Jepang Dihantam Krisis Manusia, PNS Cuma Kerja 4 Hari Mau Berlaku
Tanggal: 8 Des 2024 12:46 wib.
Pemerintah Tokyo, Jepang akan menerapkan sistem kerja empat hari dalam sepekan bagi pegawai negeri mulai April mendatang. Kebijakan ini bertujuan membantu para ibu bekerja sekaligus meningkatkan angka kelahiran yang mencapai rekor terendah.
Melansir CNN International, kebijakan baru tersebut membuat pegawai negeri dapat menikmati tiga hari libur setiap pekan. Selain itu, orang tua dengan anak di kelas satu hingga tiga sekolah dasar dapat memilih untuk pulang lebih awal dengan konsekuensi pemotongan sebagian gaji.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike menyatakan, kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas dalam pola kerja. "Kini adalah waktu bagi Tokyo untuk melindungi dan meningkatkan kehidupan, mata pencaharian, serta perekonomian masyarakat di tengah tantangan besar yang dihadapi bangsa ini," ungkap Koike dalam pidatonya, dikutip Sabtu (7/12/2024).
Angka kelahiran Jepang terus menurun dan mencetak rekor baru pada Juni lalu, meskipun berbagai upaya pemerintah telah dilakukan. Tahun lalu, hanya tercatat 727.277 kelahiran dengan tingkat fertilitas 1,2 anak per perempuan, jauh di bawah angka ideal 2,1 untuk menjaga stabilitas populasi.
Pemerintah Jepang gencar mendorong kebijakan "sekarang atau tidak sama sekali" guna mengatasi krisis populasi. Kebijakan ini mencakup dorongan bagi pria untuk mengambil cuti ayah dan perbaikan kondisi kerja di berbagai daerah.
Sosiolog menyebut budaya kerja Jepang yang keras sebagai salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran. Jam kerja yang melelahkan sering kali memicu masalah kesehatan, bahkan dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan "karoshi" atau kematian akibat kerja berlebihan.
Perempuan di Jepang kerap menghadapi tekanan untuk memilih antara karier atau keluarga. Budaya lembur yang kuat membuat kehamilan dan pengasuhan anak menjadi tantangan besar, terlebih dengan kesenjangan partisipasi tenaga kerja antara pria dan wanita yang mencapai 17% tahun lalu, menurut Bank Dunia.
Sistem kerja empat hari ini menarik perhatian negara-negara Barat yang mulai menguji jam kerja lebih singkat demi keseimbangan kerja dan kehidupan. Studi menunjukkan langkah ini dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
Namun, di Jepang, gagasan ini masih dianggap radikal karena budaya kerja yang mengaitkan loyalitas dengan waktu di kantor. Tokyo bukan satu-satunya yang menerapkan kebijakan ramah keluarga, karena sebelumnya Singapura juga memperkenalkan panduan baru untuk fleksibilitas kerja.
Kebijakan pemerintah Tokyo, Jepang dalam menerapkan sistem kerja empat hari dalam seminggu bagi pegawai negeri menjadi topik yang menarik bagi masyarakat Jepang. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jepang terkait rendahnya angka kelahiran dan kondisi kerja yang tidak seimbang.
Dalam sebuah informasi yang dilansir oleh CNN International, kebijakan baru tersebut ternyata membuat pegawai negeri dapat menikmati tiga hari libur setiap pekan. Keputusan ini tentunya merupakan kabar gembira bagi para pekerja, terutama para ibu yang juga bekerja, karena kini mereka dapat memiliki waktu lebih banyak untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga pada hari libur.
Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, menyatakan bahwa kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas dalam pola kerja bagi para pegawai negeri. Beliau juga menekankan pentingnya perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan serta perekonomian masyarakat di Tokyo di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini.
Namun, di sisi lain, angka kelahiran di Jepang terus menurun dan mencatat rekor baru pada Juni lalu. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, angka kelahiran tahun lalu hanya tercatat sebanyak 727.277 kelahiran dengan tingkat fertilitas 1,2 anak per perempuan. Angka ini jauh di bawah angka ideal 2,1 yang diperlukan untuk menjaga stabilitas populasi.
Hal ini juga terkait dengan budaya kerja yang keras di Jepang yang sering dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran. Jam kerja yang melelahkan dapat memicu masalah kesehatan, bahkan dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan "karoshi" atau kematian akibat kerja berlebihan.
Perempuan di Jepang kerap menghadapi tekanan untuk memilih antara karier atau keluarga. Budaya lembur yang kuat membuat kehamilan dan pengasuhan anak menjadi tantangan besar, terlebih dengan kesenjangan partisipasi tenaga kerja antara pria dan wanita yang mencapai 17% tahun lalu, menurut Bank Dunia.
Tindakan pemerintah Jepang dalam mendorong kebijakan "sekarang atau tidak sama sekali" dinilai sebagai langkah yang tepat untuk mengatasi krisis populasi. Langkah ini juga mencakup dorongan bagi pria untuk mengambil cuti ayah serta perbaikan kondisi kerja di berbagai daerah.
Selain itu, kebijakan kerja empat hari ini menarik perhatian negara-negara Barat yang mulai menguji jam kerja lebih singkat demi keseimbangan kerja dan kehidupan. Studi menunjukkan bahwa langkah ini dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
Namun, di Jepang, gagasan ini masih dianggap radikal karena budaya kerja yang mengaitkan loyalitas dengan waktu di kantor. Tokyo bukan satu-satunya yang menerapkan kebijakan ramah keluarga, karena sebelumnya Singapura juga memperkenalkan panduan baru untuk fleksibilitas kerja.
Dari sisi lain, kebijakan ini bisa memberikan dampak positif terhadap angka kelahiran di Jepang. Dengan adanya kebijakan kerja empat hari, para ibu bekerja akan memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan merencanakan kehamilan serta pengasuhan anak. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan angka kelahiran di Jepang karena kesenjangan partisipasi tenaga kerja antara pria dan wanita yang tinggi juga menjadi salah satu faktor rendahnya angka kelahiran di negara tersebut.
Pemerintah Jepang juga tidak henti-hentinya mendorong perubahan dalam budaya kerja dan meningkatkan kondisi kerja. Hal ini juga termasuk dalam upaya untuk mengatasi rendahnya angka kelahiran di Jepang. Dorongan bagi pria untuk mengambil cuti ayah dan perbaikan kondisi kerja di berbagai daerah menjadi salah satu langkah prioritas yang diambil.
Bahkan, sosiolog menyebut budaya kerja Jepang yang keras sebagai salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran. Situasi di Jepang juga tidak hanya terkait dengan angka kelahiran, namun juga menyangkut masalah kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Jam kerja yang melelahkan sering kali memicu masalah kesehatan, bahkan dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan "karoshi" atau kematian akibat kerja berlebihan.
Terkait dengan kondisi kerja, kebijakan kerja empat hari ini juga menjadi perhatian khusus bagi negara-negara Barat yang mulai menguji jam kerja lebih singkat demi keseimbangan kerja dan kehidupan. Studi menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Oleh karena itu, kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi para pekerja negeri di Jepang.