Sumber foto: iStock

Rekor! Putin Genjot Belanja Militer hingga Rp2.213 T, Persiapan PD 3?

Tanggal: 1 Okt 2024 14:55 wib.
Rusia berencana untuk meningkatkan pengeluaran pertahanannya hingga 25% ke level rekor tertinggi pada tahun 2025. Hal ini menjadi kontroversi karena terjadi bersamaan dengan janji Presiden Vladimir Putin untuk terus melakukan upaya perang di Ukraina yang diimbangi dengan meningkatnya ketegangan dengan Barat. Peningkatan pengeluaran pertahanan tersebut akan membawa anggaran pertahanan Rusia mencapai rekor 13,5 triliun rubel (sekitar Rp 2.213 triliun) pada tahun 2025, meningkat sekitar 3 triliun rubel dari jumlah yang disisihkan untuk pertahanan pada tahun ini, yang sebelumnya juga tercatat sebagai rekor.

Selain itu, belanja untuk pertahanan dan keamanan secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai sekitar 40% dari total belanja pemerintah, atau sekitar 41,5 triliun rubel (sekitar Rp 6.776 triliun) pada tahun 2025. Keputusan ini mendapat tanggapan beragam dari kalangan ekonomi, yang menyebutnya sebagai 'Keynesianisme militer', yang ditandai dengan peningkatan signifikan dalam belanja militer yang berpotensi berdampak pada inflasi.

Belanja untuk pertahanan yang meningkat tersebut menimbulkan pertanyaan tentang alokasi anggaran pemerintah Rusia. Sebagian pihak menyayangkan pergeseran anggaran yang semakin besar ke sektor militer, di mana belanja untuk militer dan keamanan diperkirakan akan melebihi gabungan belanja untuk pendidikan, perawatan kesehatan, kebijakan sosial, dan ekonomi nasional.

Namun, bagi pemerintah Rusia, peningkatan pengeluaran ini menjadi prioritas dalam rangka mempersiapkan negara untuk kondisi perang. Terlebih lagi, pada saat yang bersamaan, Rusia juga memberikan sinyal terbaru terkait revisi doktrin nuklir negaranya. Dalam revisi doktrin tersebut, setiap agresi ke Rusia oleh negara non-nuklir dengan partisipasi atau dukungan negara nuklir dapat dianggap sebagai serangan bersama dan melewati ambang batas nuklir.

Perubahan ini berdampak signifikan terhadap kebijakan luar negeri Rusia, terutama terkait dengan konflik di Ukraina dan keterlibatan negara-negara Barat di dalamnya. Rusia menilai bahwa tindakan negara-negara Barat tersebut semakin memperumit situasi konflik di Ukraina. Hal ini terlihat dari sikap garis keras yang diambil oleh Presiden Putin dengan menuntut penyerahan tanpa syarat Ukraina dan menyerukan 'denazifikasi Ukraina, demiliterisasi, dan status netral'.

Meskipun belanja militer yang besar dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan kekuatan atau sebagai persiapan perang, namun peningkatan ini juga harus dikelola dengan bijak agar tidak memberikan dampak negatif dalam perekonomian dan kebutuhan sosial masyarakat Rusia. Terdapat kekhawatiran bahwa peningkatan belanja militer yang besar dapat mengorbankan alokasi dana untuk sektor sosial, seperti pendidikan dan kesehatan, yang juga memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah. Selain itu, peningkatan belanja militer juga dapat memberikan tekanan inflasi yang berujung pada dampak negatif bagi perekonomian secara keseluruhan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved