Gara-Gara AI, Anak Muda AS Beralih ke Pertukangan daripada Kuliah!
Tanggal: 9 Mar 2025 14:27 wib.
Saat ini, kita sedang menyaksikan perubahan besar dalam dunia pendidikan dan tempat kerja di Amerika Serikat. Di tengah semakin pesatnya perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), banyak anak sekolah menengah atas di AS mulai beralih untuk mempelajari keahlian pertukangan. Fenomena ini muncul sebagai respons terhadap tren yang menunjukkan bahwa banyak pekerjaan di sektor perkantoran bakal terancam hilang karena digantikan oleh mesin dan sistem otomatisasi. Selain itu, harga pendidikan tinggi yang semakin melejit juga ikut mendorong para pelajar untuk mencari alternatif jalur karier yang lebih praktis.
Menurut laporan dari Wall Street Journal, sejumlah sekolah di Amerika kini mulai merancang ulang kurikulum mereka untuk memasukkan pelajaran yang lebih berorientasi praktik yang dahulu seringkali dianggap 'ketinggalan zaman', seperti pertukangan kayu dan pengelasan. Namun, ada satu perubahan fundamental dalam pendekatan ini; siswa kini tidak hanya diajarkan keahlian manual, tetapi juga bagaimana memanfaatkan mesin canggih dan teknologi terkini untuk mendukung keterampilan mereka.
Salah satu contohnya adalah Sekolah Menengah Atas Middleton di Wisconsin. Sekolah ini menginvestasikan sebesar US$ 90 juta untuk memperbarui laboratorium manufaktur mereka dan kini dilengkapi dengan robot-robot canggih yang dapat dikendalikan melalui komputer. Tempat kerja tersebut juga dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat dilihat langsung oleh seluruh siswa lewat jendela kaca besar. Hal ini menciptakan suasana belajar yang menarik dan interaktif, sehingga banyak siswa tertarik untuk mendaftar kelas keahlian pertukangan.
Quincy Millerjohn, seorang guru bahasa Inggris yang kini beralih menjadi instruktur pengelasan di Middleton, berbagi strategi untuk menarik minat siswa. Ia memberi informasi tentang potensi gaji yang dapat diperoleh di industri besi dan baja, yang berkisar antara US$ 41 (sekitar Rp 670 ribu) hingga US$ 52 (sekitar Rp 849 ribu) per jam. Dengan informasi ini, para siswa menjadi lebih termotivasi untuk mempertimbangkan karier di bidang pertukangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 2.300 siswa di Middleton terdaftar dalam setidaknya satu kelas pertukangan. Kelas-kelas yang ditawarkan mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti konstruksi, manufaktur, dan pertukangan kayu. Menariknya, ini adalah langkah berani ketika mengingat bahwa pada tahun 1990-an dan 2000-an banyak sekolah di AS justru menghapus kelas-kelas tersebut dari kurikulum mereka.
Millerjohn mengungkapkan, "Kami ingin siswa memasuki dunia kuliah dengan pemahaman bahwa kelas-kelas ini tidak hanya relevan tetapi juga dapat membantu nilai akademis mereka bersama dengan kelas-kelas tingkat lanjut yang lain. Kami berharap mereka dapat menyadari bahwa pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang sudah usang."
Jake Mihm, konsultan pendidikan dari pemerintah negara bagian Wisconsin, menambahkan bahwa ketakutan akan potensi penggantian pekerja manusia oleh AI di sektor perkantoran turut memicu minat yang semakin besar terhadap keahlian pertukangan. "Ada pergeseran paradigma. [Pekerjaan tangan] kini dianggap sebagai pekerjaan yang memerlukan keahlian tinggi sekaligus menawarkan imbalan gaji yang baik. Hal ini tentunya sangat menarik bagi banyak siswa, karena mereka dapat langsung melakukan berbagai tugas secara mandiri," tuturnya.
Perubahan serupa juga terjadi di negara bagian Texas. Distrik sekolah Spring Branch berhasil mengumpulkan dana sekitar US$ 381,6 juta untuk membangun fasilitas pendidikan teknik yang lebih modern dan komprehensif. Jennifer Blaine, pengawas sekolah di wilayah tersebut, melaporkan bahwa pendaftaran untuk program sekolah vokasi meningkat sebesar 9 persen dalam empat tahun terakhir. "Tidak semua orang ingin melanjutkan kuliah, dan beberapa siswa memilih untuk tidak langsung terjun ke dunia perkuliahan setelah lulus dari SMA," kata Blaine.
Tren ini menunjukkan bahwa semakin banyak anak muda yang menganggap keahlian praktis sebagai pilihan karir yang viable dalam menghadapi masa depan yang semakin tidak pasti. Mereka menyadari bahwa penguasaan teknis di bidang-bidang tertentu bisa membuka peluang kerja yang menjanjikan dan lebih aman, jauh dari ancaman otomatisasi yang dihadirkan oleh AI.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada ekonomi secara keseluruhan. Dengan meningkatnya kebutuhan akan pekerjaan berbasis keterampilan manual yang tidak dapat dengan mudah diotomatisasi, keberadaan tenaga kerja terampil menjadi semakin krusial. Hal ini mendorong lembaga pendidikan untuk berpikir kembali tentang bagaimana mereka dapat mempersiapkan siswa-siswanya agar siap bersaing di pasar kerja yang terus berubah.
Menghadapi tantangan ini, para pendidik, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya harus bersinergi untuk memastikan bahwa anak-anak dan remaja di AS mendapatkan pendidikan yang seimbang, baik dalam hal teori maupun praktik. Keahlian tangan, yang dulunya dipandang sebelah mata, kini perlahan kembali mendapatkan tempat yang layak di dunia pendidikan dan dunia kerja, menciptakan harapan baru di tengah guncangan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi modern.