Perang Arab di Depan Mata, Ini Peta Kekuatan Israel vs Hizbullah
Tanggal: 8 Jul 2024 20:01 wib.
Ancaman konflik baru di wilayah Timur Tengah kembali muncul dengan adanya ketegangan yang semakin meningkat antara Israel dan Hizbullah. Pejabat Israel berulang kali menyuarakan ancaman untuk meningkatkan serangan, sementara Hizbullah dari Lebanon pun menanggapi tantangan tersebut.
Mantan anggota kabinet perang Israel, Benny Gantz, dalam sebuah konferensi di Universitas Reichman di Herzliya, Israel, mengeluarkan ancaman baru terhadap Lebanon serta Hizbullah. "Kita dapat menjerumuskan Lebanon sepenuhnya ke dalam kegelapan dan menghancurkan kekuatan Hizbullah dalam hitungan hari," demikian kata Gantz, demikian dikutip dari CNN International pada Minggu (7/7/2024).
Ancaman ini bukanlah kali pertama muncul dari pihak Israel terhadap Lebanon dan Hizbullah, menandakan bahwa ketegangan antara kedua wilayah tersebut semakin memuncak.
Mencoba untuk menghancurkan Lebanon sepenuhnya sebetulnya bukanlah hal yang sulit bagi Israel. Negara itu sendiri telah mengalami berbagai masalah, seperti layanan listrik yang sering lumpuh dan keruntuhan ekonomi yang terjadi selama bertahun-tahun. Dengan demikian, beberapa serangan udara yang diarahkan secara tepat mungkin saja dengan mudah menghancurkannya.
Namun, hal yang jauh lebih sulit adalah upaya untuk menghancurkan kekuatan militer Hizbullah dalam waktu singkat. Sejak perang yang terjadi pada tahun 2006, baik Israel maupun Hizbullah telah melakukan persiapan untuk pertempuran berikutnya.
Menurut perkiraan Israel, Hizbullah memiliki lebih dari 150.000 rudal dan roket, dengan kemampuan menembakkan sekitar 5.000 rudal sejak Oktober 2023. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar persenjataannya masih dalam kondisi baik, seperti yang diungkapkan oleh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dalam pidatonya beberapa waktu yang lalu.
Pihak Israel terkejut dengan kecanggihan serangan yang dilakukan oleh Hizbullah, menunjukkan bahwa menghancurkan kekuatan militernya dalam waktu singkat mungkin bukanlah hal yang mudah.
Selain dari aspek persenjataan, Hizbullah juga mampu mengerahkan sekitar 40.000 hingga 50.000 pejuang yang telah memperoleh pengalaman tempur dari pertempuran bersama pasukan rezim dalam perang saudara Suriah. Disiplin serta latihan tempur yang sangat baik mengukuhkan kekuatan dari pasukan Hizbullah, membuatnya berbeda dengan kelompok gerilya lainnya.
Situasi geografis Lebanon juga memberikan keunggulan bagi Hizbullah. Dengan adanya dukungan dari rezim yang bersahabat di Suriah dan Irak, membuka akses langsung ke Iran, membuat status Lebanon tidak terkepung oleh tetangga yang bermusuhan seperti halnya yang terjadi di Gaza.
Selama ini, Israel telah secara rutin menyerang target di Suriah yang dianggap terkait dengan pengiriman senjata ke Hizbullah. Namun, hasil dari serangan-serangan ini tidak menjamin kehancuran total terhadap pasokan persenjataan Hizbullah.
Jika terjadi konflik berskala penuh, kedua belah pihak dipastikan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan satu sama lain. Ancaman perang ini juga mengubah keseimbangan strategis di wilayah Timur Tengah, di mana musuh Israel kini didominasi oleh aktor non-negara seperti Hizbullah, Hamas, Jihad Islam, Houthi, dan beberapa milisi di Irak dan Suriah yang turut didukung oleh Iran.
Dukungan yang konsisten dari AS kepada Israel juga semakin menimbulkan tekanan di wilayah Timur Tengah. AS sudah memastikan dukungannya kepada Israel jika terjadi konflik berskala penuh dengan Hizbullah. Hal ini membuat sejumlah aktor non-negara di wilayah ini juga mengintai kepentingan AS dan Barat.
Contohnya, kelompok Houthi di Yaman, yang sebelumnya hanya merupakan milisi kecil, kini dengan bantuan Iran telah mampu menembakkan rudal balistik ke arah Israel. Kelompok Houthi juga masih terus mengincar jalur pengiriman di Laut Merah, bahkan meskipun sudah ada armada yang dipimpin oleh AS di sekitar wilayah tersebut.
Sementara itu, milisi yang didukung oleh Iran di Irak dan Suriah telah menahan diri setelah adanya serangkaian serangan yang dilakukan oleh AS, termasuk setelah pesawat tak berawak AS menewaskan tiga tentara Amerika di Yordania. Namun demikian, situasi tersebut dapat berubah jika terjadi konflik antara Israel dan Hizbullah.
Sepanjang bulan Oktober, ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel terus berfluktuasi, namun, beberapa minggu terakhir, ketegangan tersebut semakin meningkat dan kemungkinan konflik tampak semakin besar. Beberapa negara seperti Jerman, Swedia, Kuwait, Belanda, dan beberapa negara lain, sudah menyarankan warga negaranya untuk segera meninggalkan Lebanon.
Ancaman perang di wilayah Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Hizbullah, semakin membesar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang besar di wilayah tersebut.
Dengan adanya tekanan-tekanan dari berbagai pihak dan ketegangan yang semakin meningkat, dapat dirasakan bahwa situasi di wilayah Timur Tengah semakin tidak stabil. Kemungkinan terjadinya konflik besar yang melibatkan Israel dan Hizbullah juga semakin besar. Semua pihak diharapkan mampu menemukan jalan diplomasi yang tepat untuk mengatasi ketegangan yang ada dan mencegah kemungkinan terjadinya perang.