Kisah Matahari Kembar: Dinamika Kepemimpinan dalam Gereja Katolik dan Organisasi
Tanggal: 18 Mei 2025 18:22 wib.
Tampang.com | Gereja Katolik yang telah bertahan selama hampir 20 abad memiliki sistem hierarki yang sangat ketat dan terpusat pada sosok Paus sebagai pemimpin tertinggi yang berkedudukan di Vatikan. Paus memegang otoritas mutlak dalam memilih para kardinal dan uskup yang mengatur wilayah-wilayah gereja di seluruh dunia. Misalnya, Indonesia memiliki dua kardinal, termasuk Kardinal Ignatius Suharyo yang juga menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta, memimpin gereja di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Kata “kardinal” berasal dari bahasa Latin cardo, yang berarti “engsel,” melambangkan perannya sebagai penghubung dan pemimpin para uskup di seluruh Indonesia.
Setiap uskup memegang wewenang untuk menunjuk para romo atau pastor yang bertugas di paroki-paroki tertentu di wilayahnya. Sistem ini memungkinkan kepemimpinan yang singkat namun efektif untuk mengelola sekitar 1,4 miliar umat Katolik di dunia. Semua hierarki, dari kardinal, uskup, hingga romo, secara mutlak tunduk pada keputusan dan arahan Paus.
Pada 19 April 2005, Joseph Ratzinger terpilih sebagai Paus Benediktus XVI, namun mengejutkan dunia ketika pada 28 Februari 2013 ia mengundurkan diri — langkah yang belum pernah terjadi sejak 590 tahun sebelumnya. Paus Fransiskus terpilih sebagai penerus pada 19 Maret 2013, menciptakan situasi unik di mana dua Paus hidup bersamaan: Paus Benediktus XVI sebagai paus emeritus dan Paus Fransiskus sebagai pemimpin aktif. Meskipun statusnya emeritus dan tanpa kekuasaan formal, pengaruh Benediktus XVI tetap besar, dan Paus Fransiskus pun menunjukkan rasa hormat yang tinggi terhadap pendahulunya.
Kehadiran dua figur kepemimpinan sekaligus menimbulkan pertanyaan serius soal efektivitas dan kesatuan dalam gereja. Bagaimana jika ada perbedaan pandangan antara kedua Paus? Ketidakpastian ini bisa menyebar hingga ke jajaran kardinal, uskup, romo, bahkan sampai ke akar rumput umat Katolik. Namun, kebijaksanaan Benediktus XVI untuk memilih mundur dan menjalani kehidupan doa di Biara Mater Ecclesiae di Vatikan menjadi contoh bagaimana menyelesaikan dualisme ini dengan damai dan terhormat.
Fenomena dua pemimpin sekaligus bukan hanya terjadi di lingkungan gereja, tetapi juga dapat terlihat dalam dunia pemerintahan dan organisasi lain. Contohnya, di Filipina, persaingan antara Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan mantan Presiden Rodrigo Duterte, yang masih memegang pengaruh kuat, menimbulkan dualisme kepemimpinan yang membingungkan dan melemahkan efektivitas pemerintahan.
Dalam dunia manajemen organisasi, dualisme kepemimpinan dapat mengganggu kinerja dan produktivitas. Contoh nyata adalah sebuah perguruan tinggi swasta ternama di Indonesia yang sejak 2002 terpecah menjadi dua kubu karena konflik antara rektorat dan yayasan. Persaingan ini membuat organisasi sulit bergerak maju dan mengembalikan reputasi sebagai institusi pendidikan bergengsi.
Kisah “matahari kembar” ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan tunggal yang jelas dan otoritas yang tegas sangat penting untuk menjaga sinergi dan kemajuan organisasi. Sosok seperti Paus Benediktus XVI yang memilih mundur dengan penuh kerendahan hati menunjukkan bahwa terkadang kekuatan terbesar adalah melepaskan kekuasaan demi kebaikan bersama.