Kemenag Memaparkan Alasan Penempatan Jamaah Haji Berbasis Syarikah di Makkah

Tanggal: 15 Mei 2025 20:08 wib.
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) menjelaskan bahwa penempatan jamaah calon haji Indonesia di Makkah tidak dilaksanakan berdasarkan sistem kelompok terbang (kloter), melainkan menggunakan pendekatan berbasis syarikah. Langkah ini diambil guna memfasilitasi mobilisasi dan memberikan layanan yang lebih optimal bagi jamaah pada saat puncak ibadah haji di lokasi-lokasi penting seperti Arafah, Muzdalifah, dan Mina, yang secara kolektif dikenal sebagai Armuzna.

Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bertugas di Arab Saudi, Muchlis M. Hanafi, mengungkapkan bahwa keputusan ini didasarkan pada pertimbangan matang mengenai pergerakan jamaah dan kualitas pelayanan di Armuzna. "Penempatan berdasarkan syarikah ini sangat krusial untuk memberikan kemudahan dalam pengaturan dan memastikan bahwa setiap jamaah menerima layanan yang terbaik dan terstruktur," tegas Muchlis dalam pernyataannya di Madinah.

Pada tahun ini, terdapat delapan syarikah yang ditunjuk untuk melayani jamaah calon haji dari Indonesia. Syarikah-syarikah tersebut yaitu Al-Bait Guest dengan kapasitas 35.977 orang, Rakeen Mashariq (35.090), Sana Mashariq (32.570), Rehlat & Manafea (34.802), Alrifadah (20.317), Rawaf Mina (17.636), MCDC (15.645), dan Rifad (11.283). Selain itu, penempatan ini diharapkan dapat menjaga kestabilan kontrol dan mempermudah koordinasi di lapangan untuk membangun layanan yang efisien.

Proses pemberangkatan jamaah haji Indonesia dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang pertama tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) di Madinah, di mana penempatan untuk jamaah masih mengikuti sistem kloter. "Ketika jamaah berpindah dari Madinah menuju Makkah, mereka akan dibagi berdasarkan syarikah, dan saat kembali ke Indonesia, jamaah akan dipulangkan sesuai dengan kloter awal mereka," jelas Muchlis.

Untuk gelombang kedua, jamaah haji tiba di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAAIA) di Jeddah. Dari sana, pengaturan transportasi menuju hotel di Makkah juga dilakukan berdasarkan syarikah yang telah ditentukan. "Pendekatan berbasis syarikah ini sejalan dengan pola pergerakan jamaah dari Makkah menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina, serta semua layanan yang tersedia selama mereka berada di lokasi-lokasi tersebut," tambahnya.

Ketika ditanya mengenai efek dari sistem ini, di mana terdapat beberapa pasangan suami istri atau orang tua dan anak yang terpisah karena berbeda syarikah, Muchlis menyatakan bahwa Kemenag berupaya meminimalisir dampak tersebut. Mereka telah mengambil langkah proaktif seperti melakukan identifikasi berbasis data terhadap jamaah yang terdampak oleh kebijakan ini.

Secara umum, jamaah yang berangkat bersama pasangan mereka tidak mengalami perpisahan. Demikian halnya dengan anak-anak dan orang tua serta penyandang disabilitas yang didampingi. "Namun, kami mengakui adanya kasus di mana beberapa pasangan dan orang tua terpisah dari anak-anak mereka, serta ada beberapa jamaah disabilitas yang terpisah dari pendampingnya. Kami terus bekerja untuk memitigasi situasi ini agar jamaah tetap bisa beribadah dengan nyaman," ungkap Muchlis.

Ia menekankan bahwa setiap jamaah, termasuk mereka yang terpisah karena perbedaan syarikah, tetap berhak mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang berlaku.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved