Sumber foto: Google

Presiden Filipina Minta Seluruh Kabinet Mundur, Upaya Selamatkan Popularitas Usai Pemilu Mengecewakan

Tanggal: 26 Mei 2025 12:36 wib.
Tampang.com | Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr secara mengejutkan meminta seluruh anggota kabinetnya mengundurkan diri pada Kamis (22/5/2025), hanya beberapa hari setelah hasil pemilu paruh waktu menunjukkan kemunduran signifikan bagi partainya. Langkah drastis ini disebut sebagai bagian dari "pengaturan ulang berani" yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik dan menyelamatkan citra pemerintahannya yang semakin tergerus.

Pemilu paruh waktu yang digelar pekan lalu dipandang luas sebagai ujian terhadap kepemimpinan Marcos, dan hasilnya dinilai sebagai sinyal kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintah. Selain menentukan komposisi baru di Senat, hasil pemilu juga memberi dampak langsung terhadap posisi Wakil Presiden Sara Duterte yang kini menghadapi ancaman pemakzulan. Kekalahan partai Marcos dalam meraih kursi strategis membuat peluang Duterte untuk lolos dari pemakzulan semakin besar.

“Rakyat sudah bersuara, dan mereka menginginkan hasil nyata, bukan politik atau alasan. Kami mendengar mereka, dan kami akan bertindak,” ujar Marcos dalam pernyataan resminya yang dikutip dari AFP.

Michael Henry Yusingco, peneliti senior di Sekolah Pemerintahan Ateneo, menilai keputusan Marcos lebih bersifat emosional daripada strategis. Ia menyebut pengunduran massal kabinet ini sebagai respons atas kekalahan telak partainya, Alyansa para sa Bagong Pilipinas (Aliansi untuk Filipina Baru). “Ini lebih pada pemulihan citra ketimbang evaluasi kinerja individual. Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan sebelum pemilu?” kata Yusingco.

Dalam sebuah wawancara podcast pascapemilu, Marcos secara terbuka mengakui bahwa pemerintahannya gagal memberikan perhatian pada isu-isu kecil yang langsung berdampak pada kehidupan masyarakat. Ia mengakui bahwa banyak proyek berjalan lambat dan belum memberikan manfaat nyata bagi rakyat. “Kami terlalu fokus pada program-program besar, padahal masyarakat butuh bantuan cepat dan konkret dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Langkah Marcos ini bukan yang pertama dalam sejarah politik Filipina. Sebelumnya, pada 2005, Presiden Gloria Macapagal Arroyo melakukan langkah serupa di tengah tekanan skandal pemilu, dan pada 1987 Presiden Corazon Aquino juga menghadapi pengunduran diri massal kabinet usai upaya kudeta.

Istana Kepresidenan Malacanang memastikan bahwa pelayanan publik tetap berjalan normal selama masa transisi. Prinsip stabilitas dan meritokrasi akan dipegang teguh dalam membentuk tim eksekutif yang baru. Hingga saat ini, sebanyak 21 menteri telah menyampaikan pengunduran diri secara resmi.

Yusingco menambahkan, bila Presiden Marcos gagal menunjukkan perubahan nyata setelah reshuffle ini, bukan hanya masa depan politiknya yang terancam, tetapi juga peluang partainya dalam pemilihan 2028. “Penolakan terhadap Marcos dan aliansinya sangat nyata. Ia harus membuktikan bahwa dirinya mampu membawa perubahan konkret jika ingin tetap relevan secara politik,” tegasnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved