Sumber foto: google

Kurikulum Buku Baru di Arab Saudi Hapus Nama Palestina dan Tak Lagi Sebut Israel Musuh

Tanggal: 8 Jun 2024 04:11 wib.
Sebuah studi terhadap buku pelajaran sekolah di Arab Saudi menemukan peningkatan kemajuan dalam penggambaran Israel dan Zionisme oleh kerajaan tersebut. Buku pelajaran untuk tahun ajaran 2023-2024 tidak lagi mengajarkan bahwa Zionisme adalah gerakan rasis Eropa, dan tidak lagi menyangkal sejarah kehadiran Yahudi di wilayah tersebut. Demikian penelitian yang diterbitkan organisasi nirlaba IMPACT-se, yang memantau kurikulum pendidikan di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara.

Kerajaan Arab Saudi, melalui otoritas pendidikan dilaporkan telah melunakkan sikapnya terhadap Israel. Hal itu dapat dilihat dalam buku pelajaran tahun ajaran baru, di mana Kerajaan tidak lagi mengidentifikasikan Tel Aviv sebagai negara musuh. Hal ini terjadi di tengah pertumbuhan menuju normalisasi hubungan antara Riyadh dan Tel Aviv dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan minggu lalu oleh perusahaan nirlaba, IMPACT-se, yang memantau kurikulum pendidikan di negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, buku pelajaran di Arab Saudi untuk tahun ajaran 2023-2024 telah merevisi pengetahuan umum mereka terhadap Israel dan Zionisme, seperti tidak lagi mengajarkan bahwa ideologinya adalah gerakan “rasis” Eropa. Meskipun referensi mengenai pendudukan Israel masih dapat ditemukan di buku pelajaran dan komitmen Arab Saudi terhadap perjuangan Palestina masih ditekankan, kurikulum tersebut dilaporkan tidak lagi mengidentifikasi Israel sebagai negara musuh.

Melansir dari Middle East Monitor, Rabu, 5 Juni 2025, selain itu, meskipun peta dalam kurikulum tidak menampilkan nama “Israel”, nama “Palestina” juga telah dihapus meskipun sebelumnya mengidentifikasi keseluruhan Palestina pada petanya. Penemuan lain yang ditemukan dalam penelitian ini termasuk dugaan referensi dan ajaran anti-Semit tidak lagi ada dalam kurikulum Kerajaan, serta penghapusan konten yang menggambarkan konsep-konsep seperti kesyahidan dan jihad, dan menggantinya dengan interpretasi yang memprioritaskan jihad batin dan jihad perjuangan untuk mengatasi diri sendiri.

Menurut surat kabar Times of Israel, Nimrod Goren, kepala Mitvim, Institut Kebijakan Luar Negeri Israel, memuji langkah ini sebagai sebuah langkah kecil yang menunjukkan perubahan narasi terhadap Israel, dan menunjukkan lebih banyak toleransi dan keterbukaan. Revisi kurikulum Saudi menunjukkan bahwa jika Saudi menuju normalisasi, mereka melakukan semuanya sejalan dengan model UEA dan Bahrain, yang menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv sekitar empat tahun lalu berdasarkan Perjanjian Abraham. “Prosesnya mirip dengan apa yang dilakukan UEA dan Bahrain pada dekade sebelum Kesepakatan Abraham, sebuah langkah yang sangat lambat dan bertahap yang mencerminkan toleransi dan normalisasi keterlibatan, menjadikannya lebih rutin dalam persepsi publik," pungkas Goren.

Dalam konteks ini, keputusan Arab Saudi untuk memperkenalkan kurikulum buku pelajaran baru yang menghapus nama Palestina dan tak lagi sebut Israel sebagai musuh merupakan langkah kontroversial yang memicu reaksi di tingkat internasional. Kebijakan tersebut mencerminkan pergeseran paradigma dalam politik luar negeri Arab Saudi dan menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan negara tersebut di masa depan. Terlepas dari kontroversi dan reaksi yang timbul, perubahan dalam kurikulum buku pelajaran ini berpotensi membentuk pandangan dan sikap generasi muda Arab Saudi terhadap konflik di kawasan Timur Tengah.

Dengan demikian, perubahan dalam kurikulum buku pelajaran Arab Saudi yang menghapus nama Palestina dan tak lagi sebut Israel sebagai musuh menciptakan dampak yang signifikan pada tatanan politik dan sosial di Timur Tengah. Keputusan ini menciptakan ketegangan di antara negara dan masyarakat di kawasan tersebut serta menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan luar negeri Arab Saudi di masa depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved