Sumber foto: Google

Sanksi Baru AS Terhadap Iran: Fokus pada Perdagangan Minyak dan Jaringan Keuangan

Tanggal: 5 Jul 2025 09:15 wib.
Pada hari Kamis, 3 Juli, Pemerintahan Trump kembali memberlakukan sanksi baru pada Iran, dengan fokus utama pada sektornya yang paling krusial: perdagangan minyak. Langkah ini merupakan bagian dari strategi maksimum tekanan yang telah dicanangkan oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat.

Menurut Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, sanksi tersebut menargetkan jaringan individu dan entitas yang diduga terlibat dalam pengangkutan serta pembelian minyak dari Iran, yang diperkirakan bernilai miliaran dolar. Ia menegaskan bahwa beberapa dari transaksi tersebut memberikan keuntungan bagi Korps Garda Revolusi Islam-Pasukan Quds (IRGC-QF), serta organisasi keuangan yang berada di bawah pengaruh Hizbullah. 

Bessent menyatakan, "Iran memiliki segala kemungkinan untuk memilih jalur perdamaian, namun fakta menunjukkan bahwa para pemimpin mereka justru memilih ekstremisme." Dalam pernyataannya, ia menegaskan komitmennya untuk terus menyerang sumber pendapatan yang dimiliki Teheran dan memperkuat tekanan ekonomi terhadap negara tersebut.

Di antara nama-nama yang dijatuhi sanksi adalah Salim Ahmed Said, seorang pengusaha yang memiliki kewarganegaraan Irak-Inggris. Ia diduga menjalankan jaringan penyelundupan yang cerdik dengan mencampur minyak Iran bersama dengan minyak mentah yang berasal dari Irak, semua untuk menghindari pelaksanaan sanksi yang berlaku.

Di samping langkah tersebut, Departemen Luar Negeri AS juga ikut terlibat dengan menjatuhkan sanksi kepada tujuh pejabat senior serta sebuah entitas yang terkait dengan Al-Qard al-Hassan (AQAH), lembaga keuangan yang berada di bawah kontrol Hizbullah. Juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, menjelaskan bahwa peran manajerial para pejabat tersebut telah membantu Hizbullah dalam menghindari sanksi, memungkinkan AQAH untuk melanjutkan transaksi bernilai jutaan dolar melalui rekening yang tidak resmi.

Dalam upaya untuk mengganggu jaringan keuangan Hizbullah, program "Rewards for Justice" dari Departemen Luar Negeri menawarkan hadiah hingga 10 juta dolar AS, yang setara dengan sekitar 162 miliar rupiah, bagi informasi yang dapat membantu meruntuhkan sistem keuangan organisasi tersebut.

Sanksi baru ini dikeluarkan setelah terjadinya konflik langsung selama dua belas hari antara Israel dan Iran, yang dimulai pada 13 Juni ketika Israel melancarkan serangan udara terhadap sejumlah situs militer dan fasilitas nuklir Iran. Menanggapi provokasi tersebut, Iran melancarkan balasan berupa serangan rudal dan pesawat nirawak. Ketegangan antara kedua negara ini semakin memuncak, di mana Amerika Serikat juga terlibat dengan menyerang tiga lokasi nuklir yang terkait dengan Iran.

Puncak dari konflik ini berakhir dengan adanya gencatan senjata yang disponsori oleh pihak Amerika, yang mulai diberlakukan pada 24 Juni. Keberlanjutan kebijakan sanksi ini menunjukkan bahwa ketegangan di kawasan tersebut tidak hanya bersifat sementara, tetapi merupakan bagian dari dinamika politik yang lebih besar yang melibatkan banyak faktor keuangan, keamanan, dan geopolitik.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved