Hakim AS Batalkan Kasus Pidana Pilpres 2020 Terhadap Donald Trump
Tanggal: 26 Nov 2024 16:13 wib.
Hakim Amerika Serikat (AS) pada Senin, (25/11/2024) membatalkan kasus pidana federal yang menuduh Presiden terpilih Donald Trump berupaya membatalkan kekalahannya dalam pemilihan umum 2020. Keputusan ini diambil setelah jaksa bergerak untuk membatalkan tuntutan tersebut dan kasus kedua terhadap presiden terpilih tersebut, dengan mengutip kebijakan Departemen Kehakiman yang melarang penuntutan terhadap presiden yang sedang menjabat.
Perintah dari Hakim Distrik AS Tanya Chutkan mengakhiri upaya federal untuk meminta pertanggung jawaban pidana Trump atas upayanya untuk mempertahankan kekuasaan setelah kalah dalam pemilihan umum 2020, yang berpuncak pada serangan pada 6 Januari 2021 di Gedung Capitol AS oleh para pendukungnya.
Penasihat Khusus Jack Smith, yang merupakan jaksa penuntut utama, yang mengawasi kedua kasus tersebut, mengajukan mosi untuk membatalkan kasus pemilu tersebut dan mengakhiri upayanya untuk menghidupkan kembali kasus terpisah, yang menuduh Trump secara ilegal menyimpan dokumen rahasia saat ia meninggalkan jabatannya pada 2021.
Keputusan ini tentu saja memunculkan beragam reaksi dari masyarakat. Bagi pendukung Trump, keputusan Hakim Chutkan ini dianggap sebagai kemenangan besar bagi keadilan. Namun, bagi pihak yang mengkritik Trump, keputusan ini mungkin dianggap sebagai bentuk penghindaran pertanggungjawaban atas tindakannya selama masa jabatannya.
Apa yang menarik perhatian dari keputusan ini adalah pengaruh Departemen Kehakiman dalam proses hukum terhadap presiden yang sedang menjabat. Kebijakan Departemen Kehakiman yang dikutip oleh para jaksa penuntut ini berasal dari tahun 1970-an, yang menyatakan bahwa penuntutan pidana terhadap presiden yang sedang menjabat akan melanggar Konstitusi AS dengan melemahkan kemampuan kepala eksekutif negara untuk menjalankan tugasnya. Sehingga, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana lembaga hukum harus bertindak dalam upaya menegakkan keadilan tanpa melanggar prinsip-prinsip konstitusional.
Sementara itu, Pengadilan tetap harus menyetujui kedua permintaan dari para jaksa penuntut, sehingga keputusan ini juga menunjukkan bahwa proses hukum di AS masih mempertimbangkan dengan seksama sebelum mengambil keputusan akhir.
Para jaksa penuntut dalam pengajuan kasus subversi pemilu mengatakan bahwa kebijakan departemen tersebut mengharuskan kasus tersebut dibatalkan sebelum Trump kembali ke Gedung Putih. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum tetap memiliki aturan yang harus diikuti untuk menjaga keadilan dan kepatuhan terhadap hukum.
Inilah dinamika hukum yang terjadi di AS yang menarik untuk diamati oleh dunia, mengingat posisi AS sebagai negara demokrasi terbesar di dunia dan berpengaruh dalam kebijakan global.
Meskipun demikian, keputusan ini tidak tanpa polemik. Jaksa dalam kasus dokumen tersebut mengisyaratkan bahwa mereka akan tetap meminta pengadilan banding federal untuk mengajukan kembali kasus terhadap dua rekan Trump yang dituduh menghalangi penyelidikan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum terhadap mantan presiden AS ini mungkin masih belum berakhir, dan kita perlu terus memantau perkembangan selanjutnya.
Reaksi dari pihak terkait juga tak lama datang. Juru bicara Trump Steven Cheung memuji apa yang disebutnya sebagai "kemenangan besar bagi supremasi hukum." Hal ini menunjukkan bahwa keputusan ini dianggap sebagai bentuk keadilan bagi Trump dan pendukungnya.
Namun, Trump juga telah menghadapi tuntutan pidana dalam empat kasus - dua kasus diajukan oleh Smith dan dua di pengadilan negara bagian di New York dan Georgia. Ia dihukum dalam kasus New York sementara kasus Georgia, yang juga terkait dengan upayanya untuk membatalkan pemilu 2020, masih belum jelas. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun satu kasus telah dibatalkan, proses hukum terhadap mantan presiden AS ini masih panjang dan penuh dengan ketidakpastian.
Dalam konteks ini, Jaksa mengakui bahwa pemilihan presiden yang menghadapi kasus pidana yang sedang berlangsung menciptakan kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Departemen Kehakiman. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga menimbulkan dampak sistemik yang harus ditangani dengan cermat oleh lembaga hukum.
Selain itu, Chutkan membuka kemungkinan bahwa jaksa dapat berupaya untuk mendakwa Trump lagi setelah ia meninggalkan jabatannya, tetapi jaksa kemungkinan akan menghadapi tantangan untuk mengajukan kasus tersebut jauh setelah perilaku yang terlibat dalam kasus tersebut terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum terhadap mantan presiden AS ini mungkin masih akan berlanjut dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dalam konteks yang lebih luas, keputusan ini juga memberikan pelajaran penting mengenai bagaimana proses hukum harus tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan konstitusional, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik atau opini publik. Keberlangsungan proses hukum yang adil dan transparan sangatlah penting untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.