Muslim Vietnam Tak Wajib Salat & Puasa? Ini Fakta Unik dan Kontroversialnya!
Tanggal: 11 Mar 2025 19:42 wib.
Islam di Vietnam, yang dahulu dikenal sebagai Kerajaan Champa, memiliki sejarah masuk yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas perdagangan. Pedagang dari jazirah Arab tidak hanya datang untuk berdagang, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam. Menurut catatan sejarah, Islam mulai memengaruhi masyarakat Champa pada sekitar abad ke-9, dan seiring waktu, agama ini mulai diterima oleh kalangan elit kerajaan serta masyarakat umum.
Namun, ada perbedaan yang signifikan antara praktik Islam di Vietnam dengan yang terdapat di negara-negara Muslim lainnya, termasuk Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam karya berjudul "The Influence of Hinduism Toward Islam Bani" (2018), masyarakat Muslim di Vietnam terbagi ke dalam dua kelompok utama.
Pertama adalah komunitas Muslim yang berkembang di kota-kota besar, yang umumnya mematuhi ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Kedua, ada komunitas Muslim Cham yang menyimpan banyak keunikan, bahkan beberapa di antaranya kontroversial.
Komunitas Muslim Cham yang ada di daerah Phan Rang dan Phang Ri menjalani praktik keislaman yang tidak sepenuhnya mengikuti aturan yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Mereka lebih banyak menjalani kehidupan sesuai dengan adat dan tradisi yang berkembang di sekitarnya.
Hal ini tidak terlepas dari sejarah panjang mereka, di mana sebelum kedatangan Islam, penduduk di kawasan tersebut mayoritas beragama Hindu dan Buddha. Kerajaan Champa yang bercorak Hindu menjadikan kondisi sosial dan spiritual mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai dari ajaran tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Jay Willoughby mengungkapkan bahwa saat Islam mulai berkembang, proses penyampaian ilmu dan ajaran Islam tidak berjalan secara utuh. Ketegangan politik di antara pejabat Kerajaan Champa menghalangi penyebaran dakwah yang efektif, sehingga masyarakat Cham tidak sepenuhnya menerima ajaran Islam yang konsisten. Proses tersebut berlanjut saat Champa terisolasi dari perkembangan Islam di wilayah Melayu. Akibatnya, mereka mengembangkan tradisi Islam yang agak berbeda dari pemahaman mainstream.
Salah satu contoh nyata perbedaan ini bisa dilihat dari cara mereka menyikapi bulan Ramadan. Dalam penelitian yang dikemukakan oleh Ba Trung pada tahun 2008 dalam karyanya berjudul "Bani Islam Cham in Vietnam", umat Islam Cham tidak menganggap Ramadan sebagai bulan puasa yang wajib seperti pada umumnya, melainkan lebih sebagai bulan pembelajaran untuk pemuka agama baru, persiapan kematian, dan upaya penyucian. Tradisi ini mencerminkan betapa mereka mengadopsi nilai-nilai budaya lokal ke dalam praktik keagamaan mereka.
Selama bulan Ramadan, keluarga islam Cham mengirimkan makanan kepada pemuka agama mereka di Masjid. Ini dilakukan bukan sekadar memberi, tetapi agar dapat memperlihatkan rasa syukur dan ketulusan mereka kepada Allah. Pemuka agama, yang akan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dalam masa refleksi selama tiga hari itu, tidak berbicara, tidak makan, dan tidak minum, sebelum kemudian melanjutkan dengan kegiatan dakwah yang berlangsung selama 15 hari. Berbeda dengan umat Muslim di negara lain yang berpuasa selama 30 hari, apa yang mereka sebut "Ramuwan" adalah tradisi unik yang dimiliki oleh komunitas ini.
Selain perbedaan dalam jam puasa, aspek lain yang mengikuti adalah ibadah salat. Umat Islam pada umumnya diwajibkan untuk melaksanakan ibadah salat lima waktu sebagai salah satu rukun Islam. Namun, komunitas Muslim Cham hanya melakukan salat Jumat, dengan kepercayaan bahwa kewajiban salat dapat diwakilkan kepada seorang perwakilan yang disebut Acar. Melalui Acar, anggota keluarga dapat menitipkan ibadah salat yang dianggap cukup untuk menjaga keseimbangan kehidupan di dunia dan akhirat.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan mereka ini seringkali mendapat kritik, terutama dari perspektif Islam global yang menilai praktik tersebut tidak sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya dalam masyarakat untuk melakukan pembaharuan dan mengembalikan pengajaran keikhlasan dalam beragama kepada prinsip-prinsip asli yang terdapat dalam kitab suci mereka.
Cerita tentang umat Islam Cham di Vietnam memberikan gambaran yang menarik mengenai pluralitas dalam praktik keagamaan. Keberadaan tradisi yang mengedepankan nilai lokal, serta pengaruh pada praktik ibadah, membawa warna tersendiri dalam khazanah kebudayaan keislaman di dunia. Ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman mereka, terutama dalam menghadapi tantangan di dalam menjalankan keyakinan di tengah interaksi sosial yang beragam. Dengan demikian, kita dapat lebih memahami kompleksitas spiritualitas umat Muslim di berbagai belahan dunia.