Penyimpangan Data Center di Malaysia Dorong Peningkatan Ekonomi Digital
Tanggal: 8 Nov 2024 19:09 wib.
Raksasa teknologi seperti Google, Amazon, Nvidia, dan Alibaba telah membangun pusat data di Malaysia, khususnya di kawasan Johor. Hal ini merupakan indikasi penting akan kebutuhan yang semakin krusial bagi infrastruktur data center guna mendukung teknologi komputasi cloud dan kecerdasan buatan (AI), yang diyakini menjadi penggerak utama ekonomi digital di masa depan.
Kawasan Asia Tenggara menjadi sorotan utama karena masih memiliki kapasitas lahan, sumber listrik yang melimpah, dan pasokan air yang cukup untuk mendukung pembangunan infrastruktur data center. Johor pun menjadi target utama untuk pembangunan data center, dengan salah satu faktornya adalah lokasinya yang dekat dengan perbatasan Singapura yang merupakan jalur internet bawah laut tersibuk di dunia.
Sebelumnya, Singapura menjadi incaran investor asing untuk membangun data center. Namun, pada 2019, Singapura yang padat populasi memberlakukan moratorium yang mempersulit pembangunan data center. Hal ini dikarenakan penggunaan energi yang berlebihan di negara tersebut. Oleh karena itu, Malaysia menjadi pilihan menarik dengan hubungan yang baik dengan AS dan China, sehingga meminimalisir risiko politik yang mungkin dihadapi oleh perusahaan asing yang hendak berinvestasi di sana. Disamping itu, pemerintah Malaysia juga menunjukkan sikap yang cukup mendukung bagi investor asing.
Berdasarkan laporan dari Rest of World, Malaysia diketahui meningkatkan kapasitas data center dengan cepat di kawasan Asia-Pasifik. Potensi permintaan listrik di Malaysia mencapai 850 MW yang diumumkan untuk semester 2024. Johor sendiri telah berhasil menarik sekitar 50 proyek data center dalam 3 tahun terakhir, termasuk proyek dari ByteDance dan Microsoft. Firma riset DC Byte juga mencatat bahwa kapasitas total data center di Johor, termasuk yang sedang dibangun dan yang direncanakan, telah tumbuh 100 kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Popularitas data center di Johor bahkan memberikan dampak positif dengan menciptakan sekitar 40.000 lapangan kerja baru di Malaysia, menurut laporan dari Rest of World. Perkiraan dari Maybank bahkan menunjukkan bahwa Johor akan menarik investasi data center senilai US$3,8 miliar pada tahun ini.
Malaysia telah lama menargetkan negaranya sebagai pusat teknologi global. Ekonomi digital Malaysia sudah berhasil mempekerjakan lebih dari 1,2 juta orang tahun lalu dan ikut berkontribusi terhadap seperempat total PDB.
Adapun Singapura, setelah melihat potensi besar industri data center dalam beberapa tahun ke depan, akhirnya kembali mengizinkan penambahan data center baru dengan kapasitas 300 MW, dengan syarat menggunakan sumber energi hijau. Namun, para operator data center ternyata sudah lebih dulu menemukan wilayah baru untuk pembangunan fasilitas data center, yaitu di tetangga Singapura.
Amazon, Google, Meta, dan beberapa perusahaan teknologi lainnya memang menjalankan data center mereka sendiri. Namun, mereka juga tetap mengandalkan pihak ketiga untuk 30% kebutuhan di AS dan sekitar 90% kebutuhan global. Kebanyakan data center di Johor dijalankan oleh pihak ketiga, sehingga tak memiliki kesepakatan langsung dengan perusahaan teknologi sebelum proyek dimulai. Setiap data center yang dibangun oleh vendor pihak ketiga ternyata bernilai sekitar US$ 1-2 miliar. Oleh karena itu, perusahaan teknologi berlaku sebagai penyewa dengan memasang hardware mereka sendiri di dalam fasilitas data center.
Rangu Salgame, CEO dari Princeton Digital Group, bahkan memprediksi Malaysia akan menjadi pasar data center terbesar ke-2 di dunia dalam 5 tahun ke depan. Artinya, hal ini akan meningkatkan peran Malaysia dalam industri teknologi global, dan tentu juga akan memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi digital negara.
Sektor ini bahkan bisa diukur dari kapasitas listrik yang digunakan. Virginia Utara, misalnya, telah memiliki kapasitas aktif 4,2GW dan tambahan 11,4GW yang sedang dibangun. Sementara Johor pada 3 tahun lalu hanya memiliki kapasitas di bawah 10MW, kini sudah berhasil mencapai 0,34GW yang aktif dan tambahan 2,6GW yang sedang dibangun.
Peran pemerintah sangat penting dalam menyulap Johor sebagai kekuatan data center baru di Asia. Pemerintah menarik minat investor dengan memudahkan proses perizinan. Salgame bahkan menyatakan bahwa pengajuan, pembangunan, dan pengoperasian data center perusahaannya di Johor hanya memakan waktu sekitar 15 bulan.
Hendra Suryakusuma, Ketua Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), juga menyebutkan bahwa Malaysia memberikan banyak insentif bagi pelaku data center. Perusahaan dengan teknologi ramah lingkungan bahkan mendapatkan insentif yang lebih banyak. Kendati demikian, kebutuhan listrik dan air menjadi ancaman serius di Malaysia. Riset Bank Investasi Kenanga memprediksi kebutuhan listrik dari data center di sana dapat mencapai 5 gigawatt pada 2035.
Wali Kota Johor Bahru, Mohd Noorazam Osman, mengatakan bahwa pemerintah harus mampu menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan pabrik desalinasi bisa mengubah air laut atau air payau menjadi air tawar, sehingga kebutuhan air masyarakat lokal tetap terpenuhi. Area Johor Bahru bahkan mulai menghadapi krisis air karena alokasi air yang terlalu besar untuk data center.
Peran pemerintah dalam memberikan panduan jelas soal implementasi penggunaan data center ramah lingkungan juga sangat diperlukan di sana. Hal ini menjadi poin penting agar pertumbuhan industri data center di Malaysia dapat berlangsung sejalan dengan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.