Picu Kekerasan dan Perundungan Remaja, TikTok Bakal Dilarang di Albania
Tanggal: 22 Des 2024 23:18 wib.
Aplikasi TikTok dikabarkan akan segera dilarang di Albania. Kabar ini datang setelah adanya laporan mengenai anak-anak yang membawa senjata tajam dan benda-benda lain ke sekolah untuk digunakan dalam pertengkaran, yang diduga terkait dengan konten yang ada di platform TikTok.
Perdana Menteri Albania, Edi Rama, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menutup layanan video TikTok selama satu tahun karena dianggap sebagai pemicu kekerasan dan perundungan, terutama di kalangan anak-anak. Hal ini terkait dengan kejadian kematian seorang remaja akibat ditikam oleh remaja lain setelah adu fisik, yang diduga bermula dari interaksi di platform TikTok.
Pasca kejadian tersebut, pihak berwenang Albania menggelar sekitar 1.300 pertemuan dengan para guru dan orang tua untuk membahas permasalahan kekerasan dan perundungan yang dikaitkan dengan konten TikTok.
Pernyataan resmi dari Edi Rama menyebutkan bahwa TikTok akan ditutup sepenuhnya di Republik Albania. Ia juga mengungkapkan bahwa penutupan tersebut akan dilaksanakan dalam tahun depan, meskipun tanggal pastinya belum disebutkan.
Terkait kabar ini, pihak TikTok merespons dengan meminta kejelasan dari pemerintah Albania terkait kasus penikaman tersebut. Mereka menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti yang menghubungkan kasus tersebut dengan konten yang ada di platform TikTok.
Di sisi lain, menurut para peneliti lokal, anak-anak di Albania merupakan sebagian besar pengguna TikTok di negara tersebut. Kekhawatiran muncul dari orang tua setelah adanya laporan tentang kehadiran senjata tajam dan benda-benda berbahaya di lingkungan sekolah, yang diduga terkait dengan konten-konten yang mereka saksikan di TikTok.
Tindakan pemerintah Albania ini diambil karena kekhawatiran akan dampak negatif dari konten-konten di TikTok yang dianggap meresahkan masyarakat. Meskipun TikTok telah mengklarifikasi bahwa tidak ada keterlibatan langsung dari platform mereka terhadap kasus-kasus kekerasan dan perundungan, namun pernyataan itu tidak sepenuhnya meredakan kekhawatiran dari pemerintah setempat.
Pentolan Albania juga menyoroti perbedaan perilaku TikTok di China, tempat induk perusahaan, ByteDance, berkantor pusat. Mereka menekankan bahwa konten TikTok di China promosi pada nilai-nilai positif, seperti pembelajaran dan pelestarian lingkungan.
Edi Rama juga menegaskan bahwa Albania terlalu kecil untuk menekan ByteDance dalam membuat perubahan algoritma TikTok. Ia menuliskan bahwa keadaan tersebut menjadi kendala dalam upaya menekan konten yang dinilai merugikan.
Sebagai langkah perlindungan, pemerintah Albania telah merencanakan serangkaian tindakan di lingkungan sekolah, mulai dari peningkatan kehadiran polisi, program pelatihan, hingga kerja sama yang lebih erat dengan orang tua dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dari konten-konten di TikTok.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan keputusan menutup TikTok. Seorang anggota parlemen dari partai oposisi utama, Ina Zhupa, memandang bahwa keputusan tersebut merupakan tindakan penekanan terhadap kebebasan berbicara dan demokrasi.
Keputusan Albania ini menyusul langkah serupa dari beberapa negara Eropa, seperti Prancis, Jerman, dan Belgia, yang memberlakukan pembatasan akses anak-anak ke media sosial. Di sisi lain, Australia bahkan telah melarang media sosial sepenuhnya bagi anak muda di bawah usia 16 tahun.
Dari kejadian ini, kita dapat melihat bahwa dampak dari konten di platform media sosial, seperti TikTok, memiliki konsekuensi serius yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan publik. Tindakan pemberlakuan aturan dan pembatasan akses, seperti yang dilakukan oleh Albania dan negara-negara lain, menjadi langkah untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari dampak negatif yang muncul dari konten-konten tertentu. Meskipun demikian, hal ini juga menimbulkan perdebatan terkait dengan kebebasan berbicara dan peran negara dalam mengatur media sosial.