India Kewalahan Hadapi Ancaman Cuaca Panas Ekstrem, 1,4 Miliar Penduduk Terancam
Tanggal: 16 Mei 2024 20:42 wib.
Pemerintah India saat ini sedang berjuang untuk melindungi 1,4 miliar penduduknya dari dampak cuaca panas ekstrem yang semakin membahayakan. Tidak hanya itu, cuaca ekstrem ini juga menjadi ancaman terhadap jalannya pemilihan umum nasional yang tengah berlangsung.
Namun, upaya perlindungan terhadap penduduk dari panas ekstrem tampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal. Di Kolkata, pemerintah kota berencana untuk memasang sebanyak 300 kabin berpendingin guna meningkatkan perlindungan pada masa musim panas yang umumnya berlangsung dari bulan April hingga Juni.
Namun, kenyataannya hanya sedikit kabin yang beroperasi di kota dengan populasi 15 juta jiwa ini, dan beberapa unit AC di kabin juga tidak berfungsi atau sudah dicopot, sehingga para pengguna merasa kepanasan saat suhu mencapai 40 derajat Celsius.
Walikota Kolkata, Firhad Hakim, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi ini, "Ini tidak berfungsi. Orang akan merasa kepanasan," katanya seperti dilansir Bloomberg, Kamis (16/5/2024). Hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya dalam meningkatkan ketahanan terhadap panas ekstrem di Kolkata dan di seluruh India masih belum sepenuhnya berhasil, meskipun jumlah korban peristiwa panas ekstrem telah mencapai lebih dari 24.000 orang sejak tahun 1992.
Perencanaan yang kurang konsisten atau lengkap, minimnya alokasi dana, dan kegagalan dalam melakukan persiapan yang tepat waktu menjadi faktor utama yang membuat masyarakat India semakin rentan terhadap periode suhu ekstrem yang kini lebih sering, lebih lama, dan meluas di wilayah negara tersebut.
Kolkata, yang memiliki iklim panas dan lembab serta berdekatan dengan Teluk Benggala, menjadi salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap suhu dan curah hujan yang ekstrem. Panel Antarpemerintah Perubahan Iklim (IPCC) bahkan mengklasifikasikan Kolkata sebagai salah satu lokasi di dunia yang paling berisiko dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Diprediksikan bahwa peningkatan suhu global rata-rata sebesar 2 derajat Celsius dapat mengakibatkan gelombang panas yang setara dengan rekor gelombang panas pada tahun 2015, menurut IPCC. Kelembapan yang tinggi juga dapat memperparah dampaknya, karena dapat membatasi kemampuan tubuh manusia untuk mengatur suhu.
Meskipun demikian, Kolkata hingga saat ini belum memiliki strategi formal untuk menangani gelombang panas, dilansir dari Departemen Meteorologi India bahwa sejumlah wilayah di seluruh India akan mengalami 11 hari gelombang panas pada Mei 2024, jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan 3 hari pada tahun-tahun sebelumnya. Adapun suhu maksimum dalam beberapa minggu terakhir telah mencapai 47,2 derajat Celsius di bagian timur negara ini.
Gelombang panas ekstrem ini terjadi di tengah-tengah Pemilu nasional di mana suhu tinggi dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya partisipasi pemilih.
Aditya Valiathan Pillai, salah satu penulis studi CPR dan partner di Sustainable Futures Collaborative, menyatakan bahwa penanganan panas ekstrem gagal menjadi pendorong bagi pemerintah untuk bertindak. Ia juga menyoroti kurangnya kejelasan data terkait jumlah korban akibat panas, "Ketika kematian terjadi, kita tidak yakin apakah hal tersebut secara langsung disebabkan oleh panas, atau apakah panas memperparah kondisi yang sudah ada," jelasnya.
Data dari Kementerian Kesehatan India mencatat bahwa pada tahun 2022, terdapat 33 orang yang meninggal akibat gelombang panas. Sementara itu, Biro Catatan Kejahatan Nasional melaporkan bahwa sebanyak 730 kematian terkait dengan sengatan panas.
Meskipun demikian, angka kematian tersebut kemungkinan besar jauh di bawah angka sebenarnya. Data dari departemen meteorologi menyebutkan bahwa 9 orang telah meninggal akibat cuaca panas ekstrem tahun ini, namun angka tersebut kemungkinan besar lebih rendah dari jumlah sebenarnya. Angka ini menyusul sekitar 110 korban jiwa selama gelombang panas yang parah pada bulan April dan Juni tahun lalu.
Di Rumah Sakit SSKM, salah satu rumah sakit tersibuk di Kolkata, terlihat antrean panjang dari orang-orang yang mencari tempat berteduh di bawah payung warna-warni. Mereka juga mengerumuni dispenser air yang dipasang pemerintah untuk mengisi ulang botol-botol air minum mereka. Ruangan tunggu rumah sakit ini dipadati oleh masyarakat yang mencoba menghindari dampak panas ekstrem.
Profesor kedokteran SSKM Niladri Sarkar mengungkapkan bahwa suhu tinggi dapat menyebabkan sengatan panas, ruam kulit, kram, hingga dehidrasi. Ia juga menyoroti bahwa suhu ekstrem memiliki dampak yang sangat besar terhadap penduduk miskin yang tidak hanya mengalami kekurangan gizi, tetapi juga tidak memiliki akses terhadap air minum bersih serta terpaksa bekerja di luar ruangan.
Pada tempat lain di kota ini, para penjual teh berpanas-panasan dengan oven berbahan bakar batu bara yang mendidih, para pekerja konstruksi bekerja keras di bawah terik matahari tengah hari, dan para pemilih yang menghadiri rapat umum untuk pemilihan umum nasional menyampirkan saputangan di wajah mereka untuk menjaga suhu tubuh mereka agar tetap sejuk.
Terkait dengan situasi ini, pemerintah negara bagian Kolkata pada bulan April merekomendasikan beberapa sekolah untuk meliburkan diri selama liburan musim panas demi menghindari cuaca panas yang ekstrem.
Sejak tahun 2013, berbagai negara bagian, distrik, dan kota di India dilaporkan telah menyusun lebih dari 100 rencana untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengurangi dampak dari suhu ekstrem. Namun, hal tersebut masih belum mampu menahan dampak yang semakin meluas.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi pada tahun 2016 telah menetapkan pedoman untuk mempercepat implementasi kebijakan-kebijakan terkait perubahan iklim. Pada pertemuan Januari 2024, Otoritas Manajemen Bencana Nasional juga berjanji untuk melakukan lebih banyak upaya guna memperkuat kesiapsiagaan.
Hampir sepertiga dari tutupan hijau di kota Kolkata telah hilang selama setengah dekade terakhir hingga tahun 2021, menurut survei pemerintah India. Hal ini juga terjadi di kota-kota lain seperti Mumbai dan Bangalore.
Saira Shah Halim, kandidat parlemen di wilayah pemilihan Kolkata Dakshin, mengungkapkan bahwa penurunan cadangan air setempat dan ledakan konstruksi telah berdampak langsung pada kondisi kota yang semakin rentan terhadap suhu ekstrem, "Apa yang kita lihat hari ini adalah hasil dari kehancuran ini," ujarnya.
Walikota Hakim membantah anggapan bahwa persiapan Kolkata terlambat. Menurutnya, cuaca ekstrem baru-baru ini merupakan hal yang baru bagi kota tersebut. Dia juga menyatakan bahwa setelah pemilihan umum selesai, pemerintah akan duduk bersama para ahli untuk menyusun rencana aksi guna mengatasi masalah panas ekstrem.