Israel Kerahkan Puluhan Ribu Tentara Cadangan, Gaza Terancam Serangan Besar-Besaran
Tanggal: 6 Mei 2025 04:51 wib.
Tampang.com | Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat tajam setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan rencana operasi militer berskala besar. Ribuan tentara cadangan kembali dipanggil untuk memperluas ofensif, sementara kondisi kemanusiaan di Gaza kian memburuk.
IDF Siapkan Serangan Baru, Fokus Hancurkan Infrastruktur Hamas
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Senin (5/5/2025), IDF mengumumkan pengerahan puluhan ribu prajurit cadangan untuk mendukung perluasan operasi militer di Gaza. Target utama operasi ini adalah menghancurkan infrastruktur militer Hamas, termasuk jaringan bawah tanah yang selama ini menjadi pusat pertahanan kelompok tersebut.
“Operasi akan dilakukan di berbagai wilayah Gaza, baik di permukaan maupun di bawah tanah,” demikian pernyataan militer Israel.
Dukungan Politik Didapat, Eksekusi Tunggu Kunjungan Presiden AS
Kabinet Keamanan Israel telah menyetujui perluasan serangan, namun pelaksanaannya disebut-sebut akan menunggu kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang dijadwalkan minggu depan. Penundaan ini dianggap strategis untuk menghindari tekanan diplomatik dari mitra utama Israel.
Tentara Cadangan Lelah, Gelombang Protes Merebak di Dalam Negeri
Kebijakan mobilisasi ulang pasukan cadangan memicu keresahan di kalangan militer dan masyarakat. Banyak tentara dilaporkan telah dipanggil hingga enam kali sejak perang meletus, dan sebagian mulai menolak kembali bertugas. Bahkan, ribuan tentara telah mengajukan surat protes, menuntut pemerintah segera menghentikan konflik dan fokus pada negosiasi pembebasan sandera.
Pada Sabtu (3/5/2025), ribuan warga Israel turun ke jalan, menuntut diakhirinya perang dan mendesak pemerintah mencari solusi damai.
Negosiasi Gencatan Senjata Mandek, Kondisi Gaza Kritis
Upaya internasional untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan 59 sandera yang masih ditahan Hamas belum menunjukkan hasil nyata. Sejak kegagalan gencatan senjata dua bulan lalu pada 18 Maret 2025, tidak ada perkembangan berarti.
Selama periode tersebut, Israel terus menggempur Gaza dan memperluas kontrol wilayahnya. Namun, tindakan itu dibarengi dengan blokade ketat terhadap bantuan kemanusiaan. Krisis pangan, air bersih, dan obat-obatan pun semakin parah, memicu tudingan pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa lembaga internasional bahkan menyebut blokade ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Netanyahu Dituding Perpanjang Konflik untuk Kepentingan Politik
Di tengah eskalasi, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuai kritik tajam. Ia dituduh sengaja menghambat proses negosiasi untuk kepentingan politik pribadi. Keluarga sandera dan lawan politiknya mempertanyakan motivasi pemerintah yang tak kunjung menyusun rencana jelas pascakonflik di Gaza.
“Sudah hampir 19 bulan perang berlangsung, tapi belum ada visi tentang masa depan Gaza,” ujar seorang analis politik dalam wawancara dengan media lokal.
Jumlah Korban Terus Bertambah, Gaza di Ambang Kehancuran
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, hingga Minggu (4/5/2025), total korban jiwa mencapai 52.535 orang, dengan 125 korban luka dalam 24 jam terakhir. Angka ini terus bertambah seiring gencarnya serangan udara dan darat dari Israel.
Konflik ini dipicu oleh serangan besar Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 lainnya. Sejak itu, Gaza telah menjadi medan perang yang menyisakan kehancuran luas dan penderitaan mendalam bagi warga sipil.