Minat di China & Eropa Redup, Batu Bara 'Kiamat' Lebih Cepat?
Tanggal: 4 Jul 2024 19:08 wib.
Harga batu bara dunia menguat pada perdagangan kemarin walaupun permintaan dari China dan Eropa berpotensi merosot. Pada penutupan perdagangan Selasa (2/7/2024), harga batu bara Ice Newcastle kontrak Agustus ditutup di US$134,9 per ton, menguat 0,9%. Alex Claude, CEO dari perusahaan analisis DBX, mengungkapkan bahwa harga batu bara telah turun drastis di Eropa. Menurut Claude, berkurangnya stok di pelabuhan merupakan tanda lemahnya permintaan spot. Meski stoknya sedikit, dari persentase permintaan, sebenarnya sangat nyaman. Selain itu, Claude juga menyatakan bahwa permintaan batu bara di China telah menurun drastis.
Menurutnya, harga batu bara telah turun cukup drastis di China karena lebih banyak produksi pembangkit listrik tenaga air. Laporan Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahwa China memasang hampir 350 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan baru pada tahun 2023. Jumlah tersebut lebih dari separuh total kapasitas global. Jika negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini mempertahankan kecepatan ini, kemungkinan besar China akan melampaui target tahun 2030 pada tahun ini.
Target formal China adalah memiliki kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin dan surya sebesar 1.200 GW pada tahun 2030, namun IEA mengatakan pada bulan April tahun ini kapasitas tersebut sudah mencapai 1.130 GW. Laporan IEA juga menyebutkan bahwa pemodelan berdasarkan ambisi dekarbonisasi China memberikan perkiraan lintasan ambisi pada tahun 2030 sebesar lebih dari 3.000 GW untuk semua jenis energi terbarukan, termasuk tenaga air, pada akhir dekade ini.
Selain faktor-faktor internal China, penurunan permintaan batu bara juga diperkirakan dipengaruhi oleh kejadian keluarnya gas metana dan datangnya musim hujan di India. Cuaca di India diperkirakan akan jauh lebih dingin sejalan dengan datangnya musim hujan dalam 2-3 hari mendatang. Laporan cuaca di New Delhi dan wilayah lain sudah mengingatkan akan kemungkinan hujan lebar dalam beberapa hari ke depan.
Datangnya musim hujan akan mengurangi penggunaan listrik untuk pemanas ruangan, sehingga permintaan batu bara akan melandai. Meskipun demikian, tren penurunan permintaan batu bara bukan hanya terjadi di China dan Eropa, tetapi juga di berbagai negara lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah penurunan permintaan ini merupakan sinyal akhir dari dominasi batu bara sebagai sumber energi utama, dan apakah hal ini dapat mempercepat "kiamat" batu bara.
Menurut data terbaru, harga batu bara dunia menguat pada perdagangan kemarin, mencapai US$134,9 per ton. Meskipun terdapat penurunan permintaan di China dan Eropa, tetapi permintaan dari negara-negara berkembang dan Amerika Latin masih cukup kuat. Selain itu, India yang menjadi salah satu konsumen terbesar batu bara dunia juga sedang menghadapi faktor cuaca yang mempengaruhi permintaan, sehingga faktor tersebut dapat menjadi katalisator bagi dinamika pasar batu bara global.
Dalam upaya mengurangi emisi karbon, China terus melakukan perubahan dalam energi yang digunakan, serta mengurangi ketergantungan pada batu bara. Kecenderungan ini dapat mengindikasikan bahwa China tidak lagi menjadi penggerak utama pasar batu bara dunia. Selain itu, kebijakan-kebijakan penurunan emisi di berbagai negara juga dapat mempengaruhi permintaan batu bara di masa depan.
Sebagai negara dengan populasi besar dan tingkat industrialisasi yang terus berkembang, India memiliki peran penting dalam pasar batu bara global. Faktor cuaca dan perubahan kebijakan energi di negara tersebut dapat memberikan gambaran baru bagi dinamika pasar batu bara. Penurunan permintaan batu bara di India juga akan memberikan dampak besar bagi pasar batu bara secara keseluruhan.