Lonjakan Kasus Pertusis di Jepang: Dari Ribuan ke Puluhan Ribu
Tanggal: 17 Jul 2025 12:46 wib.
Jepang saat ini tengah menghadapi situasi yang memprihatinkan terkait dengan peningkatan kasus batuk rejan atau yang biasa disebut pertusis. Dalam berbagai laporan terbaru, jumlah kasus yang teridentifikasi telah melampaui angka 43.728 pada tahun ini. Ini menunjukkan sebuah lonjakan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana tercatat hanya sekitar 4.000 kasus di tahun 2024 menurut data yang dilansir oleh lembaga penelitian kesehatan nasional Jepang, Kyodo, pada waktu yang sama.
Institut Keamanan Kesehatan Jepang juga memberikan informasi yang mencolok, dengan menyoroti bahwa dalam satu minggu terakhir, jumlah kasus yang dilaporkan oleh rumah sakit dan klinik telah mencapai titik tertinggi dalam sejarah pengamatan mereka. Pada pekan yang berakhir pada 6 Juli, jumlah kasus mencapai angka mencengangkan yaitu 3.578. Ini adalah jumlah mingguan tertinggi yang tercatat sejak survei pertusis dimulai pada tahun 2018, menunjukkan bahwa wabah ini membutuhkan perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah.
Batuk rejan, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis, adalah penyakit saluran pernapasan yang sangat menular. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara tujuh hingga sepuluh hari, dimana seseorang yang terinfeksi dapat menularkannya kepada orang lain tanpa disadari. Salah satu hal yang menjadi perhatian besar adalah bahwa waktu pemulihan bagi pasien dapat mencapai dua hingga tiga bulan. Hal ini membuat pertusis bukan hanya menjadi sebuah penyakit biasa, tetapi dapat menimbulkan dampak yang serius bagi kesehatan individu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat menyatakan bahwa pertusis dapat menyerang individu dari segala usia, mulai dari bayi yang masih berusia di bawah satu tahun hingga orang dewasa dan lansia. Pada kelompok usia yang lebih rentan, misalnya bayi, risiko komplikasi yang serius menjadi jauh lebih tinggi, termasuk kemungkinan terjadinya pneumonia atau masalah pernapasan lainnya. Ini menunjukkan bahwa pentingnya vaksinasi dan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyakit ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara termasuk Jepang telah mengalami fluktuasi yang cukup signifikan dalam jumlah kasus pertusis, sehingga menimbulkan diskusi panas di kalangan para tenaga kesehatan tentang efektivitas program imunisasi yang ada. Vaksin DTaP yang biasanya diberikan untuk mencegah difteri, tetanus, dan pertusis turut menjadi sorotan utama, dengan para ahli kesehatan mendesak agar lebih banyak orang tua mengimunisasi anak-anak mereka secara lengkap dan tepat waktu.
Kesadaran akan pentingnya vaksinasi semakin mendesak, terutama di era informasi di mana berita palsu dan keraguan terhadap vaksin dapat menyebar dengan cepat. Keterlibatan komunitas dan kolaborasi antara pemerintah serta penyedia layanan kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat, mendorong tindakan pencegahan, dan memastikan pasien yang terinfeksi mendapatkan perawatan yang sesuai untuk memerangi infeksi ini secara efektif.
Dengan melihat tren penilaian kesehatan dan keberadaan penyakit menular seperti pertusis, publik diharapkan lebih proaktif dalam menjaga kesehatan diri dan orang-orang di sekitarnya. Menyikapi keadaan ini, langkah-langkah pencegahan dan tindak lanjut medis yang tepat sangat diperlukan untuk menanggulangi dampak dari lonjakan kasus yang terjadi di Jepang ini.