Sumber foto: iStock

Partai Komunis China Ulang Tahun, Xi Jinping Deklarasikan Ini

Tanggal: 2 Okt 2024 05:10 wib.
Presiden China Xi Jinping kembali menegaskan janjinya untuk menyatukan negaranya dengan Taiwan dalam perayaan ulang tahun ke-75 Partai Komunis China. Dalam pidatonya di Aula Besar Rakyat di Beijing, Xi menjelaskan tekadnya untuk mencapai "penyatuan kembali tanah air secara menyeluruh" dan menegaskan bahwa hal ini tak bisa diganggu-gugat.

Kantor berita pemerintah Xinhua melaporkan bahwa Xi menyampaikan pesan ini kepada ribuan orang yang hadir, dengan menyebutnya sebagai "tren yang tidak dapat diubah, penyebab kebenaran, dan aspirasi bersama rakyat". Ia juga menegaskan bahwa "tidak seorang pun dapat menghentikan laju sejarah".

Xi Jinping juga menyoroti bahwa Taiwan adalah wilayah suci China, dan bahwa orang-orang di kedua sisi selat itu terhubung oleh darah. Dalam jamuan makan yang dihadiri oleh lebih dari 3.000 orang, termasuk pejabat, pensiunan pemimpin partai, dan pejabat asing, ia menyerukan pertukaran ekonomi dan budaya yang lebih dalam di Selat Taiwan. Xi juga menyinggung soal promosi "keharmonisan spiritual sesama warga di kedua belah pihak" dan menegaskan bahwa mereka harus dengan tegas menentang kegiatan separatis 'kemerdekaan Taiwan'.

Partai Komunis China yang berkuasa mengklaim Taiwan sebagai milik China, meskipun Beijing tidak pernah mengendalikan pulau itu. China sendiri telah bersumpah untuk "menyatu kembali" dengan demokrasi yang memerintah sendiri, dengan kekerasan jika perlu. Di sisi lain, warga Taiwan banyak yang menjalankan pemerintahan sendiri dengan menunjuk presiden secara demokratis dan menolak menjadi bagian dari Komunis China.

Sejarah menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah diperintah oleh rezim yang berbeda sejak 1949, setelah berakhirnya perang saudara China. Kaum komunis mengambil alih kekuasaan di Beijing dan mendirikan Republik Rakyat China pada 1 Oktober 1949, sementara kaum nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taiwan, memindahkan pusat Republik China dari daratan utama ke Taipei.

Para pemimpin China sebelumnya telah bersumpah untuk suatu hari mengambil alih Taiwan, tetapi Xi Jinping merupakan yang paling tegas. Ia telah meningkatkan retorika dan agresi terhadap pulau demokrasi itu, memicu ketegangan di selat dan menimbulkan kekhawatiran akan konfrontasi militer. Beijing bahkan melabeli Presiden Taiwan saat ini, Lai Ching-te, sebagai "separatis berbahaya".

Ketegangan antara China dan Taiwan makin memanas setelah pelantikan Lai sebagai Presiden yang meminta China untuk menghentikan intimidasi terhadap Taiwan pada bulan Mei. Pejabat Taiwan juga melaporkan bahwa Beijing telah meningkatkan kegiatan militer di sekitar pulau tersebut dalam beberapa bulan terakhir, termasuk pelaksanaan latihan militer yang diurusi oleh militer China. Latihan ini dianggap dirancang untuk menguji kemampuan China dalam "merebut kekuasaan" atas pulau itu.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kerumitan hubungan antara China dan Taiwan masih tetap relevan dan memerlukan keterlibatan yang lebih dalam dari kedua belah pihak untuk mencari solusi yang adil dan damai dalam rangka mencapai kedamaian di kawasan Asia Timur. Konflik antara China dan Taiwan adalah isu penting dalam geopolitik regional, dan pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya perlu berupaya membangun dialog yang konstruktif untuk menemukan pemecahan masalah yang tepat.

Dalam upaya mencapai stabilitas dan perdamaian di wilayah tersebut, perlunya pihak-pihak terkait untuk menahan diri dari tindakan yang dapat memperkeruh situasi dan menjaga komunikasi terbuka untuk menyelesaikan ketegangan secara diplomatis. Hal ini penting untuk mencegah eskalasi konflik yang dapat berdampak negatif bagi kedua belah pihak dan kawasan sekitarnya. Membangun dialog yang terbuka dan seimbang dapat menjadi langkah awal yang baik dalam menangani isu-isu sensitif seperti konflik antara China danTaiwan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved