Kapal China dan Filipina Tabrakan di Laut China Selatan yang Disengketakan
Tanggal: 18 Jun 2024 09:34 wib.
Sebuah insiden tabrakan antara kapal China dan Filipina terjadi di dekat Second Thomas Shoal, Laut China Selatan (LCS), pada Senin (17/6). Beijing menuduh kapal Filipina menerobos secara ilegal wilayah perairan di sekitar Ren'ai Reef atau Second Thomas Shoal di LCS. Menurut laporan dari coast guard China, kapal pemasok Filipina dianggap telah "mengabaikan peringatan-peringatan serius dari China" dengan mendekati kapal China.
Dalam pernyataannya, coast guard China menyebut bahwa kapal Filipina mendekati kapal China dengan cara yang tidak profesional, yang kemudian mengakibatkan terjadinya tabrakan. Mereka juga menegaskan bahwa pihak coast guard China telah mengambil tindakan pengendalian terhadap kapal Filipina sesuai dengan hukum yang berlaku.
Second Thomas Shoal merupakan salah satu wilayah yang menjadi sengketa antara China dan Filipina. Hal ini disebabkan oleh klaim China akan hampir seluruh kawasan LCS, termasuk area-area yang bersinggungan dengan klaim negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) sebelumnya telah menyatakan bahwa klaim China tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Namun, China menolak putusan tersebut dan justru semakin meningkatkan kehadiran pasukan di perairan tersebut. Mereka juga melakukan pembaruan terumbu karang menjadi pulau-pulau buatan.
Second Thomas Shoal sendiri berada sekitar 200 kilometer dari Pulau Palawan di Filipina barat. Wilayah ini juga terletak lebih dari 1.000 kilometer dari Pulau Hainan, daratan utama terdekat milik China.
Di sisi lain, sejak Sabtu (15/6), pemerintah China memperkenalkan peraturan baru untuk penjaga pantai mereka, yang memungkinkan mereka untuk menahan orang asing yang diduga melakukan penetrasi tanpa izin di wilayah perairan yang menjadi sengketa. Langkah ini kemudian memicu reaksi keras dari pihak Filipina, dengan menuduh China melakukan "perilaku biadab dan tidak manusiawi" terhadap kapal-kapal Filipina. Bahkan, Presiden Filipina, Ferdinand Marcos, menyebut peraturan baru tersebut sebagai peningkatan yang "sangat mengkhawatirkan".
Ketegangan antara China dan Filipina telah memunculkan keprihatinan akan potensi konflik maritim yang lebih luas, yang berpotensi melibatkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Laut Cina Selatan sangat strategis karena merupakan jalur perdagangan utama dengan nilai transaksi triliunan dolar setiap tahunnya. Selain itu, wilayah ini juga diduga memiliki cadangan minyak dan gas yang besar yang belum dieksploitasi secara maksimal.
Dengan jumlah kapal yang melintasi wilayah ini setiap tahunnya, perlunya penegakan hukum yang tegas dan perundingan yang berkelanjutan antara China dan Filipina menjadi semakin mendesak. Kedua negara perlu menemukan solusi yang dapat mengatasi sengketa perbatasan mereka tanpa mengorbankan kestabilan dan keamanan di kawasan Laut China Selatan. Kesepakatan yang adil dapat memberikan manfaat ekonomi dan politik yang signifikan bagi kedua belah pihak serta negara-negara tetangga di kawasan tersebut.