Pertempuran Udara India-Pakistan: Tiga Pelajaran Penting bagi Indonesia
Tanggal: 26 Mei 2025 12:41 wib.
Tampang.com | Pertempuran udara antara India dan Pakistan yang pecah pada 7 Mei 2025 menjadi sorotan tajam di kalangan pengamat militer dan pakar strategi pertahanan global. Dalam hitungan jam, foto-foto bangkai jet tempur Dassault Rafale milik India tersebar luas di media sosial, diklaim telah ditembak jatuh oleh pesawat J-10 Chengdu milik Angkatan Udara Pakistan menggunakan rudal udara-ke-udara PL-15E buatan China.
Klaim ini memicu perdebatan sengit, sekaligus menyoroti kompleksitas perang modern yang tak hanya melibatkan kecanggihan senjata, tetapi juga informasi, propaganda, dan diplomasi. Di balik konflik dua negara bertetangga tersebut, tersimpan pelajaran penting yang dapat diambil oleh Indonesia dalam memperkuat pertahanan udaranya.
1. Dominasi Teknologi Tak Selalu Menjamin Kemenangan
Pertempuran yang disebut sebagai "Operation Sindoor" oleh India justru berubah menjadi mimpi buruk. Lima pesawat tempur India diklaim berhasil dijatuhkan Pakistan, termasuk tiga jet Rafale dan dua pesawat buatan Rusia. Meskipun India memiliki armada udara yang dinilai lebih modern dan canggih, termasuk keunggulan avionik seperti sistem multi-sensor data fusion pada Rafale, hasil di medan tempur membuktikan bahwa kemenangan tak hanya bergantung pada spesifikasi teknis.
Faktor krusial yang menonjol adalah kemampuan pilot dan sistem reaksi cepat. Jet tempur J-10 yang digunakan Pakistan, meskipun tak secanggih Rafale, mampu dimaksimalkan berkat latihan intensif, data intelijen real-time, serta jaringan pertahanan udara yang terintegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa “the man behind the gun” masih menjadi elemen vital dalam pertempuran udara.
2. Pentingnya Pertahanan Berlapis dan Sistem Terpadu
Keberhasilan Pakistan mempertahankan wilayah udaranya juga mencerminkan efektivitas sistem pertahanan udara berlapis. Dengan dukungan teknologi radar, pesawat intai, dan sistem deteksi cepat berbasis teknologi China, Pakistan mampu merespons serangan dengan koordinasi yang sangat baik.
Indonesia bisa belajar dari pendekatan ini dengan memperkuat sistem radar, mempercepat waktu reaksi, serta memastikan integrasi antara pesawat tempur, pangkalan udara, dan sistem rudal darat-ke-udara. Pertahanan yang tak hanya fokus pada alutsista mahal, tetapi juga sistem komunikasi dan deteksi dini yang efisien, menjadi kunci dalam menghadapi ancaman.
3. Perang Informasi dan Diplomasi Menentukan Persepsi Global
Pasca pertempuran, baik India maupun Pakistan bergerak cepat dalam perang informasi. Pakistan menggencarkan propaganda di media sosial dan media internasional untuk memperkuat posisi tawarnya, dengan menyoroti jatuhnya jet Rafale sebagai simbol kemenangan atas kekuatan Barat. China turut ambil bagian dengan menyebar konten-konten satir yang meragukan superioritas teknologi Barat.
India merespons dengan narasi tandingan, mengklaim bahwa serangan udara mereka berhasil menghancurkan markas kelompok teroris dan bahwa "Operation Sindoor" adalah sebuah keberhasilan. Dalam waktu bersamaan, kedua negara juga saling berlomba mengirim delegasi diplomatik ke berbagai negara guna membentuk opini global.
Indonesia, sebagai negara yang berada di kawasan dengan potensi konflik regional, perlu menyadari pentingnya pengelolaan informasi strategis dan diplomasi militer. Persepsi global terhadap konflik sering kali dibentuk bukan hanya oleh fakta di lapangan, tetapi juga oleh narasi yang dibangun melalui media dan diplomasi.