Negara-negara dengan Kewarganegaraan Paling Sulit Didapatkan
Tanggal: 10 Agu 2025 18:32 wib.
Proses mendapatkan kewarganegaraan di sebuah negara bisa jadi perjalanan panjang dan berliku. Setiap negara punya aturan imigrasi dan naturalisasi yang berbeda, dengan syarat yang bervariasi mulai dari durasi tinggal, kemampuan bahasa, hingga investasi ekonomi. Namun, ada beberapa negara yang dikenal sangat ketat, membuat kewarganegaraannya menjadi salah satu yang paling sulit didapatkan di dunia. Kebanyakan negara ini menetapkan standar yang tinggi demi menjaga stabilitas demografi, budaya, dan sosial-ekonomi mereka.
Swiss: Standar Ketat dan Ujian Warga Lokal
Swiss sering kali disebut sebagai salah satu negara yang paling sulit memberikan kewarganegaraan. Proses naturalisasinya tidak hanya mengandalkan persyaratan federal, tetapi juga mensyaratkan persetujuan dari kanton (provinsi) dan komune (setingkat kelurahan) di mana pemohon tinggal. Artinya, selain lolos dari ujian negara, seseorang juga harus mendapatkan "restu" dari tetangga dan komunitasnya sendiri.
Untuk bisa mengajukan naturalisasi, seseorang harus sudah tinggal di Swiss setidaknya selama 10 tahun. Mereka juga harus membuktikan telah terintegrasi dengan baik ke dalam masyarakat, menguasai salah satu bahasa nasional (Jerman, Prancis, atau Italia) di level tertentu, dan tidak memiliki catatan kriminal. Namun, ujian terberat adalah persetujuan di tingkat komune. Di beberapa tempat, keputusan ini diambil melalui pemungutan suara langsung oleh warga lokal. Jika ada warga yang keberatan dengan alasan yang tak jelas, permohonan bisa saja ditolak. Proses ini menegaskan bahwa menjadi warga Swiss bukan sekadar urusan administratif, melainkan soal penerimaan sosial.
Vatikan: Kewarganegaraan yang Eksklusif dan Fungsional
Vatikan adalah negara-kota unik yang kewarganegaraannya mungkin bisa dibilang paling eksklusif di dunia. Kewarganegaraan di Vatikan tidak didasarkan pada kelahiran atau keturunan, melainkan sepenuhnya bersifat fungsional. Kewarganegaraan hanya diberikan kepada individu yang bekerja di Vatikan atau memenuhi fungsi tertentu, seperti kardinal yang tinggal di Roma atau para diplomat Vatikan.
Ketika masa tugas atau jabatan mereka berakhir, kewarganegaraan tersebut juga akan dicabut, dan mereka kembali ke kewarganegaraan asal. Karena sifatnya yang sangat spesifik dan terikat pada pekerjaan, tidak ada jalur naturalisasi konvensional untuk warga biasa. Jumlah warganya pun sangat sedikit, hanya sekitar 600 orang, menjadikan kewarganegaraan Vatikan sebagai sesuatu yang sangat langka dan tidak bisa didapatkan dengan cara biasa.
Liechtenstein: Persyaratan Domisili dan Referendum Lokal
Mirip dengan Swiss, Liechtenstein, sebuah negara kecil di Eropa, juga punya proses naturalisasi yang sangat ketat. Persyaratan utamanya adalah menetap di negara tersebut selama 30 tahun, atau 10 tahun jika seseorang lahir di Liechtenstein. Angka ini jauh lebih lama dibanding negara-negara Eropa lainnya.
Selain durasi tinggal yang panjang, ada pula syarat untuk fasih berbahasa Jerman dan memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah serta budaya Liechtenstein. Namun, hambatan terbesarnya adalah persetujuan melalui pemungutan suara di tingkat komune. Di sana, warga lokal akan berpartisipasi dalam referendum untuk menentukan apakah seorang pemohon layak menjadi bagian dari komunitas mereka. Sistem ini menjadikan proses naturalisasi sebagai keputusan kolektif, bukan sekadar keputusan pemerintah.
Jepang: Bahasa, Integrasi, dan Status Kehormatan
Jepang dikenal punya persyaratan yang ketat untuk naturalisasi. Prosesnya, yang dikenal sebagai Kika, mengharuskan pemohon telah tinggal di Jepang setidaknya lima tahun berturut-turut dan tidak memiliki catatan kriminal. Selain itu, pemohon harus bisa membuktikan bahwa mereka memiliki penghasilan stabil dan bisa mandiri secara finansial.
Namun, bagian paling menantang adalah persyaratan integrasi sosial dan budaya. Calon warga negara harus fasih berbahasa Jepang, baik lisan maupun tulisan, bahkan menguasai kanji. Mereka juga diharapkan menunjukkan pemahaman mendalam tentang budaya, etiket, dan tradisi Jepang. Proses ini juga bisa memakan waktu bertahun-tahun, seringkali melalui serangkaian wawancara mendalam yang tidak hanya menguji pengetahuan, tetapi juga komitmen pemohon terhadap masyarakat Jepang. Kewarganegaraan Jepang dianggap sebagai sebuah kehormatan yang harus diperjuangkan dengan serius.