E-commerce China Mengepakkan Sayap di Seluruh Dunia, Bagaimana Dampaknya bagi Indonesia?
Tanggal: 26 Jul 2024 14:00 wib.
China sedang memperluas pengaruhnya dalam dunia e-commerce, termasuk di Indonesia. Langkah terbaru yang diambil oleh negeri Tirai Bambu ini adalah dengan mendorong pembangunan gudang di luar negeri dan memperluas bisnis e-commerce lintas batas, yang kerap disebut sebagai 'cross-border'. Kementerian Perdagangan China menyatakan bahwa industri e-commerce telah menjadi kekuatan penting bagi sektor perdagangan luar negeri China.
Di Indonesia, e-commerce dari China semakin berkembang dan diminati oleh masyarakat. Contohnya adalah TikTok Shop, yang merupakan anak perusahaan dari ByteDance, perusahaan asal China. Selain itu, aplikasi Temu yang merupakan bagian dari PDD Holdings juga telah sukses memasuki pasar luar China. Aplikasi ini mulai merajai pasar Indonesia sejak 2023 dan telah diunduh lebih dari 100 juta kali di toko aplikasi Google Play Store.
Beberapa layanan e-commerce asal China, seperti Shein, Temu, dan AliExpress, dilaporkan akan makin gencar mengepakkan sayap di kancah internasional. Layanan-layanan tersebut menjual produk-produk buatan China secara cross-border dengan harga yang sangat murah. Pertumbuhan layanan-layanan ini diprediksi akan semakin besar dalam beberapa tahun ke depan.
Strategi 'penjajahan' baru dari China ini bertujuan untuk mendatangkan sumber pendapatan baru ke perusahaan-perusahaan yang tadinya fokus pada konsumsi pasar domestik. Selain itu, langkah-langkah seperti penambahan gudang dan fasilitas di luar negeri, peningkatan manajemen data cross-border, dan optimalisasi jalur ekspor cross-border juga dilakukan oleh pemerintah China.
Taktik cross-border yang gencar dilakukan oleh China dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis lokal di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Perdagangan Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dalam penetapan batas harga barang impor paling murah yang boleh dijual di platform e-commerce.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa harga barang minimum pada kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang bersifat cross-border senilai US$ 100 atau setara dengan Rp 1,6 juta.
Lebih lanjut, pasal 19 ayat (3) juga menyatakan bahwa jika harga barang dalam bentuk mata uang yang berbeda, bukan dolar AS (USD/US$), maka dilakukan konversi menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Tidak hanya Indonesia, Uni Eropa juga sedang menghadapi masalah serupa. Negara-negara anggota Uni Eropa tengah menyusun rencana untuk mengenakan bea masuk atas barang-barang murah yang dibeli dari Temu, Shein, dan AliExpress. Komisi Eropa berencana memberlakukan batasan harga 150 euro (sekitar Rp 2,6 jutaan) untuk membebaskan produk dari pajak (duty free). Menurut Komisi Eropa, banyak produk asing 'menjajah' pasar Eropa dengan menawarkan harga di bawah 150 euro.
Pemberlakuan aturan batasan pajak ini sepertinya akan dipercepat karena barang impor murah semakin merajalela. Uni Eropa telah mewacanakan aturan batasan pajak ini pada Mei 2023 lalu.
Dampak dari e-commerce China yang semakin gencar memasuki pasar internasional memang menjadi perhatian serius bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan langkah awal untuk menghadapi masalah ini. Diharapkan, langkah-langkah ini dapat melindungi bisnis lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.