Elon Musk Dilacak Oleh Hakim Setelah Memberikan Uang Sebesar Rp 15,6 Miliar Setiap Hari
Tanggal: 1 Nov 2024 06:46 wib.
Elon Musk, seorang tokoh ternama di dunia teknologi dan bisnis, kembali menjadi perhatian publik setelah aksinya memberikan uang sebesar US$1 juta (sekitar Rp 15,6 miliar) setiap hari melalui komite politiknya, yang disebut sebagai 'giveaway', untuk mendaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS).
Tindakan ini menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar aturan pemilu yang melarang transaksi uang dalam proses demokrasi. Lebih lanjut, Musk dan komite politiknya secara terang-terangan memberikan dukungan kepada kandidat tertentu, yaitu Donald Trump dari Partai Republik.
Menghadapi hal ini, seorang hakim memerintahkan semua pihak yang terlibat dalam komite politik, termasuk Elon Musk, untuk hadir dalam sidang di Philadelphia pada tanggal 31 Oktober waktu setempat.
Gugatan terkait aksi giveaway yang dilakukan America Pac, komite politik yang merupakan inisiatif Elon Musk, dilayangkan oleh kantor jaksa pengadilan Philadelphia pada awal pekan tersebut. Dalam gugatan tersebut, aksi giveaway yang dilakukan oleh America Pac dianggap sebagai lotere ilegal yang melibatkan pemilih di negara bagian Pennsylvania, yang dikenal sebagai tempat yang mempunyai pengaruh besar dalam hasil Pilpres AS.
Pada Rabu sebelumnya, hakim menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat harus hadir dalam sidang. Meskipun demikian, perwakilan dari America Pac belum memberikan komentar terkait gugatan ini, begitu pula dengan perwakilan yang mewakili Elon Musk.
Musk sebelumnya berjanji untuk memberikan uang senilai US$1 juta setiap hari kepada masyarakat yang mengisi petisi online terkait kebebasan berpendapat dan hak kepemilikan senjata. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan ahli hukum, di mana ada yang menyatakan bahwa tindakan Musk melanggar hukum pemilu federal karena memberikan bayaran kepada seseorang untuk mendaftar sebagai pemilih, namun tidak sedikit yang berpendapat bahwa inisiatif Musk dan komite politiknya tidak melanggar aturan.
Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) telah mengirimkan surat kepada America Pac, memberikan peringatan bahwa aksi giveaway yang dilakukan oleh Musk untuk pemilih terdaftar berpotensi melanggar hukum, menurut laporan CNN International.
Sebagai informasi, Pennsylvania dianggap sebagai swing state yang krusial dan dapat memengaruhi hasil Pilpres AS. Hal ini diakui secara langsung oleh Musk melalui akun media sosial pribadinya, di mana ia mengutarakan bahwa Pennsylvania akan menjadi penentu kemenangan bagi Partai Republik.
Tindakan ini membuat banyak pihak, terutama di kalangan pengamat politik dan hukum, berspekulasi bahwa pemberian uang secara massal ini dapat memengaruhi hasil Pilpres AS serta menciptakan celah hukum atas partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi.
Perhatian terhadap kasus ini semakin meningkat karena melibatkan figura ternama seperti Elon Musk, yang tak hanya dikenal sebagai tokoh bisnis sukses, namun juga sering terlibat dalam inisiatif sosial dan politik. Diharapkan bahwa sidang yang akan dilaksanakan akan memberikan kejelasan terkait aturan yang berlaku dalam proses pemilu, terutama terkait transaksi uang pada pemilihan umum, yang dikhawatirkan dapat membayangi integritas demokrasi itu sendiri.
Semakin dekatnya Pilpres AS membuat kasus ini semakin sensitif karena penentuan kemenangan di swing state seperti Pennsylvania dapat menjadi penentu hasil akhir. Diperlukannya pengaturan yang jelas terkait aturan dalam pemilu dan tindakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran tersebut akan menjadi faktor penting untuk memastikan integritas dan validitas dari proses demokrasi di Amerika Serikat.
Kasus ini juga menyoroti kompleksitas peran tokoh-tokoh industri teknologi dalam ranah politik, di mana kebijakan dan tindakan mereka dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap proses politik dan demokrasi yang sedang berlangsung. Maka dari itu, perlunya kerangka hukum yang jelas dan tegas terhadap keterlibatan tokoh-tokoh industri dalam politik menjadi semakin mendesak, agar dapat menjaga keadilan serta validitas dari proses politik dan pemilu.