Sumber foto: iStock

Negara Ini Ancam Hukum Mati Warga yang Rayakan Natal

Tanggal: 22 Des 2024 17:23 wib.
Perayaan Natal merupakan momen yang sangat dinantikan oleh umat Kristiani di seluruh dunia. Di sinilah para umat Kristiani berkumpul bersama keluarga dan teman-teman untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus.

Di banyak negara, ornamen Natal yang indah menghiasi rumah, jalan-jalan, bahkan pusat perbelanjaan. Namun, di Korea Utara, merayakan Natal dianggap sebagai tindakan ilegal yang dapat berujung pada hukuman mati.

Sejak berdirinya negara ini, pemerintah Korea Utara telah melarang penduduknya untuk memeluk agama apa pun. Negara ini menganut ideologi Juche, yang mengkultuskan pemimpin negara, Kim Jong Un, dan tidak mengakui keberadaan Tuhan. Dengan demikian, seluruh populasi Korea Utara secara efektif diwajibkan untuk menjadi atheis, meskipun ada beberapa warga yang diam-diam tetap mempraktekkan ritual keagamaan tertentu.

Seorang pembelot Korea Utara, Kang Jimin, mengungkapkan bahwa selama tinggal di Pyongyang, ibu kota negara tersebut, dia sama sekali tidak mengetahui tentang perayaan Natal. Menurutnya, orang-orang di Korea Utara tidak mengenal Yesus Kristus dan tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan. Bagi mereka, keluarga Kim adalah penguasa tertinggi yang mereka kultuskan.

Sejarah mencatat bahwa sebelum pecahnya Perang Korea, Korea Utara sebenarnya memiliki populasi yang mayoritas menganut agama Kristen. Bahkan, wilayah ini dikenal sebagai "Jerusalem di Timur" karena prevalensi agama Kristen di sana.

Meskipun kondisinya berbeda sekarang, Kang Jimin meyakini bahwa sebagian warga Korea Utara masih diam-diam memeluk agama Kristen, meskipun risiko yang dihadapi sangat besar. 

Ia bahkan menyebutkan sebuah contoh di mana keluarga Kristen yang tertangkap pihak berwajib akhirnya meninggal dunia, termasuk anak-anak yang masih sangat belia.

Meskipun demikian, terdapat beberapa fasilitas keagamaan di Korea Utara yang didukung dan dikendalikan langsung oleh pemerintah. Namun, bentuk dan tujuan dari fasilitas keagamaan ini sangat berbeda dengan gereja-gereja pada umumnya.

Menurut Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB), terdapat sekitar 121 fasilitas keagamaan di negara ini, termasuk kuil Budda, kuil Cheondoist, dan gereja-gereja Kristen yang dikendalikan oleh negara. 

Namun, fasilitas ini tidak diperuntukkan bagi warga negara biasa, melainkan seringkali dijadikan sebagai tempat kunjungan untuk para wisatawan.

Kisah ini memberikan kita gambaran yang jelas tentang betapa sulitnya untuk memeluk agama di Korea Utara. Meskipun pemerintah melarangnya secara terbuka, pada kenyataannya banyak warga yang tetap mempertahankan kepercayaan mereka, meskipun dengan risiko yang sangat besar.

Hal ini menjadi sebuah cerminan dari kebebasan beragama yang terus menjadi isu penting di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara otoriter seperti Korea Utara.

Dalam situasi seperti ini, peran lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan organisasi hak asasi manusia menjadi sangat krusial dalam memperjuangkan hak-hak dasar setiap individu, termasuk hak untuk beragama. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mendorong perubahan positif di Korea Utara, dan semoga suatu hari nanti, setiap individu di sana akan dapat menjalankan kebebasannya secara penuh.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved