Korea Selatan Beri Rp 11 Juta untuk Pasangan Baru Jadian dan Rp 235 Juta Jika Nikah
Tanggal: 5 Jul 2024 14:58 wib.
Korea Selatan (Korsel) mengalami krisis kependudukan, ditandai dengan menurunnya angka kelahiran serta tentunya pernikahan. Pemerintah pusat maupun daerah berupaya untuk mengatasi krisis ini dengan berbagai cara. Cara unik dilakukan sebuah distrik di Busan, yakni menawarkan 1 juta won atau sekitar Rp11,8 juta (kurs saat ini) bagi para jomblo, baik warga Korea dan non-Korea, untuk menjalin hubungan atau pacaran.
Kantor Distrik Saha, Busan, pada Rabu pekan lalu menyetujui anggaran tambahan untuk menggelar acara kencan massal bagi laki-laki dan perempuan lajang. Acara tersebut akan digelar mulai Oktober mendatang, ditujukan bagi kelompok usia 23 hingga 43 tahun yang tinggal atau bekerja di Saha. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor, termasuk kesulitan ekonomi, beban finansial yang tinggi, dan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin individualistik.
Jika ada laki-laki dan perempuan memulai hubungan setelah acara tersebut, setiap pasangan akan mendapat 1 juta won. Belum cukup, jika mereka mengadakan sang-gyeon-rye atau pertemuan anggota keluarga antar-pasangan sebelum menikah, pasangan tersebut akan mendapat tambahan 2 juta won. Selanjutnya jika mereka menikah, pasangan itu akan mendapat bonus sebesar 20 juta won atau sekitar Rp235,8 juta. Bukan hanya itu, kantor distrik mengatakan akan memberi bantuan tambahan untuk tempat tinggal selama 5 tahun.
Pemerintah distrik belum memberikan aturan spesifik dari acara kencan buta tersebut. Hal yang jelas, setiap pasangan yang menjalin hubungan harus melalui beberapa tahapan, mulai dari wawancara, untuk mendapat hadiah tersebut. Jika acara ini bisa menarik perhatian dan berhasil, kantor distrik akan menggelarnya secara rutin setiap tahun, bahkan mengikutsertakan warga asing.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga memunculkan berbagai pertanyaan dan kritik. Beberapa orang menyoroti bahwa memberikan insentif keuangan untuk status hubungan pribadi seperti ini tidak sepantasnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa adanya insentif finansial ini dapat mempengaruhi motivasi sejati dalam hubungan cinta dan pernikahan.
Kemenangan besar bagi pasangan yang memutuskan untuk menikah tidak hanya akan membuka pintu bagi kehidupan baru mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian negara. Di samping itu, harapan dari pemerintah untuk meningkatkan tingkat kelahiran dan memperkuat dasar keluarga dalam masyarakat juga menjadi faktor pendorong dari kebijakan tersebut.
Korea Selatan patut dicontoh dengan kebijakan pemberian insentif keuangan untuk pasangan yang baru menjalin hubungan dan yang memutuskan untuk menikah. Bagaimanapun juga, kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam mengatasi masalah demografi dan kelangsungan hidup bangsa. Masyarakat pun diharapkan mampu menerima kebijakan ini dengan pemahaman yang baik dan menjadikannya sebagai dorongan positif untuk memperkuat institusi keluarga dan meningkatkan tingkat kelahiran, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.