Kafe di Pedesaan China Berinovasi Tawarkan Kopi dan Kegiatan Unik
Tanggal: 31 Jul 2025 07:36 wib.
Di tengah megahnya pegunungan dan tenangnya lembah-lembah di Daofu, sebuah wilayah kuno di Provinsi Sichuan, China barat daya, warisan budaya Tibet kini berpadu dengan inovasi masa kini. Rumah-rumah tradisional Tibet disulap menjadi deretan kafe yang menawan, memadukan menu internasional seperti kopi dengan cita rasa lokal seperti teh mentega dan jelai dataran tinggi.
“Menikmati minuman latte dataran tinggi sambil mendengarkan lagu-lagu rakyat Tibet dan mempelajari lukisan Thangka, sungguh merupakan cara yang sempurna untuk melepas lelah!” ungkap Xu Xiaomei, seorang pengunjung yang terpukau oleh pengalaman tersebut.
Kafe-kafe ini tak sekadar tempat minum kopi. Mereka bertransformasi menjadi ruang budaya dan interaksi, memperkenalkan sejarah lokal, memperlihatkan kerajinan tangan Tibet, dan bahkan menyajikan kopi dalam cangkir tembikar hitam khas Daofu. Pengalaman tersebut menghadirkan sentuhan unik yang membuat wisatawan datang bukan hanya untuk menyeruput kopi, tapi juga untuk menyelami kisah-kisah lokal.
Daofu sendiri kini mencatat lebih dari 1,5 juta kunjungan wisatawan per tahun yang berkaitan dengan kopi—angka yang mencerminkan maraknya budaya kafe di wilayah pedesaan China. Secara nasional, hingga tahun 2024 tercatat ada lebih dari 44.000 kafe pedesaan yang bermunculan, menjadi bagian penting dari strategi revitalisasi desa melalui pariwisata dan wirausaha.
Untuk menonjol di tengah derasnya arus tren ini, banyak kafe menerapkan pendekatan "coffee+", yaitu memadukan kopi dengan aktivitas seperti hiking, membuat kerajinan, hingga mengunjungi perkebunan. Tujuannya bukan sekadar menyajikan minuman, tetapi menciptakan pengalaman yang lengkap dan tak terlupakan bagi para pengunjung.
Contohnya ada di Guizhou, tempat sebuah kafe dibangun di atas tebing setinggi 200 meter. Lokasinya menantang, perjalanan menuju ke sana pun tak mudah. Namun, pengalaman ekstrem itu justru menjadi daya tarik tersendiri. Dengan biaya sekitar 400 yuan per orang, pengunjung mendapatkan sensasi menyeruput kopi sambil menikmati panorama dramatis dari ketinggian.
Sementara itu, di Pu’er, Provinsi Yunnan—habitat alami gajah liar Asia—pengunjung dapat menikmati kopi segar sambil menyaksikan kawanan gajah yang berjalan bebas dari kejauhan. Sensasi minum kopi sambil menikmati keindahan satwa liar ini menjadi pengalaman langka dan sangat diminati, terutama oleh wisatawan urban yang ingin rehat dari hiruk pikuk kota.
Beberapa kafe juga memanfaatkan hasil pertanian lokal sebagai daya tarik. Di Wanning, Provinsi Hainan, para pengunjung bisa memanggang biji kopi mereka sendiri. Tidak hanya itu, ampas kopi juga dimanfaatkan untuk membuat kerajinan ramah lingkungan seperti lukisan pasir dan aksesori beraroma kopi.
Maraknya kafe pedesaan sebagian besar dipicu oleh meningkatnya minat masyarakat urban terhadap wisata alam dan rekreasi di luar kota. Data pada kuartal pertama 2025 mencatat 707 juta wisatawan mengunjungi kawasan pedesaan di China, meningkat 8,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total pendapatan dari sektor ini mencapai 412 miliar yuan.
Fenomena ini juga memberi dampak ekonomi yang signifikan. Di Anji, Zhejiang, misalnya, lebih dari 300 kafe pedesaan kini beroperasi, banyak di antaranya mengadopsi model koperasi komunitas. Dalam sistem ini, warga desa menyumbangkan lahan atau sumber daya, sementara manajemen profesional mengelola operasional. Keuntungan dibagi dalam bentuk sewa, upah, dan dividen kepada warga desa.
Salah satu contoh sukses adalah kafe Deep Blue, yang mempekerjakan 127 staf muda dengan latar belakang beragam, dari kedokteran hingga teknik perkapalan. Cheng Shuoqin, pendirinya yang berasal dari Anji, mendirikan kafe ini bersama enam mitranya pada 2022. Menurutnya, kolaborasi antara generasi muda dan desa menciptakan peluang baru yang berkelanjutan.
Bahkan, tren ini mulai membalikkan arus migrasi dari desa ke kota. Semakin banyak anak muda yang meninggalkan kehidupan kota dan kembali ke kampung halaman untuk merintis usaha. Salah satunya Wang Han (27), yang setelah merantau ke Shenzhen dan Kunming, memilih kembali ke Desa Xinzhai di Yunnan untuk membuka kafe dan bisnis kopi daring.
“Ada alasan kuat yang membuat kami ingin kembali. Sekarang, pengunjung dari seluruh China datang untuk menjelajahi perkebunan kopi kami dan mencicipi kopi buatan kami,” ujar Wang dengan bangga.
Meski tren kafe terus berkembang, Cheng percaya bahwa kekhawatiran tentang kejenuhan pasar masih belum relevan. Ia melihat semakin banyak talenta muda berpendidikan tinggi yang siap membangun karier di pedesaan.
“Semakin banyak anak muda yang kembali, semakin cerah pula masa depan desa. Kafe hanyalah pintu masuk—yang sesungguhnya adalah hidup yang lebih bermakna dan terhubung dengan akar budaya,” pungkas Wang, penuh optimisme.