Negara Ini Boikot Coca-Cola Bukan karena Soal Israel, Ini Alasan Lengakapnya
Tanggal: 30 Apr 2025 08:44 wib.
Masyarakat Denmark saat ini tengah menggalang boikot terhadap Coca-Cola yang tampaknya berdampak signifikan pada penjualan produk tersebut di negara ini. Diketahui bahwa volume penjualan Coca-Cola mengalami penurunan, sementara pesaing lokal berhasil mengambil alih pangsa pasarnya. Hal ini diungkapkan oleh CEO Carlsberg, Jacob Aarup-Andersen, dalam sebuah konferensi pada Selasa, 29 April 2025. Carlsberg, yang dikenal sebagai produsen bir besar di Denmark, juga mengemas minuman Coca-Cola di negara tersebut.
Menurut Aarup-Andersen, penurunan volume penjualan Coca-Cola tergolong "sedikit," namun ia mencatat adanya peningkatan boikot konsumen yang lebih luas terhadap merek-merek asal Amerika Serikat. Masyarakat Denmark tampaknya memilih untuk meninggalkan produk-produk asal AS, termasuk Tesla, wiski AS, serta berbagai layanan terkait perjalanan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan luar negeri dan keputusan politik yang dianggap tidak memadai, termasuk pernyataan kontroversial dari mantan Presiden Donald Trump yang pernah menyarankan agar AS mengambil alih Greenland, wilayah Denmark.
Strategi tersebut ternyata berdampak positif bagi beberapa merek lokal yang berhasil mendapatkan pangsa pasar baru. Aarup-Andersen melanjutkan dalam panggilan pendapatan kuartal pertama Carlsberg, bahwa merek-merek lokal mengalami keuntungan dari situasi ini, sementara merek-merek asal AS, termasuk Coca-Cola, mengalami penurunan permintaan di Denmark. Meskipun Coca-Cola menolak untuk memberikan komentar resmi mengenai fenomena ini, perusahaan tersebut telah diketahui sering menghadapi aksi boikot di berbagai belahan dunia karena posisi mereka sebagai salah satu minuman bersoda terlaris, terutama di AS.
Menariknya, penurunan penjualan Coca-Cola di Denmark juga tidak terlepas dari tren global. Sebelumnya, pada tahun lalu, penjualan perusahaan itu di negara-negara dengan populasi mayoritas Muslim, seperti Pakistan dan Mesir, juga mengalami kemerosotan. Para konsumen beralih ke merek lokal sebagai wujud ketidakpuasan terhadap dukungan AS bagi Israel dalam konflik yang berkepanjangan di Palestina.
Tak hanya di Denmark dan negara-negara mayoritas Muslim, Coca-Cola juga merasakan dampak negatif dari boikot komunitas Hispanik di AS dan Meksiko. Sebuah video yang beredar dan mengklaim bahwa perusahaan tersebut memberhentikan staf Latinnya serta melaporkan mereka kepada pihak imigrasi membuat banyak konsumen bereaksi. Coca-Cola cepat merespons dengan menyatakan bahwa video tersebut adalah informasi yang tidak benar.
James Quincey, CEO Coca-Cola, mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini tengah berfokus untuk pulih dari dampak boikot, khususnya yang terasa di wilayah selatan AS, di mana basis konsumen Hispaniknya cukup kuat. Namun, dalam pertemuan dengan para analis, Coca-Cola tidak menyentuh isu boikot di Denmark meskipun mengindikasikan adanya sentimen konsumen yang negatif di Eropa secara umum.
Aarup-Andersen menegaskan bahwa meskipun Coca-Cola dan Pepsi, yang juga diproduksi oleh Carlsberg, dijual di Denmark, kedua merek tersebut dikemas dan diproduksi di pabrik bir yang dikelola oleh pekerja dari Denmark. "Dari sudut pandang kami, ini adalah merek Denmark," ujarnya, menekankan bahwa Carlsberg tidak mendukung atau menentang protes tersebut dan menghormati pilihan yang diambil oleh konsumen.
Lebih jauh, Aarup-Andersen menyatakan bahwa meskipun terpukul oleh boikot, dampak terhadap volume keseluruhan penjualan Coca-Cola tidak terlalu besar. Ia juga memperingatkan bahwa tarif dari AS dapat memengaruhi pola pengeluaran konsumen serta biaya bahan baku di masa mendatang. Penurunan penjualan Coca-Cola di Denmark menyoroti dinamika menarik dalam perilaku konsumen, di mana keputusan politik dan kebijakan luar negeri dapat secara langsung memengaruhi pasar lokal dan merek internasional yang menjalankan bisnis di sana.