PNS di Jepang Gugat Wali Kota Rp 1 Miliar Usai Dipaksa Datang Lebih Awal 5 Menit dari Jam Kerja

Tanggal: 15 Mar 2025 17:25 wib.
Baru-baru ini, pekerja pemerintah di Jepang telah mengambil langkah hukum terhadap mantan Wali Kota Ginnan, Hideo Kojima, dengan tuntutan mencapai 10,9 juta yen, yang setara dengan sekitar Rp 1,19 miliar. Kasus ini menjadi perbincangan hangat, mengingat kebijakan yang diterapkan oleh Kojima yang mewajibkan seluruh pegawai untuk tiba di kantor lima menit lebih awal dari jam kerja yang sudah ditentukan. 

Menurut berita yang dilansir oleh News18 pada 13 Maret 2025, pengaturan ini mewajibkan 146 pekerja pemerintah hadir di kantor pada pukul 08.25, padahal waktu masuk yang sejatinya adalah pukul 08.30. Aturan yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2021 tersebut mengakibatkan karyawan yang tidak mematuhinya harus menerima sanksi berat, termasuk penurunan pangkat atau bahkan pemecatan. Praktik ini berlangsung selama tiga tahun dan berhasil menarik perhatian media nasional Jepang.

Awal mula tuntutan ini bermula ketika kebijakan yang diterapkan oleh Kojima dihentikan setelah ia mengundurkan diri pada Februari 2024. Meskipun aturan tersebut telah berakhir, para pegawai merasa bahwa waktu tambahan lima menit yang mereka jalani setiap hari selama bertahun-tahun seharusnya dihargai sebagai waktu lembur. Hal ini mendorong mereka untuk mengajukan keluhan resmi ke Komisi Perdagangan Jepang, yang kemudian mengkonfirmasi tindakan mereka.

Dalam gugatannya, mereka meminta hak atas kompensasi lembur senilai 10,9 juta yen, yang diperoleh berdasarkan waktu tambahan yang dijalani selama tiga tahun kebijakan tersebut berlaku. Pekerja merasa telah dirugikan oleh kebijakan ini dan berhak untuk menerima kompensasi yang sesuai dengan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Pada November 2024, Komisi Perdagangan Jepang memutuskan untuk mendukung para pekerja dan memberikan instruksi kepada pemerintah Ginan untuk membayar kompensasi yang diminta.

Sebagai kelanjutannya, sebuah proposal anggaran tambahan untuk membahas masalah kompensasi tersebut diajukan kepada dewan kota pada 28 Februari 2025. Namun, hingga saat ini, pembayaran dari pemerintah Ginan belum terlaksana, sehingga menimbulkan perdebatan yang sengit di kalangan masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa kasus ini mencerminkan isu yang lebih luas di Jepang, yaitu masalah "karoshi," atau kematian akibat bekerja terlalu keras.

Masyarakat Jepang juga mulai semakin sadar akan pentingnya keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Kebijakan seperti yang diterapkan oleh Kojima, meskipun dalam konteks untuk meningkatkan produktivitas, ternyata berpotensi menambah beban kerja dan stres bagi para pekerja. Kasus ini menjadi titik perhatian bagi pemerintah dan masyarakat mengenai reformasi kebijakan kerja yang lebih adil dan manusiawi di masa mendatang.

Oleh karena itu, tuntutan yang diajukan oleh para pekerja pemerintah di Ginnan ini tidak hanya tentang kompensasi finansial semata, tetapi juga menciptakan momentum bagi perubahan kebijakan kerja yang lebih baik demi tercapainya kesejahteraan pekerja di Jepang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved