi. Perbedaan perlakuan ini juga tercermin dalam cakupan media Barat terhadap kedua kelompok tersebut.
Pengalaman pribadi Miari menunjukkan bahwa stigma negatif yang melekat pada pengungsi Palestina seringkali membuat mereka direndahkan dan diabaikan, sementara pengungsi Ukraina lebih sering kali diberi perhatian dan simpati.
Lebih lanjut, adanya diskriminasi struktural juga dapat terlihat dalam penanganan resmi terhadap kedua kelompok pengungsi tersebut. Miari menyebutkan bahwa pengungsi Palestina seringkali dihadapkan pada hambatan-hambatan hukum dan administratif yang lebih berat dibandingkan dengan pengungsi lainnya. Hal ini dapat berdampak pada kesempatan mereka untuk mendapatkan perlindungan dan hak asasi manusia yang layak.
Dalam konteks ini, perbedaan perlakuan terhadap pengungsi Palestina dan Ukraina menunjukkan adanya bias struktural dan diskriminasi sistemik yang perlu menjadi perhatian serius dalam upaya memberikan perlindungan dan dukungan kepada kaum pengungsi. Diperlukannya kesadaran akan adanya dua standar dalam penanganan pengungsi akan membantu mengatasi ketidakadilan tersebut dan mendorong adanya kebijakan yang lebih inklusif dan adil terhadap seluruh kelompok pengungsi, tidak peduli asal negara atau latar belakang etnis mereka.
Hal ini merupakan langkah awal yang penting dalam menciptakan lingkungan global yang lebih adil dan berempati terhadap para pengungsi, serta memberikan mereka kesempatan yang setara untuk mendapatkan perlindungan dan dukungan yang mereka butuhkan.
Kita perlu bergerak menuju sebuah masyarakat internasional yang tidak hanya mengakui keberadaan manusia sebagai manusia, tetapi juga memberikan perlindungan dan penghargaan yang sama terhadap setiap individu, tanpa memandang asal negara, suku, atau agama mereka. Dengan demikian, kita dapat membantu menghapuskan stigma dan diskriminasi yang selama ini merundung kaum pengungsi, serta menciptakan dunia yang lebih adil dan berempati bagimereka.