Rebut Sumber Dolar Indonesia, Malaysia Terancam Krisis
Tanggal: 21 Jun 2024 17:56 wib.
Malaysia menjadi pusat data (data center) terkemuka di Asia Tenggara, dan hal ini telah menarik banyak investasi dari raksasa teknologi asing untuk membangun data center penunjang teknologi kecerdasan buatan (AI). Singapura yang sebelumnya menjadi pemimpin dalam hal ini, kini terancam digeser oleh Malaysia. Meski booming data center membantu ekonomi Malaysia, namun kekhawatiran muncul terkait kapasitas energi dan air di negara tersebut.
Riset Bank Investasi Kenanga memprediksi kebutuhan listrik dari data center di Malaysia akan mencapai 5 gigawatt pada 2035. Saat ini, kapasitas listrik yang diinstal untuk keseluruhan Malaysia 'hanya' 27 gigawatt, menurut perusahaan listrik Malaysia Tenaga Nasional Berhad. Otoritas lokal pun telah mengemukakan isu kapasitas yang bisa menimbulkan krisis listrik di Malaysia. Walikota Johor Bahru Mohd Noorazam Osman mengatakan investasi data center tak boleh mengesampingkan kebutuhan sumber daya bagi masyarakat sekitar, terutama karena kota tersebut menghadapi tantangan sumber daya air dan listrik.
Pejabat Komite Investasi, Perdagangan, dan Konsumen Johor Bahru pun mengatakan pemerintah harus memberikan panduan yang jelas terkait implementasi penggunaan data center energi hijau di kota tersebut. Johor Bahru memang menjadi area yang difokuskan sebagai hub data center baru di Malaysia. Perusahaan data center intelligence, DC Byte, melaporkan Johor Bahru sebagai kota dengan pertumbuhan pasar data center terbesar di Asia Tenggara. Direktur APAC DC Byte, James Murphy, menyatakan bahwa Johor Bahru tampaknya akan menggeser Singapura sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.
Selain itu, Malaysia juga digadang-gadang akan mengalahkan kapasitas data center di negara-negara besar seperti Jepang dan India. Menurut Murphy, negara-negara dengan pasar yang sedang berkembang menjadi menarik bagi investasi data center dengan karakteristik khusus. Data center AI membutuhkan ruang lebih besar, begitu juga energi yang digunakan dan volume air sebagai sistem pendingin. Untuk itu, negara berkembang seperti Malaysia yang memiliki kekayaan energi dan lahan akan menjadi tujuan para investor dunia.
Salah satu hal yang menarik adalah bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi pasar AI yang lebih besar dilihat dari jumlah populasinya, Malaysia justru lebih diminati oleh raksasa teknologi dunia untuk berinvestasi di bidang teknologi. Beberapa perusahaan teknologi yang lebih banyak berinvestasi ke Malaysia ketimbang Indonesia antara lain Google, Microsoft, dan ByteDance.
Google, misalnya, telah menyatakan komitmen investasi sebesar US$2 miliar di Malaysia untuk membangun pusat data dan wilayah cloud pertama di negara tersebut, seiring dengan meningkatnya permintaan AI dan layanan cloud regional. Google juga sudah bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan berkomitmen membantu pemerintah memberantas judi online dengan fitur AI Google. Microsoft juga tidak ketinggalan dengan mengatakan akan berinvestasi US$ 2,2 miliar untuk ekspansi infrastruktur AI di Malyasia, sementara di Indonesia, komitmen Microsoft lebih kecil, yakni US$ 1,7 miliar untuk fasilitas dan talenta AI. ByteDance yang merupakan induk TikTok, juga berencana menggelontorkan dana US$ 2,13 miliar untuk membangun pusat AI di Malaysia. Dalam laporan CNBC International, disebutkan bahwa kemudahan investasi data center di Malaysia menjadi faktor pendorong banyaknya raksasa teknologi yang menggelontorkan modal ke sana.
Selain itu, Malaysia melakukan pemangkasan birokrasi yang memudahkan investasi bisnis saat masuk ke negaranya. Di Malaysia, perusahaan asing bisa hanya menggunakan high level design untuk mendapatkan izin membangun, sementara di Indonesia harus sampai ke detail engineering design, yang memakan waktu dan biaya yang tinggi. Alasan lainnya adalah bahwa jika Indonesia juga fokus dengan renewable energy, banyak perusahaan yang berbasis di Amerika Utara dan Eropa Barat bersedia untuk melakukan kerjasama pembangunan data center. Karena negara-negara tersebut fokus pada ESG (Environmental, Social and Governance), hal-hal yang berkaitan dengan energi terbarukan dapat mendorong pertumbuhan industri data center.