Kremlin: Rusia Terpaksa Ubah Doktrin Nuklir Gegara Ancaman Negara Barat
Tanggal: 5 Sep 2024 13:00 wib.
Kremlin mengumumkan pada Rabu (4/9/2024) bahwa Rusia akan melakukan penyesuaian pada doktrin nuklirnya sebagai respons terhadap tekanan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya. Ancaman ini dikaitkan dengan situasi perang di Ukraina dan dianggap mengabaikan kepentingan keamanan yang menjadi hak dari pihak Rusia.
Sebagai negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia, Rusia merasa perlu untuk melakukan perubahan pada doktrin nuklirnya, yang akan menetapkan kondisi di mana Moskow akan menggunakan senjata nuklir sebagai respons terhadap dukungan yang terus meningkat dari pihak Barat terhadap Ukraina yang telah diinvasi oleh Rusia pada tahun 2022.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam penjelasan yang paling terperinci hingga saat ini, secara langsung mengaitkan langkah tersebut dengan "ancaman" yang diciptakan oleh Barat, sambil menyalahkan AS atas penghancuran arsitektur keamanan Eropa pasca-Perang Dingin.
Peskov menilai Barat telah menolak dialog dengan Rusia dan mengambil tindakan yang merugikan kepentingan keamanan Rusia, sambil memicu perang panas di Ukraina."Amerika Serikat adalah dalang dari proses memprovokasi ketegangan," ujar Peskov.
Dalam penjabaran lebih lanjut, Peskov mengindikasikan bahwa revisi doktrin nuklir masih dalam tahap awal. Ia menyatakan bahwa ketegangan saat ini akan dianalisis dengan saksama, dan hasil analisis tersebut akan menjadi dasar untuk perubahan yang diusulkan.
Doktrin nuklir Rusia yang berlaku saat ini, yang ditetapkan dalam dekrit tahun 2020 oleh Presiden Vladimir Putin, menegaskan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika terjadi ancaman serangan nuklir oleh musuh atau ancaman serangan konvensional yang mengancam keberadaan negara.
Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia dan AS saat ini menjadi kekuatan nuklir terbesar di dunia, dengan memiliki sekitar 88% senjata nuklir dunia. Kedua negara juga sedang memodernisasi persenjataan nuklir mereka, sementara China diperkirakan sedang memperluas persenjataan nuklirnya dengan cepat.
Perang di Ukraina telah memicu konfrontasi terbesar antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962, dengan kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka tidak akan mampu untuk kalah dalam konflik tersebut.
Selain itu, perubahan doktrin nuklir Rusia juga menjadi perhatian internasional karena potensi dampaknya terhadap keselamatan dan stabilitas global. Revisi doktrin nuklir ini dapat mempengaruhi dinamika hubungan internasional dan meningkatkan ketegangan antara kekuatan-kekuatan besar di dunia.
Hubungan Rusia dengan AS dan sekutu Baratnya telah memanas sejak aneksasi Krimea oleh Rusia pada 2014, dan ketegangan tersebut semakin memburuk dengan terjadinya perang di Ukraina. Ancaman yang diterima Rusia dari Barat memicu reaksi defensif dari pihak Rusia, termasuk perubahan dalam kebijakan nuklir mereka.
Dalam mengubah doktrin nuklirnya, Rusia juga mungkin berusaha untuk menegaskan kembali posisinya dalam hal kekuatan nuklir di dunia, serta mencoba untuk mengendalikan dinamika konflik yang terus berkembang di wilayah Eropa Timur.
Secara keseluruhan, ketegangan antara Rusia dan Barat masih memiliki potensi untuk mempengaruhi geopolitik global dan keamanan internasional. Kondisi ini menjadi perhatian utama bagi komunitas internasional, dan memerlukan usaha bersama untuk menemukan solusi yang dapat mengurangi ketegangan dan mengembalikan stabilitas di wilayah Eropa dan dunia pada umumnya.