Ramai Maskapai Dunia Tutup Rute China, Ada Apa?
Tanggal: 26 Okt 2024 05:18 wib.
Sejumlah maskapai dunia mulai menutup rute penerbangannya ke China. Hal ini terungkap dari laporan situs berita perjalanan Skift yang menunjukkan bahwa tujuh maskapai penerbangan besar telah mundur dari negara tersebut dalam empat bulan terakhir. Menurut laporan Skift yang dilihat CNBC International, Jumat (25/10/2024), Virgin Atlantic dan Scandinavian Airlines, misalnya, menarik diri sepenuhnya dari China. Tidak hanya dua maskapai tersebut, tetapi juga LOT Polish Airlines milik Polandia dan Qantas milik Australia juga mengambil langkah serupa.
Selain menutup rute penerbangannya ke China, ada maskapai yang pun mengurangi operasionalnya dengan mengurangi jam penerbangan atau menerjunkan armada yang lebih kecil. Contohnya adalah Lufthansa dari Jerman, British Airways dari Inggris, dan Finnair dari Finlandia. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan minat dalam perjalanan udara ke China sudah cukup signifikan.
Head of Analyst at OAG, John Grant, mengatakan bahwa menurunnya minat ini dikarenakan oleh penurunan permintaan perjalanan yang rendah dan biaya operasional yang tinggi. Dari sisi permintaan, kondisi ekonomi China setelah pandemi COVID-19 belum sepenuhnya pulih, sehingga jumlah perjalanan masih lesu. "Permintaan masuk dan keluar dari China merupakan masalah besar lainnya. Masalah ekonomi negara itu menggagalkan perjalanan keluar, sementara minat internasional yang lesu untuk mengunjungi China mengurangi kedatangan yang masuk," ungkapnya.
Pada tahun 2019 sebelum pandemi, China menyambut sekitar 49,1 juta pelancong. Sementara untuk kali ini sekitar 17,25 juta orang asing telah tiba di China tahun ini hingga Juli. Hal ini menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah kunjungan wisatawan ke China, yang berkontribusi pada penurunan permintaan akan rute penerbangan.
Kondisi permintaan yang rendah juga telah mengganggu maskapai penerbangan domestik di China. Grant mengatakan bahwa meskipun akan ada pemulihan bagi maskapai penerbangan China, namun proses tersebut akan memakan waktu yang cukup lama. "Namun, ketika maskapai penerbangan terbesarnya merugi US$ 4,8 miliar (Rp 75 triliun) pada tahun 2022 dan tahun lalu 'hanya' US$ 420 juta (Rp 6,6 triliun), ketika semua maskapai penerbangan internasional utama memperoleh laba, mereka masih harus menempuh jalan panjang," tambahnya.
Masalah biaya operasional yang tinggi juga menjadi faktor lain yang memengaruhi keputusan maskapai penerbangan internasional untuk berkurangnya operasional di China. Perang Rusia-Ukraina turut memberikan dampaknya, karena Moskow menutup wilayah udaranya bagi pesawat Eropa dan Amerika Serikat.
Dampak dari situasi ini menyebabkan banyak maskapai penerbangan Eropa harus terbang pada rute yang lebih jauh untuk mencapai Asia, menyebabkan biaya operasional yang semakin tinggi. Namun, maskapai penerbangan China tidak diwajibkan tunduk pada larangan wilayah udara Rusia, sehingga mereka dapat terbang pada rute yang sama ke Eropa lebih cepat dan lebih murah daripada maskapai Eropa lainnya.
Musim dingin ini, maskapai penerbangan yang berbasis di China akan mengoperasikan 82% dari semua penerbangan antara China dan Eropa, naik dari 56% sebelum pandemi. Secara kolektif, maskapai penerbangan China juga telah meningkatkan kapasitas ke Eropa dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum pandemi, meskipun pasar masih lesu.
Hal ini menunjukkan keseriusan dari maskapai penerbangan China untuk kembali normal setelah mengalami kerugian yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir. "Musim dingin mendatang akan ada sekitar 18 rute baru antara China dan Eropa, yang semuanya berasal dari maskapai penerbangan China. Ini gila, tidak ada permintaan nyata," ujarnya.
Dengan berbagai faktor yang memengaruhi penurunan minat dalam perjalanan udara ke China, dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi dan regulasi penerbangan internasional telah menjadi faktor utama yang memengaruhi keputusan maskapai penerbangan dalam mengurangi operasionalnya di China.
Meskipun demikian, maskapai penerbangan China menunjukkan tanda-tanda kembali pulih dengan meningkatkan operasional dan kapasitas penerbangan ke Eropa. Diharapkan, hal ini bisa menjadi dorongan bagi pemulihan industri penerbangandi China.