Sumber foto: iStock

Menghilangnya Fasilitas Persalinan di Fukushima: Ancaman Serius bagi Masa Depan Kota Pedesaan Jepang

Tanggal: 25 Jun 2025 09:14 wib.
Prefektur Fukushima di Jepang tengah menghadapi masalah serius terkait layanan kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam hal persalinan. Jumlah fasilitas kesehatan yang mampu menangani persalinan terus mengalami penurunan drastis, terutama di wilayah pedesaan seperti Hanawa. Salah satu contoh paling mencolok adalah penghentian operasional layanan persalinan di Hanawa Kousei Hospital pada akhir Februari 2025. Rumah sakit ini selama puluhan tahun menjadi andalan masyarakat setempat, namun kini harus berhenti melayani persalinan karena kekurangan tenaga medis.

Kini, hanya tersisa 26 fasilitas medis di tujuh kota besar Fukushima yang masih melayani persalinan, angka ini turun sekitar 40 persen dibandingkan satu dekade lalu. Penurunan ini terjadi seiring dengan semakin terpusatnya layanan kelahiran di wilayah perkotaan, sementara daerah pedesaan justru kehilangan akses penting ini.

Dampak Penurunan Fasilitas Persalinan di Fukushima

Pemerintah daerah khawatir fenomena ini akan memperburuk tren penurunan populasi di Fukushima. Ketika fasilitas kesehatan untuk persalinan makin langka, keluarga muda pun enggan menetap di daerah pedesaan. Hal ini tentu menjadi masalah besar untuk keberlangsungan demografis wilayah tersebut.

Hanawa Kousei Hospital yang berdiri sejak 1966, dulunya melayani sekitar 600 persalinan setiap tahunnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, rumah sakit ini hanya memiliki satu dokter kandungan dan tiga bidan yang bertugas. Kekurangan tenaga medis menjadi alasan utama penghentian layanan persalinan, meski layanan pemeriksaan kehamilan dan deteksi kanker masih tetap beroperasi.

Wali Kota Hanawa, Hidetoshi Miyata, menyatakan bahwa situasi ini menjadi pukulan berat bagi kota yang dipimpinnya. Ia menegaskan bahwa jika warga tidak bisa melahirkan dengan aman di daerah mereka sendiri, generasi muda akan cenderung pindah, mempercepat penyusutan jumlah anak di daerah tersebut.

Kisah Nyata: Perjuangan Ibu Muda Menemukan Tempat Melahirkan

Saki Ohira, seorang warga berusia 34 tahun dari Tanagura, harus menempuh perjalanan satu jam menggunakan jalan tol menuju Prefektur Tochigi untuk melahirkan anak kembarnya. Selain beban biaya transportasi, ia juga merasa tekanan mental yang cukup besar akibat jarak yang jauh dan kekhawatiran jika terjadi kondisi darurat saat persalinan.

"Ohira berharap ada rumah sakit yang lebih dekat dan bisa diandalkan," ungkapnya. Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh suaminya yang mengatakan bahwa sedikit keterlambatan dalam kondisi darurat bisa sangat berisiko bagi ibu dan bayi.

Tantangan Pascapersalinan yang Tak Kalah Berat

Setelah proses persalinan, ibu-ibu baru di daerah tersebut menghadapi tantangan lain yang tidak kalah rumit. Tidak adanya fasilitas dukungan untuk ibu baru, seperti layanan deteksi dan perawatan depresi pascamelahirkan, menjadi persoalan besar. Pemerintah daerah telah berusaha meningkatkan subsidi untuk transportasi dan akomodasi bagi ibu hamil yang harus melahirkan jauh dari rumah. Namun, menurut Ohira, bantuan finansial saja tidak cukup.

Ia menambahkan bahwa keberadaan tempat konsultasi lokal dengan bidan berpengalaman atau perawat yang dapat mendengarkan keluhan ibu hamil akan sangat membantu mengurangi tekanan dan ketidakpastian yang mereka hadapi.

Selain itu, pasangan Ohira yang sebelumnya menjalani perawatan infertilitas merasakan minimnya dukungan bagi mereka yang berjuang untuk memiliki anak. Ini menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi Fukushima sebenarnya bukan kasus tunggal, melainkan fenomena yang juga terjadi di kota-kota kecil lain di Jepang.

Tren Nasional: Krisis Layanan Kesehatan Persalinan di Pedesaan Jepang

Fenomena berkurangnya fasilitas persalinan bukan hanya terjadi di Fukushima, tapi menjadi tren nasional di Jepang. Di banyak kota kecil, angka kelahiran yang rendah dan kekurangan tenaga medis membuat rumah sakit harus memangkas layanan persalinan demi efisiensi. Sebagai akibatnya, warga di daerah-daerah tersebut harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan ibu dan anak.

Di luar tujuh kota besar di Fukushima, terdapat 52 kota dan desa yang kini tidak memiliki fasilitas persalinan sama sekali. Pemerintah daerah terus mendesak rumah sakit untuk tidak mengurangi layanan obstetri lebih jauh, menyadari bahwa keberadaan fasilitas kelahiran sangat penting untuk menjaga kelangsungan populasi lokal.

Pentingnya Fasilitas Persalinan untuk Masa Depan Daerah Pedesaan

Keberadaan fasilitas kesehatan untuk persalinan adalah salah satu pilar penting dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan komunitas di daerah pedesaan. Ketika fasilitas ini hilang, keluarga muda akan enggan menetap, yang pada akhirnya mempercepat tren penurunan jumlah penduduk.

Selain itu, dukungan selama masa kehamilan dan pascapersalinan sangat krusial untuk kesehatan ibu dan bayi. Kurangnya akses layanan ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar serta meningkatkan beban psikologis ibu hamil dan keluarganya.

Pemerintah dan pihak terkait perlu merumuskan strategi untuk menarik tenaga medis dan menyediakan layanan kesehatan yang memadai di daerah-daerah terpencil. Solusi inovatif seperti penggunaan teknologi telemedicine atau pelatihan bidan lokal juga dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah ini.

Kesimpulan

Penurunan jumlah fasilitas persalinan di Prefektur Fukushima, terutama di daerah pedesaan seperti Hanawa, bukan hanya masalah kesehatan semata tetapi juga ancaman serius bagi keberlangsungan populasi dan kehidupan sosial daerah tersebut. Dukungan penuh dari pemerintah, tenaga medis, serta masyarakat diperlukan untuk memastikan setiap ibu dapat melahirkan dengan aman tanpa harus meninggalkan kampung halaman.

Dengan meningkatnya kesadaran dan upaya perbaikan, harapan agar layanan persalinan kembali tersedia dan keluarga muda bisa betah tinggal di daerah pedesaan akan semakin terbuka.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved