Sumber foto: iStock

Di Korea Utara, Pasangan yang Bercerai Dihukum dengan Kerja Paksa Militer

Tanggal: 22 Des 2024 17:25 wib.
Perceraian sering menjadi jalan keluar bagi pernikahan yang dianggap tak lagi bisa dipertahankan, namun bagi pasangan di Korea Utara, perceraian berarti harus menerima hukuman kerja paksa di kamp militer. Korea Herald, media yang berbasis di Seoul, baru-baru ini meluncurkan laporan bahwa pasangan yang bercerai di Korea Utara mendapat hukuman kerja paksa di kamp militer.

Dalam laporan yang mengutip Radio Free Asia tersebut, seorang sumber anonim yang tinggal di Provinsi Yanggang, Korea Utara mengatakan bahwa 12 pasangan resmi bercerai di pengadilan pada 13 Desember. Setelah perpisahan mereka disahkan, semua pasangan dijebloskan ke kamp kerja militer.

Sebuah laporan pada Januari oleh Institut Korea untuk Penyatuan Nasional, berdasarkan wawancara dengan 71 pembelot, mengatakan semakin banyak wanita di Korea Utara yang lebih suka hidup bersama dengan pasangan mereka daripada menikah. Hal ini, kata sumber tersebut, karena perceraian cenderung diajukan oleh wanita, karena banyak perceraian di negara itu didasarkan pada kekerasan dalam rumah tangga oleh suami.

Pada Juni 2021, media daring Daily NK yang berbasis di Seoul melaporkan bahwa meskipun otoritas Pyongyang telah menjatuhkan hukuman enam bulan di kamp kerja militer kepada orang-orang yang bercerai, orang yang "memiliki lebih banyak kesalahan dalam perceraian"-lah yang dikirim ke sana.

Sumber lain mengatakan kepada Radio Free Asia tentang seseorang yang menjalani hukuman tiga bulan di kamp kerja paksa karena bercerai. Orang tersebut dilaporkan mengatakan 30 dari 120 orang di kamp itu berada di sana karena menceraikan pasangan mereka. Wanita umumnya dikenakan hukuman yang lebih lama daripada pria.

Sebab di balik pemberlakuan hukuman kerja paksa bagi pasangan yang bercerai ini adalah perintah pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. Kim Jong-un menuduh mereka yang ingin bercerai "membawa kekacauan ke dalam masyarakat, dan menentang gaya hidup sosialis."

Kisah ini menjadi gambaran nyata tentang kondisi pernikahan dan perceraian di Korea Utara yang diwarnai oleh kebijakan otoriter pemerintahan. Sementara Korea Utara mengakui kemungkinan perceraian, negara ini tidak menetapkan jenis hukuman untuk pasangan yang bercerai. Namun, kenyataannya, pasangan yang bercerai di negara ini harus rela menerima konsekuensi berat berupa hukuman kerja paksa di kamp militer.

Kondisi Perceraian di Korea Utara 

Perceraian di Korea Utara menimbulkan konsekuensi yang sangat berat bagi pasangan yang memutuskan untuk berpisah. Dalam tatanan sosial yang sangat terpengaruh oleh ideologi sosialis dan pemerintahan otoriter, perceraian dianggap sebagai tindakan yang mengganggu stabilitas sosial dan menentang prinsip-prinsip kehidupan yang diinginkan oleh pemerintah.

Seiring dengan pandangan masyarakat yang menekankan pentingnya keutuhan keluarga dan stabilitas pernikahan, perceraian di Korea Utara seringkali dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga. Wanita sering menjadi korban dalam situasi ini, dan banyak dari mereka yang memutuskan untuk menceraikan suaminya untuk melindungi diri mereka dari kekerasan yang terus-menerus.

Kebijakan pemerintah yang memberlakukan hukuman kerja paksa bagi pasangan yang bercerai seolah menjadi upaya untuk mengendalikan jumlah perceraian dan mempertahankan ketertiban sosial sesuai dengan ideologi yang dianut oleh negara itu.

Namun, hal ini justru menunjukkan bahwa pemerintah lebih mementingkan stabilitas sosial daripada melindungi hak-hak individu, terutama hak-hak perempuan dalam situasi perceraian.

Pemerintah Korea Utara harus mempertimbangkan kebijakan yang lebih manusiawi terkait dengan perceraian, yang tidak hanya mempertimbangkan stabilitas sosial, tetapi juga melindungi hak-hak individu dalam hubungan pernikahan.

Penting bagi negara untuk mengadopsi pendekatan yang lebih empatik terhadap kasus-kasus perceraian, dengan memberikan perlindungan dan bantuan kepada pasangan yang membutuhkan, terutama kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Kondisi Wanita dalam Kasus Perceraian

Perempuan di Korea Utara seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam kasus perceraian. Mereka tidak hanya harus menanggung beban emosional dari perpisahan, tetapi juga harus menerima hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pria. Kondisi ini menunjukkan ketidakadilan dalam sistem hukum dan memperparah penderitaan yang mereka alami akibat perceraian.

Fakta bahwa wanita cenderung menjadi pihak yang mencari perceraian sebagai jalan keluar dari kekerasan dalam rumah tangga seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dalam memperbaiki kebijakan terkait perceraian.

Langkah-langkah perlindungan bagi perempuan dalam kasus perceraian, termasuk akses ke layanan konseling, bantuan hukum, dan perlindungan dari kekerasan, harus menjadi prioritas untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan di negara tersebut.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah serius yang perlu ditangani dengan serius oleh pemerintah dan masyarakat. Tindakan pencegahan dan perlindungan bagi korban kekerasan merupakan langkah yang krusial dalam memastikan keamanan dan kesejahteraan perempuan di Korea Utara.

Tantangan dalam Mengubah Kebijakan Perceraian

Mengubah kebijakan terkait perceraian di Korea Utara tidaklah mudah, mengingat kondisi politik dan sosial yang sangat terpengaruh oleh ideologi otoriter. Namun, melalui pendekatan yang inklusif dan berbasis pada hak asasi manusia, perubahan dapat diwujudkan untuk melindungi hak-hak individu, terutama bagi perempuan dalam situasi perceraian.

Perlunya akses yang lebih mudah kepada bantuan hukum dan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi kunci dalam merombak kebijakan perceraian di Korea Utara. Dengan memberikan dukungan lebih kepada pasangan yang bercerai, terutama kepada perempuan, negara dapat memastikan bahwa mereka tidak harus menerima hukuman yang tidak adil akibat perceraian.

Perubahan yang melindungi hak-hak individu dalam perceraian juga akan membantu membangun masyarakat yang lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia. Pemerintah Korea Utara perlu memperhatikan kasus-kasus perceraian secara holistik, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keamanan dari seluruh individu yang terlibat dalam proses perceraian.

 

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved