Jamur Bunuh Warga China, Peneliti Sebut Tanda Kiamat Sudah Dekat
Tanggal: 22 Jul 2024 22:23 wib.
Para ilmuwan di China telah menemukan patogen jamur baru yang mampu menginfeksi manusia. Jamur yang disebut Rhodosporidiobolus fluvialis ini ditemukan pada sampel klinis dari dua pasien rumah sakit yang tidak memiliki hubungan yang jelas. Peneliti menemukan bahwa ragi ini resisten terhadap beberapa obat antijamur pada suhu yang lebih tinggi, sekitar suhu tubuh manusia. Selain itu, suhu yang lebih tinggi juga menyebabkan "mutan hipervirulen" yang mampu menyebabkan penyakit lebih parah pada tikus percobaan.
Temuan ini mendukung gagasan bahwa pemanasan global dapat mendorong evolusi patogen jamur baru. Sebuah laporan yang diterbitkan pada 19 Juni di jurnal Nature Microbiology menyebutkan bahwa patogen jamur baru seperti ini dapat menjadi pertanda buruk bagi masa depan. Peneliti menemukan jenis ini setelah memeriksa sampel jamur dari pasien di 96 rumah sakit di seluruh China antara tahun 2009 dan 2019. Dari 27.100 jenis jamur yang dikumpulkan dan dianalisis, hanya R. fluvialis yang belum pernah terlihat pada manusia sebelumnya.
R. fluvialis ditemukan dalam darah dua pasien yang tidak memiliki hubungan yang jelas. Selain terinfeksi jamur, keduanya juga memiliki kondisi kesehatan serius. Satu pasien berusia 61 tahun meninggal di unit perawatan intensif (ICU) di Nanjing pada 2013, dan pasien lainnya berusia 85 tahun meninggal pada 2016 setelah dirawat di ICU di Tianjin. Meskipun laporan tidak mencatat apakah infeksi jamur berkontribusi terhadap kematian pasien, temuan ini tetap menjadi perhatian serius.
Sebagai bagian dari pengobatannya, pasien diberi obat antijamur umum, termasuk flukonazol dan caspofungin. Namun, hasil studi laboratorium menunjukkan bahwa R. fluvialis resisten terhadap kedua obat tersebut. David Denning, seorang profesor penyakit menular di Universitas Manchester, menggambarkan temuan tersebut sebagai "luar biasa dan benar-benar tidak terduga".
Infeksi jamur yang menyerang jaringan jauh di dalam tubuh umumnya terjadi pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena infeksi HIV atau akibat penggunaan obat imunosupresan. Namun, lonjakan suhu global telah mendorong adaptasi jamur dan memperluas jangkauan geografisnya, sehingga membuat beberapa jenis jamur lebih mungkin melakukan kontak dengan manusia. Hal ini dapat menyebabkan munculnya patogen baru, seperti Candida auris yang telah diidentifikasi di lebih dari 40 negara sejak ditemukan pada tahun 2009.
Sementara itu, pengembangan obat antijamur buru sebagian besar terhenti, sehingga hanya sedikit pilihan obat yang efektif dalam melawan infeksi yang resisten. Studi baru menemukan bahwa R. fluvialis berevolusi dengan cepat untuk tumbuh lebih agresif saat diuji pada tikus yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Peneliti juga menemukan bahwa jamur ini berevolusi lebih cepat pada suhu tubuh manusia, serta mampu mengembangkan resistensi terhadap obat antijamur amfoterisin B lebih cepat pada suhu tersebut.
Dengan peningkatan suhu global, patogen jamur baru yang berbahaya berpotensi muncul lebih sering. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit jamur menjadi semakin penting. Hal ini memberikan ekspektasi bahwa penelitian dan pengembangan obat antijamur yang efektif menjadi sangat diperlukan dalam menangani ancaman ini.
Penemuan patogen jamur baru ini memunculkan keprihatinan akan dampak pemanasan global terhadap evolusi mikroorganisme patogenik. Dalam hal ini, koordinasi antar negara dan pemangku kepentingan terkait kesehatan masyarakat menjadi sangat penting untuk merespon perubahan-perubahan tersebut.