Dishub Jabar Tegaskan Taksi Online Ikuti Kuota yang Ditetapkan Gubernur
Tanggal: 22 Nov 2017 12:02 wib.
Tampang.com – Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat menegaskan, perusahaan Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau taksi online harus mengikuti kuota yang akan ditetapkan Gubernur Jawa Barat. Kuota tersebut masih dibahas pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat. Belum diserahkan kepada gubernur.
Kepala Dishub Jawa Barat Dedi Taufik melalui Kasi Angkutan Darat Tata mengungkapkan, kuota ASK diusulkan oleh pemerintah daerah yang nantinya disampaikan kepada gubernur. Nantinya, usulan itu akan dikaji oleh gubernur Jawa Barat sebelum menjadi keputusan. ”Semua perusahaan ASK harus mengikuti ketetapan kuota tersebut,” kata Tata.
Bahasan kuota ini menjadi salah satu topik penting yang disampaikan Dishub Jabar di hadapan puluhan pengusaha ASK se-Jawa Barat di kantor Dishub Jabar, Selasa (21/11). Bahasan penting lainnya mengenai mekanisme penyelenggaraan ASK atau yang sering disebut taksi online.
Tata menyebut, taksi online yang selama ini beroperasi, harus dilihat berdasarkan kelompoknya. Secara kelompok besar, taksi ini merupakan pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Dia memiliki tujuan tertentu. Seperti angkutan antarjemput, angkutan permukiman, angkutan karyawan, angkutan carter, dan sewa.
”Sewa itu ada dua. Sewa umum dan khusus. Jadi nama resminya taksi online ini adalah Angkutan Sewa Khusus atau disingkat ASK,” papar Tata.
ASK ini, ujar dia, harus berizin dan memasang stiker khusus. Serta harus di-KIR, memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) khusus, memiliki tarif batas atas dan batas bawah. Termasuk STNK yang tertera adalah badan usaha. “Semua itu harus dipenuhi oleh pengusaha ASK,” tegasnya.
Tata menjelaskan, setiap driver (pengemudi, Red) ASK harus masuk dalam perusahaan angkutan umum. Mereka mengajukan perizinan terlebih dahulu kepada pemerintah sebelum beroperasi. Kemudian, pemerintah mengeluarkan izin penyelenggaraan angkutan. Tak hanya sampai di sana, pengemudi juga diwajibkan mendaftarkan diri kepada aplikator. Seperti Uber, Grab, atau Gocar.
”Barulah driver bisa beroperasi. Jangan beroperasi dulu, baru mengurus perizinan,” tegas Tata.
Setiap pengusaha ASK harus memahami Pasal 48-57. Dalam pasal itu disebutkan pembagian peran proses perizinan. Di mana Dishub Jabar mengurusi aspek surat persetujuan dan pertimbangan teknis serta saran. Sedangkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jabar mengurusi aspek penerbitan surat keputusan (SK) dan kartu pengawasan (KP).
“Sementara Dishub kota/kabupaten mengurusi aspek uji KIR dan rekomendasi melalui verifikasi administrasi dan peninjauan lapangan. Serta kepolisian mengurusi aspek STNK, TNKB, dan membantu memfasilitasi penerbitan SIM umum,” tuturnya.
Sedangkan dalam Pasal 29, 30, dan 31 mengatur tentang perencanaan kebutuhan (kuota). Disebutkan, perencanaan kebutuhan kendaraan dapat menggunakan tiga formula perhitungan. Pertama, model permintaan dan penawaran (deman and supply model), model dinamis, dan regresi.
Perencanaan kebutuhan kendaraan ASK di Jawa Barat, kata dia, menggunakan metode regresi linier berganda. “Dan usulan kabupaten/kota sesuai karakteristik daerah masing-masing dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah hotel, dan jumlah wisatawan,” tuturnya.
Sementara wilayah operasi diatur dalam Pasal 26 dan 29. Disebutkan, wilayah operasi ditetapkan oleh gubernur untuk wilayah operasi ASK yang seluruhnya berada di daerah dalam 1 daerah provinsi.
Wilayah operasi ASK di Jawa Barat, ungkap Tata, merujuk pada Perda No. 22 Tahun 2010 tentang RTRW Jabar 2009-2029. Dan Perda No. 12 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan metropolitan dan pusat pertumbuhan di Jawa Barat. Juga memperhatikan pola aglomerasi yang terbentuk atau keterkaitan wilayah secara fungsional. ”Aspek administrasi kewenangan juga jadi rujukan,” tuturnya.
Dalam rancangan wilayah operasi ASK meliputi wilayah metropolitan Bandung Raya, Cirebon Raya, Bodebekarpur, Sukabumi, Priangan I, dan Priangan II.
Sedangkan untuk tariff, diatur berdasarkan ketentuan peralihan dalam Peraturan Meneri No. 108 Tahun 2017. Yakni besaran tarif atas dan tarif bawah untuk ASK yang telah ditetapkan sebelum berlakunya peraturan menteri tersebut tetap berlaku sampai dengan adanya evaluasi.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tanggal 30 Juni 2017 tentang tarif batas atas dan tarif batas bawah ASK yakni untuk wilayah I tarif batas atas sebesar Rp 6 ribu per kilometer dan batas bawah sebesar Rp 3.500 per kilometer.
Untuk stiker, kata Tata, kendaraan harus dilengkapi dengan tanda khusus berupa stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang serta di kanan dan kiri kendaraan dengan memuat berbagai informasi. ”Seperti informasi wilayah operasi, jangka waktu berlaku izin, nama badan hukum, dan latang belakang logo Perhubungan,” pungkasnya.