Presiden China Xi Jinping: AS dan Sekutunya Harus Berhenti Ciptakan 'Musuh Khayalan'!
Tanggal: 29 Jul 2024 23:26 wib.
Presiden China Xi Jinping menegur Amerika Serikat dan sekutunya seperti Jepang untuk "menghentikan menciptakan musuh imajiner" setelah kedua negara itu mengecam tindakan Beijing di Laut China Selatan.
Pernyataan Xi muncul melalui Kementerian Luar Negeri China dalam konferensi pers rutin di Beijing pada Senin (29/7) setelah AS mengangkat klaim Beijing di Laut China Selatan. AS bersama tiga sekutunya, yakni Jepang, Australia, dan India, menyinggung sengketa Laut China Selatan dalam pertemuan mereka di Tokyo yang sering disebut pertemuan Quad countries.
"Kami sangat mendesak AS dan Jepang untuk segera berhenti campur tangan dalam urusan dalam negeri China dan berhenti menciptakan musuh imajiner," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.
Lin juga menyatakan pernyataan AS dan sekutunya tersebut "mengabaikan fakta-fakta, mencampuradukkan yang benar dan yang salah, dengan jahat menyerang kebijakan luar negeri China".
Ia menegaskan pernyataan keempat negara tersebut "secara kasar campur tangan dalam urusan dalam negeri" China dan "membesar-besarkan serta menciptakan ketegangan regional".
"China menyesalkan dan dengan tegas menentang hal ini," kata Lin lagi.
Dalam pertemuan itu, AS dan Jepang mengecam "tindakan destabilisasi" China di Laut China Selatan. Mereka juga mengutuk kerja sama militer Rusia yang semakin meningkat dengan China dan Korea Utara.
"Mereka menegaskan kembali keberatan mereka yang kuat terhadap klaim maritim RRT (China) yang melanggar hukum, militerisasi fitur-fitur yang direklamasi, dan aktivitas yang mengancam serta provokatif di Laut China Selatan," demikian pernyataan bersama negara-negara Quad seperti dikutip AFP.
AS juga menyinggung tindakan provokatif China termasuk konfrontasi kapal-kapal Negeri Tirai Bambu yang tidak aman di laut dan udara. Dalam beberapa bulan terakhir, kapal China semakin sering bentrok dengan kapal patroli Filipina di Laut China Selatan hingga mengkhawatirkan stabilitas dan keamanan kawasan.
Selain di Laut China Selatan, AS dan sekutunya juga menuduh China "meningkatkan upaya-upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dengan kekerasan atau paksaan di Laut Cina Timur".
"Ini merupakan upaya China untuk membentuk kembali tatanan internasional demi keuntungannya sendiri dengan mengorbankan pihak lain," demikian bunyi kutipan komunike negara Quad.
Xi Jinping berusaha menjelaskan bahwa China tidak bermaksud menciptakan ketegangan regional atau konflik dengan negara-negara tetangga. Sebaliknya, China berupaya untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan serta Laut China Timur. Dia juga menekankan pentingnya dialog dan negosiasi damai dalam menyelesaikan sengketa wilayah tersebut.
Selain itu, Xi Jinping menyoroti bahwa China bukanlah ancaman bagi negara lain, dan mereka berkomitmen untuk mempertahankan stabilitas regional.
Dalam konteks ini, Xi Jinping meminta AS dan sekutunya untuk meninggalkan sikap konfrontasi dan untuk bersama-sama mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk sengketa wilayah tanpa meningkatkan ketegangan dan mengancam stabilitas regional.
Pernyataan Xi Jinping ini mencerminkan ketegangan yang terus meningkat antara China dan negara-negara barat, terutama Amerika Serikat, terkait klaim maritim di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Tindakan provokatif dan meningkatnya kerja sama militer antara China, Rusia, dan Korea Utara semakin memperumit situasi di kawasan Asia Pasifik.
Sebagai negara kuat dan besar, China ingin diakui sebagai pemain utama dalam geopolitik regional dan global. Sementara itu, AS bersama sekutunya mencoba menjaga hegemoni mereka dalam kawasan tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan yang berpotensi memicu konflik di kawasan Asia Pasifik.
Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri China, klaim maritim mereka di Laut China Selatan didasarkan pada sejarah panjang mereka sebagai pemilik wilayah tersebut. Mereka juga menegaskan bahwa tujuan militerisasi di wilayah tersebut adalah untuk menjaga keamanan nasional mereka, bukan untuk mengancam negara-negara tetangga.
Tantangan terbesar di hadapan China adalah bagaimana mereka bisa menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara tetangga dan juga dengan negara-negara Barat tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional mereka. Upaya diplomasi dan dialog menjadi kunci untuk mencegah eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Dalam menghadapi situasi ini, AS dan sekutunya juga perlu berpikir secara bijak dan adil dalam menangani sengketa wilayah di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Tindakan konfrontasi dan provokatif hanya akan menambah kompleksitas situasi dan memperburuk hubungan antara China dan negara-negara Barat.
Kedua belah pihak perlu berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa wilayah dengan prinsip keadilan, hukum internasional, dan dialog damai. Hanya dengan pendekatan yang adil dan keseimbangan kepentingan antara semua pihak, sengketa wilayah di kawasan Asia Pasifik bisa diselesaikan tanpa meningkatkan ketegangan regional dan mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.