Sumber foto: iStock

Penurunan Kualitas Hidup di Korea Selatan: Kepuasan Hidup Menurun, Angka Bunuh diri Meningkat

Tanggal: 28 Feb 2025 14:16 wib.
Korea Selatan, negara yang terkenal dengan drama-drama menarik dan budaya pop yang mendunia, kini menghadapi tantangan serius dengan kondisi mental dan kualitas hidup warganya. Laporan terbaru menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Korea Selatan tidak seindah yang dibayangkan. Indikator Kualitas Hidup 2024 dari Statistik Korea mengungkapkan penurunan signifikan dalam kualitas hidup warga serta peningkatan angka bunuh diri yang mengkhawatirkan.

Dalam analisis terbaru, skor kepuasan hidup subjektif masyarakat Korea Selatan menunjukkan penurunan. Pada tahun 2023, skor kepuasan hidup rata-rata hanya mencapai 6,4 dari skala 10, mengalami penurunan 0,1 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak warga Korea Selatan merasa kurang puas dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam konteks global, Korea Selatan terjebak di posisi yang mengecewakan, berada di peringkat ke-33 dari 38 anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dengan skor rata-rata kebahagiaan hanya 6,06 dari tahun 2021 hingga 2023, jauh di bawah rata-rata OECD yang mencapai 6,69.

Lebih mencolok lagi, angka bunuh diri di Korea Selatan mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan. Menurut laporan tersebut, angka kematian akibat bunuh diri mencapai 27,3 per 100.000 jiwa pada tahun 2023. Ini merupakan angka tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, melampaui angka 24,3 yang tercatat pada tahun 2017. Penting untuk dicatat bahwa angka bunuh diri ini sempat mencapai puncaknya pada 31,7 per 100.000 jiwa pada tahun 2011, namun sempat mengalami penurunan sebelum kini kembali merangkak naik.

Data yang lebih mendalam menunjukkan bahwa pria memiliki risiko hampir dua kali lipat lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Angka bunuh diri pria meningkat menjadi 38,3 per 100.000 kematian pada tahun 2023, naik dari 35,3 di tahun sebelumnya. Sementara itu, angka bunuh diri wanita juga mengalami kenaikan, dari 15,1 menjadi 16,5 per 100.000 jiwa. Penyebab peningkatan angka ini bisa sangat bervariasi, mulai dari tekanan di tempat kerja, kesulitan ekonomi, hingga masalah kesehatan mental yang mungkin tidak mendapatkan perhatian yang cukup.

Tidak hanya angka total yang mengkhawatirkan, tetapi juga pola yang terlihat berdasarkan usia. Angka bunuh diri meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai level tertinggi 59,5 per 100.000 jiwa untuk mereka yang berusia 80 tahun ke atas. Mereka yang berusia 70-an juga menunjukkan angka yang tinggi, yaitu 39 per 100.000 jiwa. Ini menunjukkan adanya tantangan khusus untuk populasi lanjut usia yang mungkin menghadapi isolasi sosial, kehilangan, atau kondisi kesehatan yang memburuk.

Lebih jauh lagi, tingkat bunuh diri di Korea Selatan mencatatkan angka paling tinggi di antara negara-negara anggota OECD. Pada tahun 2021, tingkat bunuh diri Korea Selantan berhasil mencatatkan angka 24,3 per 100.000 jiwa, meninggalkan Lithuania yang berada di posisi kedua dengan angka 18,5 dan Slovenia dengan 15,7. Sementara itu, sebagian besar negara di OECD melaporkan tingkat bunuh diri di bawah 15, sebuah fakta yang menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi oleh Korea Selatan.

Laporan ini menunjukkan bahwa selain angka bunuh diri yang mengkhawatirkan, hubungan keluarga juga semakin memburuk. Di Korea Selatan, keluarga sering diharapkan berfungsi sebagai sistem dukungan sosial utama. Namun, seiring dengan perubahan sosial yang cepat, banyak individu merasa semakin terasing dari orang tua, saudara, dan pasangan mereka. Dinamika ini menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental masyarakat dan berkontribusi pada angka bunuh diri yang terus meningkat.

Sebagai negara dengan populasi yang relatif homogen, Korea Selatan mengalami kesulitan dalam mencari solusi yang efektif untuk permasalahan ini. Banyak inisiatif telah diluncurkan untuk mengurangi angka bunuh diri, mulai dari program pendidikan kesehatan mental hingga kampanye sosial untuk meningkatkan kesadaran. Namun, tantangan untuk mengubah stigma seputar kesehatan mental dan mendorong individu untuk mencari bantuan masih sangat besar.

Kondisi ini menciptakan kebutuhan mendesak untuk menyusun strategi yang lebih efektif dalam menangani isu kesehatan mental di Korea Selatan. Banyak organisasi dan pemerintah mulai menyadari pentingnya intervensi yang tepat, tetapi perjalanan menuju perubahan yang lebih baik masih panjang. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat agar kita dapat membangun lingkungan yang sehat bagi kesejahteraan mental individu.

Dengan latar belakang budaya yang dikenal kuat dan kehidupan yang tampaknya glamor, angka bunuh diri yang tinggi ini sangat mengecewakan dan menunjukkan sisi kelam dari kemajuan yang diperoleh Korea Selatan. Semua itu mengisyaratkan pentingnya perhatian lebih besar terhadap isu kesehatan mental yang masih menjadi tantangan besar bagi banyak negara, termasuk Korea Selatan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved