Sumber foto: iStock

Mengamuk di Udara Usai Minum Whiskey, Pria Ini Diborgol dan Dipenjara: Ada Apa Sebenarnya di Balik "Air Rage"?

Tanggal: 17 Mei 2025 13:06 wib.
Insiden mengganggu ketertiban di dalam pesawat atau yang biasa disebut "air rage" kembali menjadi sorotan. Seorang pria asal Australia dijatuhi hukuman penjara selama lima pekan pada Rabu, 14 Mei 2025, setelah membuat keributan serius selama penerbangan maskapai Scoot dari Sydney menuju Singapura.

Dikutip dari Channel News Asia, pelaku bernama Kolathu James Leo, pria berusia 42 tahun, dinyatakan bersalah atas tindakan membahayakan keselamatan penerbangan dan penumpang lainnya. Kolathu yang diketahui berdomisili di Canberra, melakukan perjalanan ke India untuk menghadiri pemakaman pamannya. Namun, sebelum keberangkatan, ia mengonsumsi sedikitnya empat gelas whisky di rumahnya—keputusan yang kelak menyeretnya ke meja hijau.

Insiden Dimulai di Udara

Penerbangan Scoot TR3 yang seharusnya berlangsung dengan tenang, berubah menjadi penuh ketegangan tak lama setelah pesawat lepas landas. Dalam kondisi mabuk, Kolathu berdiri dari kursinya meski tanda sabuk pengaman masih menyala. Ia mulai berteriak secara acak dan mengganggu tiga penumpang di sekitarnya, bahkan mendorong salah satu dari mereka.

Awak kabin berusaha mengendalikan situasi dengan memberikan surat peringatan dari kapten. Namun respons Kolathu mengejutkan—ia justru meremas surat tersebut dan melanjutkan aksinya dengan mencabut kantong kursi di depannya serta membanting sandaran kursi dengan keras.

Ancaman terhadap Awak Kabin

Ketika awak kabin mencoba menenangkannya, Kolathu menjadi semakin agresif. Ia mencengkeram pergelangan tangan kanan salah seorang awak kabin dan mengeluarkan ancaman pembunuhan. Tindakan ini membuat kru merasa khawatir akan keselamatan penerbangan, terutama mengingat keterbatasan ruang dan kemampuan intervensi medis atau keamanan saat berada di udara.

Melihat eskalasi perilaku tersebut, awak kabin segera melaporkan kejadian itu kepada kapten dan meminta alat pengekang. Kolathu akhirnya diborgol ke kursinya hingga pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura. Setibanya di bandara, ia langsung diamankan oleh pihak berwenang. Hasil tes alkohol yang dilakukan menunjukkan kadar 96 mg alkohol per 100 ml darah, yang memperkuat dugaan bahwa tindakannya dipengaruhi oleh minuman keras.

Vonis Tegas dari Hakim

Dalam persidangan, Hakim Distrik Janet Wang menilai insiden ini sebagai salah satu kasus "air rage" yang serius. Ia menegaskan bahwa keselamatan dalam penerbangan merupakan prioritas utama, dan gangguan seperti ini tidak bisa ditoleransi. Hakim juga mengingatkan bahwa di udara, kemampuan untuk menangani gangguan sangat terbatas, dan setiap tindakan membahayakan dapat berujung pada risiko besar bagi seluruh penumpang serta kru.

Jaksa dalam kasus ini awalnya menuntut hukuman empat pekan penjara, sementara kuasa hukum Kolathu meminta keringanan menjadi tiga pekan, dengan alasan bahwa kliennya dalam keadaan emosional karena kematian anggota keluarga. Namun, hakim menjatuhkan hukuman lima pekan penjara, mempertimbangkan sikap Kolathu yang menunjukkan pola agresif dan tidak mengindahkan peringatan yang diberikan selama penerbangan.

Air Rage: Ancaman Serius dalam Dunia Penerbangan

Kasus Kolathu menjadi pengingat serius akan pentingnya menjaga ketertiban dan keselamatan dalam transportasi udara. Istilah "air rage" bukanlah hal baru, namun insiden-insiden seperti ini terus saja terjadi, meskipun maskapai dan otoritas penerbangan telah memiliki prosedur penanganan yang ketat.

Faktor pemicu air rage bisa bermacam-macam, mulai dari konsumsi alkohol, stres, ketakutan terbang, hingga masalah mental yang tak terdeteksi. Namun satu hal yang pasti: ketika seseorang membuat kekacauan di pesawat, seluruh penumpang bisa berada dalam bahaya.

Maka dari itu, beberapa maskapai kini mulai membatasi penyajian alkohol dalam penerbangan, terutama untuk rute panjang. Selain itu, pelatihan kru penerbangan juga semakin difokuskan untuk menangani potensi kerusuhan secara cepat dan aman, termasuk penggunaan perangkat pengekang seperti yang digunakan dalam kasus ini.

Refleksi dan Pelajaran dari Insiden

Kasus Kolathu James Leo menunjukkan bahwa satu keputusan buruk—seperti minum alkohol sebelum terbang—dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius. Ia bukan hanya gagal menghadiri pemakaman pamannya, tetapi juga harus menghadapi penahanan di negara asing, serta membawa catatan kriminal internasional.

Sebagai penumpang, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan bersama di dalam kabin. Ketertiban, kepatuhan pada instruksi awak kabin, dan sikap saling menghargai bukan hanya etika dasar, melainkan bagian dari sistem keselamatan yang menyeluruh.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved