Sumber foto: iStock

Ilmuwan AS Ramai-Ramai Hijrah: Efek Mengejutkan Kebijakan Trump Terhadap Dunia Riset

Tanggal: 28 Mei 2025 11:08 wib.
Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih membawa dampak yang luas, tak hanya dalam politik dan ekonomi, tetapi juga terhadap ekosistem penelitian ilmiah di Amerika Serikat. Dalam upaya efisiensi besar-besaran, pemerintahan Trump memangkas miliaran dolar dari anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk mendanai proyek-proyek sains dan inovasi teknologi. Keputusan ini menyebabkan banyak ilmuwan kehilangan pekerjaan dan membuka peluang eksodus besar-besaran para cendekiawan AS ke negara lain.

Langkah pemotongan anggaran ini memicu kekhawatiran di kalangan akademisi dan peneliti. Berbagai universitas serta lembaga federal, yang selama ini menjadi tulang punggung inovasi dan riset ilmiah di Negeri Paman Sam, kini menghadapi gelombang pembekuan perekrutan, pemangkasan staf, hingga penghentian penerimaan mahasiswa pascasarjana. Bahkan, Universitas Harvard sempat dicabut izinnya untuk menerima mahasiswa internasional—meskipun akhirnya keputusan ini ditunda oleh pengadilan.

Fenomena ini menjadi celah bagi negara-negara lain untuk menyambut talenta ilmiah yang terdampak. Berbagai inisiatif global mulai diluncurkan demi menarik peneliti-peneliti yang kecewa dan kehilangan dukungan di AS.

Salah satu program paling ambisius datang dari Kanada. Diluncurkan pada April 2025, program "Canada Leads" bertujuan untuk membina generasi baru inovator, terutama di bidang biomedis. Inisiatif ini didesain untuk menarik peneliti muda ke Kanada dengan menawarkan lingkungan yang lebih stabil dan mendukung kemajuan ilmu pengetahuan.

Prancis pun tidak mau ketinggalan. Universitas Aix-Marseille memprakarsai program bertajuk "Safe Place for Science" pada Maret 2025, sebagai bentuk solidaritas terhadap ilmuwan yang merasa terkekang di Amerika. Program ini secara terbuka menyatakan kesiapan mereka untuk menjadi rumah baru bagi peneliti yang ingin tetap berkarya tanpa tekanan politik dan keterbatasan dana.

Sementara itu, Australia meluncurkan program "Global Talent Attraction", menawarkan paket relokasi menarik serta gaji kompetitif. Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Australia, Anna-Maria, menyebut bahwa kondisi di AS saat ini merupakan peluang strategis untuk menarik otak-otak brilian ke negaranya.

Menurut Holden Thorp, pemimpin redaksi jurnal ternama Science, pemangkasan ini adalah ironi besar. Pasalnya, AS selama puluhan tahun dikenal sebagai pemimpin dunia dalam bidang riset ilmiah, berkat suntikan dana besar-besaran pasca Perang Dunia II. Dari dana tersebut lahirlah berbagai penemuan penting seperti telepon seluler, internet, hingga terobosan di bidang pengobatan penyakit jantung dan stroke.

Namun kini, di bawah kepemimpinan Trump yang kembali menjabat sejak Januari 2025, arah kebijakan berubah drastis. Trump beralasan bahwa anggaran negara perlu diketatkan dengan memangkas program-program yang dianggap tidak efisien, termasuk sektor sains dan teknologi. Dalam proposal anggaran yang diajukan Gedung Putih, terlihat jelas pemangkasan besar terhadap lembaga-lembaga penting seperti National Science Foundation (NSF) yang dipotong hingga 55%, dan National Institute of Health (NIH) yang dipangkas 40%.

Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, menuturkan bahwa langkah ini diambil untuk menyelaraskan kembali prioritas pengeluaran pemerintah. Ia menekankan bahwa pemangkasan anggaran ini bukan berarti Amerika meninggalkan riset, melainkan menyusun ulang fokus agar lebih sesuai dengan kepentingan rakyat Amerika dan mempertahankan posisi dominan dalam inovasi global.

Namun, dampaknya di lapangan sangat nyata. Banyak proyek riset terhenti, para ilmuwan kehilangan pendanaan, dan kolaborasi internasional pun terancam runtuh. Universitas-universitas pun mulai mengalihkan perhatian dari riset jangka panjang dan inovatif menjadi pendekatan yang lebih konservatif, dengan fokus pada kelangsungan operasional jangka pendek.

Situasi ini membuka peluang bagi negara-negara lain untuk menonjol. Kanada, Prancis, dan Australia hanya sebagian dari banyak negara yang melihat peluang strategis untuk memperkuat ekosistem riset mereka sendiri dengan menerima ilmuwan AS yang kecewa dengan arah kebijakan Trump.

Brad Wouters dari University Health Network di Kanada—salah satu pusat riset medis ternama di dunia—mengatakan bahwa dunia tengah menyaksikan momen penting dalam pergeseran kekuatan riset global. “Ada ancaman terhadap sains di selatan perbatasan,” ujarnya. Ia juga menyatakan bahwa banyak kelompok peneliti yang terkena dampak langsung dari kebijakan ini, dan sangat potensial untuk digandeng ke Kanada dan negara lain yang menghargai sains sebagai prioritas utama.

Perpindahan besar-besaran ilmuwan dari AS ini bisa menandai perubahan peta kekuatan inovasi global. Jika negara-negara lain berhasil menciptakan ekosistem yang mendukung, maka dalam beberapa tahun ke depan, pusat-pusat inovasi dunia bisa saja bergeser keluar dari Amerika Serikat—sebuah ironi bagi negara yang selama ini menjadi simbol kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved