Gunung Runtuh di RD Kongo Ungkap Harta Karun Bernilai Jutaan Dolar
Tanggal: 19 Nov 2024 09:28 wib.
Sebuah peristiwa dahsyat terjadi di wilayah Katanga, Republik Demokratik Kongo. Sebuah gunung runtuh mengungkapkan kandungan tembaga yang jumlahnya berton-ton. Video momen saat gunung itu runtuh dan orang-orang berlarian untuk menyelamatkan diri berhasil menjadi viral di berbagai platform media sosial, memperoleh perhatian dan reaksi dari banyak pengguna.
Banyak dari mereka yang menanggapi video tersebut, memunculkan berbagai pertanyaan dan harapan terkait dampak dari kejadian tersebut. Beberapa orang mempertanyakan mengapa negara dengan sumber daya alam yang begitu melimpah seperti RD Kongo masih tetap menjadi salah satu negara termiskin di Afrika. Sementara itu, ada pula harapan agar negara-negara Barat tidak datang untuk mengeksploitasi kekayaan tambang baru yang terbuka akibat bencana tersebut.
Wilayah Katanga di RD Kongo menjadi terkemuka karena kekayaan sumber daya mineralnya. Menurut laporan dari Live Mint, wilayah ini terletak di sabuk tembaga Afrika, membentang sepanjang 450 km dari barat laut Luanshya, Zambia, hingga Katanga di Kongo. Selama lebih dari satu abad, wilayah ini telah dikenal dengan penambangan tembaga skala besar. Pada tahun 1950-an, Katanga bahkan menjadi wilayah produsen tembaga terbesar di dunia. Saat ini, wilayah ini masih menyumbang lebih dari sepersepuluh dari endapan tembaga dunia, sebagian besar berasal dari endapan sedimen Prakambrium Akhir.
Cadangan tembaga di wilayah Katanga memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Zambia dan Kongo, memberikan pembangunan infrastruktur serta lapangan kerja di sana. Menurut laporan sumber daya mineral di RD Kongo, terutama tembaga dan kobalt, bernilai sekira USD24 triliun.
Meskipun belum ada estimasi resmi terkait kebernilaian dari tembaga yang terungkap akibat runtuhnya gunung, diperkirakan bahwa jumlahnya bernilai setidaknya jutaan dolar. Namun, keberadaan kekayaan tambang ini juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Pertambangan tembaga dan kobalt skala besar di Kongo telah menyebabkan penggusuran paksa, pelanggaran hak asasi manusia, dan bahkan kekerasan seksual. Amnesty International dalam laporannya yang dirilis pada tanggal 12 September 2023 menyatakan keprihatinan atas hal ini. "Penggusuran paksa yang terjadi saat perusahaan berupaya memperluas proyek penambangan tembaga dan kobalt skala industri menghancurkan kehidupan dan harus dihentikan sekarang,” ungkap Agnès Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International. Dia juga menambahkan bahwa masyarakat RD Kongo telah mengalami eksploitasi dan pelecehan yang signifikan selama era kolonial dan pascakolonial, dan hak-hak mereka masih dikorbankan saat kekayaan di sekitar mereka dirampas.
Peningkatan permintaan akan teknologi energi bersih juga turut memicu tingginya permintaan akan logam seperti tembaga dan kobalt yang diperlukan untuk baterai lithium-ion, yang menjadi salah satu komponen penting dalam kendaraan listrik. Hal ini menambah tekanan besar terhadap wilayah Katanga, dengan aktivitas penambangan yang semakin berkembang, namun demikian, dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya tidak bisa diabaikan.