Migingo, Pulau Super Padat yang Jadi Rebutan Kenya dan Uganda
Tanggal: 25 Des 2024 20:37 wib.
Pulau Migingo, seakan sebuah tasik kecil yang ditunjang oleh bebatuan tersusun rapat memanjang. Di antara pulau tersebut dapat ditemukan telah dihuni oleh lebih dari 500 orang saat tahun 2019. Dengan luas yang kurang dari setengah lapangan sepakbola, pulau ini menjadi tempat pemukiman bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan di Danau Victoria, di perbatasan antara Kenya dan Uganda.
Kondisi pemukiman di Pulau Migingo sangat memprihatinkan. Di kawasan tersebut terdapat gubuk-gubuk kecil yang sebagian di antaranya dijadikan sebagai tempat hiburan, seperti bar, rumah bordil, dan kasino terbuka. Bahkan, meski terbilang tidak layak, Pulau Migingo tetap menjadi sengketa antara Kenya dan Uganda yang sama-sama mengklaim kepemilikan atas pulau tersebut.
Menurut laporan Al Jazeera, Pulau Migingo dihuni oleh penduduk yang sebagian besar adalah nelayan yang mencari ikan nila di Danau Victoria, sebuah danau yang dianggap sebagai sumber daya alam yang sangat berharga. Namun, ketersediaan hasil tangkapan ikan di sekitar Pulau Migingo juga telah mengalami penurunan drastis akibat adanya penangkapan ikan yang berlebihan dan invasi tanaman eceng gondok yang menghalangi aksesibilitas dan transportasi di danau, serta ke pelabuhan penjualan hasil tangkapan ikan. Meskipun demikian, spesies ikan Nil yang menjadi komoditas unggulan, masih ditemukan melimpah di perairan sekitar Pulau Migingo.
Pulau Migingo menjadi pusat penangkapan ikan yang berharga dan unik di tengah penurunan hasil tangkapan ikan di Danau Victoria. Hal inilah yang membuat pulau tersebut menjadi bermacam-macam pihak berlomba-lomba untuk memperoleh kendali atasnya. Pulau yang berada di perbatasan dua negara ini dijuluki sebagai tempat terjadinya "perang terkecil" di Afrika, mengingat pangsa pasar hasil tangkapan ikan nila yang terus meningkat baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Pada tahun 2016, pemerintah Kenya dan Uganda sepakat untuk membentuk sebuah komite guna menentukan batas wilayah masing-masing di Pulau Migingo. Namun, hingga kini belum ada hasil yang dapat diputuskan oleh kedua belah pihak. Hal tersebut juga menunjukkan tidak adanya kesepakatan mengenai kepemilikan pulau yang berupa gugusan batu ini.
Ketegangan kerap muncul di pulau kecil tersebut. Pasalnya, sejumlah nelayan lokal merasa bahwa Pulau Migingo belum memiliki pemilik yang jelas, sehingga menyebutnya sebagai "tanah tak bertuan." Di satu sisi, ekspor hasil tangkapan ikan nila dari Pulau Migingo yang terus berlanjut ke Uni Eropa, sekaligus meningkatnya permintaan ikan barramundi di pasar Asia, telah membuat pulau kecil ini menjadi sasaran perdagangan yang bernilai besar.
Saat Uganda mulai mengerahkan kekuatan militernya untuk menarik pajak dari para nelayan, Kenya tak tinggal diam. Pemerintah Kenya pun memberikan respons yang serupa dengan melakukan pemobilisasi marinir ke Pulau Migingo. Hal ini hampir saja memicu pertikaian antara kedua negara.
Dalam aksi yang hampir mencapai klimaks kemungkinan terjadi pertikaian fisik, nelayan Uganda dan Kenya terus bergeming dengan aktivitas penangkapan ikan seperti biasa. Mereka juga terus berusaha untuk mendapatkan penghidupan yang layak di tengah ketidakpastian.
Keberadaan Pulau Migingo yang menjadi sengketa antara Kenya dan Uganda semakin menarik minat media asing, termasuk dari Al Jazeera. Hal ini membawa pulau terkecil di Afrika ini ke sorotan dunia internasional, terutama terkait konflik kepemilikan dan perburuan sumber daya alam yang melimpah.
Dengan demikian, Pulau Migingo tidak hanya menjadi representasi kehidupan nelayan lokal, namun juga menjadi simbol sengketa antar negara yang mempengaruhi kehidupan pulau tersebut secara keseluruhan.