Sumber foto: Cnbcindonesia.com

Pangeran MBS: Kontroversi Normalisasi Hubungan Saudi-Israel

Tanggal: 1 Okt 2024 05:14 wib.
Dalam sebuah laporan eksklusif yang dirilis oleh The Atlantic pada 25 September 2024, putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), mengungkapkan sikap pribadinya yang kurang peduli terhadap isu Palestina. Laporan tersebut membahas dinamika normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, dengan menyoroti posisi Palestina dalam kesepakatan tersebut.

Rencana pembentukan negara Palestina telah menjadi topik hangat dalam hubungan diplomatik Saudi dan Israel. Kesepakatan ini dianggap menjadi awal dari normalisasi hubungan antara kedua negara, dengan AS memainkan peran penting dalam memfasilitasi kesepakatan ini. Selain mengatasi isu normalisasi hubungan, kesepakatan ini juga melibatkan dukungan AS dalam pengembangan program tenaga nuklir sipil untuk Saudi, serta komitmen Saudi terhadap dominasi dolar AS.

Menariknya, kesepakatan normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel tidak terlepas dari syarat utama, yaitu pembentukan negara Palestina. Dalam laporan yang sama, The Atlantic juga mengungkap bahwa para pejabat Saudi, termasuk ahli yang ditugaskan untuk merancang ulang infrastruktur Palestina, terlibat aktif dalam memperjuangkan penyelenggaraan berbagai sektor, termasuk kelistrikan dan sistem kesejahteraan sosial.

Selain itu, tekanan juga ditujukan kepada Otoritas Palestina di Tepi Barat untuk memperbaiki tata kelola dan memberantas korupsi di tubuh administrasinya. Semua pihak, termasuk Pangeran MBS, yang memegang peran kunci dalam negosiasi ini, berupaya keras untuk memastikan rencana ini mencakup berbagai aspek yang penting untuk kesejahteraan Palestina.

Pangeran MBS menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden memberikan peluang terbaik bagi terwujudnya rencana ambisius tersebut. Dia merasa optimis bahwa keuntungan dalam mendukung rencana tersebut akan meningkat di bawah pemerintahan Demokrat, menyebut bahwa dua pertiga dari Senat harus menyetujui perjanjian pertahanan Saudi-AS.

Namun, tantangan terbesar dalam kesepakatan ini adalah situasi di Gaza. MBS menekankan pentingnya kestabilan di wilayah tersebut, serta menyadari bahwa masyarakat Saudi, terutama generasi muda, semakin peduli dengan isu Palestina.

Bagi Pangeran MBS, sikap pribadinya yang kurang peduli terhadap isu Palestina tidak menjadi hambatan dalam mendukung rencana normalisasi hubungan Saudi-Israel. Meskipun secara pribadi dia tidak terlalu peduli, namun kesadaran akan pentingnya isu Palestina bagi masyarakatnya membuatnya yakin bahwa hal ini harus ditekankan dalam kesepakatan tersebut.

Pemerintah Saudi, meskipun menyangkal akurasi kutipan percakapan tersebut, juga menyoroti risiko pribadi yang dihadapi oleh Pangeran MBS dalam mengejar kesepakatan ini. Dia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap nasib yang menimpa Presiden Mesir Anwar Sadat, yang dibunuh setelah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.

Selain itu, keberhasilan kesepakatan ini tidak hanya bergantung pada komitmen AS dan Saudi, tetapi juga pada kemampuan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh Palestina serta mengatasi ancaman-ancaman internal maupun eksternal.

Dalam konteks ini, sikap Saudi terhadap negara Palestina juga telah dipublikasikan dalam berbagai kesempatan. Pihak Saudi telah menegaskan dukungannya untuk negara Palestina yang merdeka, dengan menolak untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel hingga negara Palestina terbentuk.

Namun, normalisasi hubungan diplomatik antara negara-negara Arab Muslim dengan Israel telah memberikan tekanan pada Saudi untuk menjalankan kebijakan yang konsisten. AS, yang merupakan sekutu Israel dan pendorong normalisasi tersebut, terus mengatakan bahwa Riyadh akan menjalin hubungan dengan Israel, walaupun posisi Saudi dalam mendukung negara Palestina tetap tegak.

Dengan latar belakang normalisasi hubungan antara Saudi-Israel yang terus berkembang, peran AS dalam memfasilitasi kesepakatan ini turut menjadi sorotan. Washington tampaknya memberikan insentif kepada Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan menyiapkan paket keamanan yang ditawarkan kepada Arab Saudi sebagai bentuk imbalan.

Di sisi lain, pemerintahan Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terus menentang keras pembentukan negara Palestina. Hal ini menjadi salah satu tantangan besar yang harus diatasi dalam meraih keberhasilan kesepakatan normalisasi hubungan Saudi-Israel.

Kesepakatan normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel merupakan langkah penting, namun masih memerlukan rekonsiliasi dengan isu-isu sensitif, terutama terkait Palestina. Kesepakatan ini juga menuntut komitmen dari berbagai pihak, termasuk AS, Saudi, dan Israel, serta perhatian terhadap kepentingan Palestina.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved