Duta Besar Iran Salahkan Amerika Serikat Atas Kematian Ismail Haniyeh
Tanggal: 1 Agu 2024 12:20 wib.
Duta Besar Iran untuk PBB menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Ia meyakini bahwa tindakan tersebut tidak mungkin terjadi tanpa otorisasi dan dukungan intelijen AS. Menurut perwakilan tetap Republik Islam Iran untuk PBB, tanggung jawab AS sebagai sekutu strategis rezim Israel tidak dapat diabaikan dalam kejadian tragis ini. Pidato tersebut disampaikan pada Dewan Keamanan PBB dan mengundersertakan peran AS dalam peristiwa tersebut.
Reaksi dari Israel juga menuai sorotan yang cukup tajam. Mereka menyatakan adanya motif politik dalam tindakan tersebut, di mana Israel ingin mengganggu pemerintahan baru Republik Islam Iran. Mereka juga mengklaim bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk menghalangi upaya Iran dalam memprioritaskan perdamaian dan stabilitas di kawasan serta meningkatkan kerja sama dengan komunitas internasional.
Sementara itu, pihak AS membantah telah mengetahui atau terlibat dalam kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Wakil Duta Besar AS Robert Wood menyatakan bahwa AS tidak memiliki konfirmasi independen mengenai klaim Hamas mengenai kematiannya. Pernyataan serupa juga diutarakan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam wawancara dengan media.
Bukan hanya Iran dan AS yang memiliki pandangan berbeda terkait insiden tersebut, tetapi penasihat senior Program AS di International Crisis Group, Brian Finucane, juga menyoroti risiko besar yang bisa terjadi setelah pembunuhan Ismail Haniyeh. Pembunuhan ini memperlihatkan ambivalensi peran AS di kawasan Timur Tengah. AS dikenal sebagai sekutu dekat Israel yang selalu membela negara itu, namun di sisi lain, juga berperan sebagai mediator gencatan senjata di Gaza dengan Hamas.
Terkait dengan penjualan senjata, ada kekhawatiran bahwa Israel tidak akan mampu melakukan tindakan seperti itu tanpa dukungan penuh dari AS. Peran AS dalam mendukung Israel, baik secara politik, militer, maupun intelijen, cukup mempengaruhi dinamika kawasan tersebut. Sejumlah analis juga menyoroti bahwa AS harus memperhatikan dampaknya terhadap situasi di berbagai negara, termasuk Yaman, Suriah, dan Irak.
Bagi Lebanon, situasi ini juga menarik perhatian, di mana KBRI Beirut telah meminta WNI untuk meninggalkan negara tersebut. Ketidakpastian akan gencatan senjata di Gaza pasca kematian Haniyeh menambah ketegangan di kawasan tersebut. Meskipun upaya dan dorongan AS untuk menstabilkan situasi telah dipertanyakan oleh beberapa pihak, terutama terkait dengan kebijakan transfer senjata.