Menteri Pakistan Attaullah Tarar: India Bakal Menyerang Dalam 24 Jam
Tanggal: 30 Apr 2025 08:44 wib.
Menteri Penerangan Pakistan, Attaullah Tarar, mengungkapkan pada Rabu lalu bahwa pihaknya telah mengantongi informasi intelijen yang dapat dipercaya mengenai niat India untuk melancarkan serangan militer dalam jangka waktu 24 hingga 36 jam ke depan. Pernyataan ini jelas menambah ketegangan di antara dua negara tetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir.
Sebagaimana dilaporkan oleh Al Jazeera, Tarar menjelaskan melalui akun Twitter-nya bahwa India berencana menggunakan insiden yang terjadi di Pahlgam, sebuah daerah yang sedang disengketakan di wilayah Kashmir, sebagai alasan untuk menyerang. Dia menekankan bahwa "setiap bentuk agresi akan ditanggapi dengan respons yang sangat tegas." Menurutnya, India harus siap menanggung segala akibat dari tindakannya di kawasan tersebut.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya aktivitas militer di sepanjang perbatasan darat antara Pakistan dan India. Sejak beberapa hari terakhir, kedua negara telah menunjukkan peningkatan ketegangan, bahkan Pakistan dalam sebuah pengumuman menyatakan bahwa mereka telah menjatuhkan pesawat tak berawak milik India di daerah Kashmir. Situasi ini semakin memanas setelah serangan bersenjata di Pahlgam yang menewaskan banyak orang, dan Pakistan berencana untuk memprotes tindakan India terkait penangguhan kesepakatan pembagian air Sungai Indus.
Militer India juga memberikan klarifikasi bahwa pasukannya menemukan tembakan dari pihak Pakistan dekat Garis Kontrol di Kashmir. India mengklaim bahwa mereka menanggapi serangan tersebut dengan kontrol yang baik dan tidak ada laporan mengenai korban di pihak mereka. Namun, pihak Pakistan tidak mengkonfirmasi insiden yang berlangsung, meski penduduk setempat melaporkan terjadinya tembakan.
Di tengah situasi yang semakin memanas, lebih dari separuh tempat wisata di wilayah Kashmir yang dikuasai India ditutup untuk umum, sebagai langkah keamanan tambahan setelah serangan terhadap wisatawan pekan sebelumnya. Melihat hal ini, Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Muhammad Asif, mencatat bahwa kemungkinan serangan militer dari India akan segera terjadi, dan berupaya untuk memperkuat angkatan bersenjata negara itu sebagai bentuk persiapan.
Asif menilai retorika yang berkembang di India semakin meningkat, serta menyatakan bahwa tentara Pakistan telah memperingatkan pemerintah tentang potensi serangan India. Kendati demikian, dia menegaskan bahwa Pakistan akan dalam posisi siaga tinggi, namun penggunaan senjata nuklir hanya akan dipertimbangkan jika ada ancaman langsung terhadap keberadaan negara.
Kembali pada tanggal 22 April, serangan menewaskan 26 orang saat kelompok bersenjata menyerang wisatawan di Pahlgam. Menyusul insiden tersebut, Perdana Menteri India, Narendra Modi, membatalkan kunjungan resminya ke Arab Saudi dan segera kembali ke New Delhi untuk menggelar pertemuan menteri keamanan yang melibatkan pejabat tinggi guna mengkaji situasi terkini. Para pejabat India menyalahkan serangan tersebut kepada kelompok yang berasal dari Pakistan, sementara Pakistan membalas dengan menyebut bahwa India tengah melancarkan kampanye disinformasi.
Sebagai respon atas insiden ini, India pun memilih untuk menangguhkan kesepakatan Perairan Indus, serta mengusir diplomat Pakistan dari New Delhi dalam waktu seminggu. Hal ini diikuti dengan penangguhan penerbitan visa bagi warga Pakistan serta pembatalan visa yang sebelumnya telah dikeluarkan.
Di saat yang bersamaan, Pakistan membantah semua tuduhan dari India dan mulai membatasi jumlah personel diplomatik dari India yang berada di Islamabad. Mereka juga menyatakan bahwa setiap campur tangan terkait penguasaan sungai-sungai di luar kesepakatan Perairan Indus akan dianggap sebagai tindakan perang. Segera setelah itu, Pakistan menghentikan seluruh perdagangan dengan India dan menutup wilayah udaranya.
Pemerintah Pakistan juga mengisyaratkan bahwa mereka berpotensi menangguhkan Perjanjian Shimla yang ditandatangani setelah perang pada tahun 1971 dengan India. Sementara itu, sebuah kelompok yang terkait dengan terorisme, Front Perlawanan, yang merupakan sayap dari Lashkar-e-Taiba (LeT) di Pakistan, mengaku bertanggung jawab atas serangan di Pahlgam. Keadaan ini menciptakan ketidakpastian dan ketegangan yang dapat memicu konflik lebih lanjut antara kedua negara yang bersenjata nuklir ini.