Jerman Rekrut 11 Ribu Personel Militer Tambahan, Buat Apa?

Tanggal: 23 Jun 2025 13:21 wib.
Pemerintah Jerman berencana untuk meningkatkan jumlah personel militer dengan menambah 11 ribu anggota baru, yang terdiri dari 10 ribu tentara dan 1.000 pegawai sipil, sebelum akhir tahun 2025. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi mereka untuk memperkuat angkatan bersenjata dalam konteks meningkatnya ketegangan geopolitik di seluruh dunia.

Pengumuman mengenai penambahan ini disampaikan pada Sabtu, 21 Juni 2025, menjelang pengesahan anggaran tahunan oleh kabinet pemerintah. Kenaikan personel ini mencapai sekitar 4 persen dan berfungsi sebagai langkah untuk memenuhi target yang ditetapkan oleh NATO, serta untuk mengatasi masalah penyusutan dan penuaan dalam jumlah personel di Bundeswehr, yang merupakan angkatan bersenjata Jerman.

1. Ancaman dan Target Personel

Keputusan untuk memperkuat jumlah tentara ini muncul setelah meningkatnya ancaman keamanan, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022. Dari data yang dirilis, jumlah personel di Bundeswehr menurun menjadi 181,2 ribu pada tahun 2024, sementara rata-rata usia para personel meningkat dari 32 menjadi 34 tahun, seperti yang disampaikan oleh Eva Högl, komisaris parlemen untuk angkatan bersenjata. "Kami menghadapi tantangan serius—personel kami tidak hanya semakin menua, tetapi juga semakin menyusut. Penting bagi kami untuk mendapatkan suntikan tenaga baru agar Bundeswehr tetap siap menghadapi berbagai kemungkinan," tutur Högl dalam konferensi pers yang digelar di Berlin.

Perlu diketahui, kebijakan ini merupakan bagian dari strategi yang dikenal dengan nama "Zeitenwende," yang dicanangkan oleh Kanselir Olaf Scholz pada tahun 2022. Melalui dana khusus senilai 100 miliar euro, atau sekitar Rp1,8 kuadriliun, Jerman berupaya meningkatkan kesiapan angkatan bersenjata mereka guna menghadapi potensi ancaman yang datang, khususnya dari Rusia. 

2. Anggaran Terbatas, Ambisi Besar

Anggaran pertahanan Jerman untuk tahun 2025 diperkirakan akan mencapai lebih dari 50 miliar euro atau sekitar Rp943,9 triliun. Namun, Menteri Pertahanan Boris Pistorius mengungkapkan bahwa anggaran tersebut masih jauh dari cukup. Pada bulan Juli 2024, ia mengungkapkan bahwa Jerman hanya menerima tambahan dana sebesar 1,2 miliar euro dari permintaan total 6,7 miliar euro. "Ini membuat saya tidak dapat memulai beberapa proyek pertahanan secepat yang seharusnya, terutama mengingat kondisi keamanan yang semakin mendesak," ungkap Pistorius.

Meskipun demikian, pemerintah Jerman telah memenuhi target alokasi dana NATO, yang mencakup belanja pertahanan sebesar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024, dengan total mencapai 69 miliar euro, atau sekitar Rp1,3 kuadriliun. Sebagian besar anggaran ini berasal dari dana khusus "Sondervermögen" yang diperkirakan akan habis pada tahun 2027. Dalam menghadapi tantangan anggaran, pemerintah kini tengah mempertimbangkan pembaruan aturan pinjaman untuk memfasilitasi pembiayaan jangka panjang di sektor pertahanan. Namun, sebuah laporan dari Atlantic Council pada Oktober 2024 memperingatkan bahwa anggaran untuk tahun 2025 masih belum mencukupi untuk mendanai proyek-proyek strategis, termasuk penguatan industri pertahanan serta penempatan pasukan di Lituania.

3. Ambisi Eropa dan Tantangan Rekrutmen

Jerman menargetkan perannya sebagai kekuatan militer utama di Eropa. Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, 18 Mei 2025, Kanselir Friedrich Merz menekankan ambisinya untuk menjadikan Bundeswehr sebagai angkatan bersenjata konvensional terkuat di Eropa pada tahun 2031. Tindakan ini mencakup pengiriman 4.800 tentara ke Lituania mulai tahun 2025, yang direncanakan siap tempur pada tahun 2027. "Kami harus siap menghadapi ancaman terhadap kebebasan dan perdamaian di benua kami. Apa pun yang diperlukan, harus dilakukan untuk memperkuat pertahanan kita," kata Merz dalam pidatonya yang dikutip oleh sejumlah media.

Di tengah upaya rekrutmen yang meningkat hingga 8 persen pada tahun 2024, lebih dari seperempat dari calon rekrutan masih memilih untuk keluar pada masa percobaan yang berlangsung enam bulan. Dalam menghadapi tantangan ini, Brigadir Jenderal Ralf Hammerstein menyarankan kembalinya wajib militer, yang telah dihentikan sejak tahun 2011, sebagai salah satu solusi untuk mencapai target jumlah personel yang diinginkan. "Wajib militer terbilang bisa menjadi solusi efektif untuk mendapatkan lebih banyak personel sekalian memenuhi target yang telah ditetapkan," pungkasnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved