Pesawat Mission Aviation Fellowship (MAF) tidak dapat lagi Layani Masyarakat Dayak

Tanggal: 16 Nov 2017 23:25 wib.
Tampang.com — Sudah Sepekan ini, Mission Aviation Fellowship (MAF) tidak dapat melayani penumpang pedalaman di Kalimantan Utara, seperti ke Krayan di Nunukan maupun melayani antar desa di Malinau. 

Kondisi ini membuat sekira 15 mahasiswa yang mengatasnamakan dari Ikatan Mahasiswa Dayak Kota Tarakan, pada Rabu (15/11) sore sekitar pukul 15.00 Wita mendatangi kantor MAF Tarakan di sekitar area Bandara Udara Juata Tarakan. Tujuan kedatangan mereka untuk mempertanyakan alasan tidak beroperasinya MAF melayani masyarakat di area perbatasan Kalimantan Utara.

Ketua Ikatan Mahasiswa Dayak Kota Tarakan Michael mengatakan, masyarakat di daerah perbatasan dan daerah terpencil Provinsi Kalimantan Utara sangat membutuhkan sarana transportasi yang mumpuni. Satu-satunya moda transportasi udara yang telah tersedia sejak puluhan tahun terakhir adalah MAF, yang diketahui merupakan satu-satunya pesawat perintis di daerah terpencil Kaltara dan non profit. “Sudah sejak lama pesawat MAF sebagai armada udara melayani beberapa daerah terpencil di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Utamanya dalam membantu mengantarkan warga yang sakit dan segera membutuhkan perawatan medis, dari daerah terpecil menuju Kota Tarakan. MAF juga pernah mengantarkan jasad dari daerah terpencil,” tuturnya.

Namun ternyata dalam beberapa hari terakhir maskapai MAF tidak melayani warga di daerah perbatasan. Sehingga para mahasiswa mendatangi MAF untuk mendapatkan kejelasan. “Kedatangan kami ingin mengetahui mengapa armada MAF dalam beberapa hari terakhir tidak terbang melayani masyarakat perbatasan. Kami mengharapkan jangan sampai warga di daerah perbatasan dan daerah terpencil mengalami kesusahan dalam hal transportasi,” tuturnya.

Kedatangan mahasiswa disambut Tom Chrisley, Officer Manager MAF Tarakan. Tom menyampaikan penjelasan alasan MAF tidak beroperasi dalam beberapa hari terakhir dikarenakan belum keluarnya izin penerbangan MAF dari Kementerian Perhubungan. “Izin penerbangan MAF, telah berakhir masa berlakunya pada 8 November 2017, sehingga untuk sementara ini kami sampaikan bahwa saat ini MAF tidak dapat melakukan pelayanan penerbangan umum bagi masyarakat, pemerintah daerah, dan lain-lain,” ungkap Tom.

Pengurusan izin penerbangan untuk melayani angkutan umum ini sudah dimulai pihak MAF pusat sejak Juli 2017 kepada pihak Kementerian Perhubungan. “Proses perizinan berjalan dengan baik, dan saat ini telah sampai pada tataran Direktorat Jenderal perhubungan udara di Jakarta. Namun, untuk proses lebih lanjut kami harus menunggu Bapak direktur jenderal perhubungan udara yang sedang dinas luas negeri,” lanjutnya.

Selain masih menunggu keluarnya surat izin tersebut, pihak MAF juga sedang menunggu hasil audit yang dilakukan Dirjen Perhubungan Udara, yang sudah dilakukan kurang lebih sepekan terakhir. 

Saat ditanya apakah audit ini ada kaitannya dengan isu diberlakukannya tiket dengan tarif non komersil yang harganya dinilai mendekati ambang batas, Tom tak menapik. Diakuinya, selama ini pihaknya memang memungut donasi dari masyarakat, dengan nominal tertentu. Namun, hal ini berdasarkan hasil audit oleh kementerian terkait. Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga dilakukan dikarenakan izin maskapainya selama ini untuk melayani penerbangan non komersil.  Hanya saja karena kebutuhan masyarakat, pihaknya tetap melayani warga pedalaman. “Di sinilah titik persoalannya. Kami tidak bisa secara penuh memberikan subsidi agar tarif tiket menjadi murah dan bisa dijangkau masyarakat pedalaman,” bebernya.

Tom menegaskan bahwa ada sekira 50 persen jumlah penumpang tidak ada sponsor untuk itu, sehingga pihak MAF terpaksa menarik donasi dari masyarakat dengan nominal tertentu. “Untuk tarif tiketnya sendiri, seperti di Krayan, penumpang kami kenakan Rp 1 juta per orang. Ini tanpa Subsidi. Kalau ke Malinau, kami kenakan Rp 500 ribu. Jika dari Malinau menuju desa-desa di Malinau juga kami kenakan seharga Rp 350 ribu. Harga ini ditetapkan karena sudah disubdisi dari Kabupaten Malinau,” ucapnya. 

Untuk kegiatan sosial, Tom memastikan tidak ada biaya yang dipungut pihaknya, seperti mengantarkan warga yang menderita sakit. Semuanya ditanggung oleh pihak MAF. Namun, selama berhenti beroperasi, pihaknya belum mengangkut satu pun warga yang sakit karena kondisinya tidak masuk dalam kategori darurat. “Sebenarnya banyak permintaan. Kemarin ada usus buntu, tapi ketika saya konsultasi sama dokter, belum gawat darurat. Hari ini ada orang jari manisnya patah karen mesin chainsaw, urat tendonnya putus. Kami sudah pertimbangan untuk jemput tapi dokter bilang masih bisa menunggu penerbangan reguler di hari Sabtu. Jadi kami anggap itu belum gawat darurat,” tuturnya. 

Dijelaskan Tom pula, sejak 1872, MAF beroperasi dan melayani beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau, sedikitnya menjangkau hingga 30 lokasi.  Saat ini empat armada yang bisa beroperasi yaitu dua unit Quest Kodaik dan dua unit Cessna.

Sementara itu, Bupati Malinau Yansen Tipa Padan mengaku akibat terhentinya operasi MAF melayani ke Malinau maupun antar desa di Malinau, warga Malinau merasa sangat kesulitan lantaran MAF selama ini satu-satunya yang diandalkan dalam hal transportasi udara. “MAF itu sudah 60 tahun melayani masyarakat pedalaman di Kalimantan Utara. Dan penduduk yang berada di perbatasan juga bisa gelisah, karena pesawat Susi Air juga tidak bisa membantu untuk mengangkut orang sakit dari desa ke desa,” ungkap Yansen. 

Yansen pun berharap kepada pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan, agar warganya cepat terakomodir dengan transportasi udaram karena MAF. “Kementerian Perhubungan jangan terlalu mempersoalkan proses. Yang penting rakyat terlayani dan jika ada maskapai lain yang bisa melayani daerah perbatasan, itu sangat baik lagi,” ungkapnya. 

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved